TangerangNews.com

Putusan DKPP Soal Pilkada Tangerang Dianggap Sudah Benar

Rangga Agung Zuliansyah | Kamis, 17 Oktober 2013 | 13:36 | Dibaca : 2422


Pengundian nomor urut AMK- Gatot dan Arief-Sachrudin. Dalam kesempatan itu, AMK-Gatot meraih nomor urut 4, sedangkan Arief-Sachrudin nomor urut 5. (TangerangNews / Dens)



TANGERANG-Sengketa Pilkada Kota Tangerang yang belakangan berujung pada perseteruan produk hukum antara Dewan Kehormatan Penyelenggara Pilkada (DKPP) dan Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi perhatian serius sejumlah pengamat politik dan pegiat demokrasi di Indonesia. 
 
 Dalam diskusi bertema 'Konflik Hukum: Putusan DKPP Vs MK; Studi Kasus Pilkada Kota Tangerang' yang digelar Indonesian Public Institute (IPI), Rabu (16/10), sejumlah pengamat politik mengatakan, bahwa putusan DKPP dalam kasus Pilkada Kota Tangerang adalah yang benar.
 
 Sedangkan putusan Mahkamah Konstitusi dinilai melampaui kewenangannya.

Menurut mantan anggota DPR Didi Supriyanto, sesuai ketentuan Undang-Undang, Mahkamah Konstitusi hanya berwenang mengadili sengketa yang berkaitan dengan hasil Pemilukada.
 
Sedangkan dalam kasus Kota Tangerang, yang dipersengketakan adalah proses. Hal ini yang menurut mantan anggota DPR yang ikut merumuskan pembentukan MK telah melampaui kewenanganannya.

"Makanya dalam perkaranya kan jelas disebut Perselisihan Hasil Pemungutan Suara (PHPU). Nah, menurut saya dalam kasus Pilkada Kota Tangerang tahapannya sudah selesai, tapi kenapa MK masih mengurusi masalah tahapan," kata Didi.

Namun, sebaliknya,  lanjut Didi, putusan DKPP yang mengakomodir pasangan Calon Wali Kota Tangerang Arief-Wismansyah sebagai peserta Pilkada sudah benar. Sebab dalam memutus, DKPP mempertimbangkan terobosan hukum ditengah tidak efektifnya saluran yang sudah ada yaitu melalui proses PTUN.

Pendapat yang hampir sama juga datang dari aktivis Komite Pemilih Indonesia (KPI) Jerry Sumampouw. Merujuk hasil Pilkada Kota Tangerang di mana pasangan Arief Wismansyah - Sachrudin memenangkan Pemilukada dengan hasil suara 48 persen dan jauh meninggalkan para pesaingnya, menurut Jerry semakin membuktikan bahwa ada proses penjegalan terhadap pasangan ini.
 
 Dengan demikian, mestinya MK tinggal melihat bahwa memang ada kebijakan KPU Kota Tangerang sebelumnya yang merugikan pasangan ini.

"Saya tidak ingin berdebat apakah MK atau DKPP melampaui kewenangannya atau tidak. Tapi dalam kasus ini saya melihat DKPP sudah benar dengan meloloskan pasangan Arief - Sachrudin. Karena buktinya dia menang," tegas dia.

Yang lebih aneh lagi, lanjut Jerry, dalam kasus sengketa Pilkada Jawa Timur, Mahkamah Konstitusi sama sekali tidak menyinggung status pasangan Khofifah - Herman. Padahal sebagaimana diketahui, pasangan ini juga lolos sebagai peserta Pemilukada Jawa Timur setelah hak konstitusinya dipulihkan melalui putusan DKPP.

"Jadi saya melihat tidak ada konsistensi dari MK. Kenapa Kota Tangerang putusan DKPP disebut, tapi di kasus Jawa Timur tidak disebut. Apakah ini karena gara-gara Pak Akil ditangkap KPK," katanya.

Sementara itu, ahli hukum Tata Negara Refly Harun justru menduga putusan sela MK  dalam kasus Pilkada Kota Tangerang tersebut merupakan gejala dini "masuk angin". Artinya, MK punya maksud lain terhadap putusan akhir nanti. Kemungkinan itu adalah digelarnya Pemilukada ulang.

"Hal itu bisa jadi gejala putusan MK yang 'masuk angin'. Apakah karena Pak Arief tidak bayar sajen atau sajennya yang kurang. Jadi kalau ditelisik ada aroma Pak Akil dalam kasus ini," kata Refly setengah bercanda.

Ditilik dari substansi keadilan demokrasi, menurut Refly, MK mestinya harus menjalankan kewenanganannya secara tepat dan proporsional yaitu mewujudkan keadilan untuk semua orang.

Dalam kasus Kota Tangerang, ia melihat bahwa semua calon kepala daerah sudah diberikan hak menjadi pasangan calon walikota dan wakil walikota. Mereka pun sudah diikutsertakan dalam Pemilukada. Hanya kebetulan saja pasangan Arief Wismansyah - Sachrudin yang keluar sebagai pemenang.

"Jadi kalau menurut saya semua sudah dikasih kesempatan yang sama untuk bertarung dalam Pemilukada. Artinya tahapan sudah selesai dan Pemilukada sudah selesai. Tapi kenapa MK mengotak-atik masalah tahapan lagi. Ini yang menurut saya janggal," terangnya.

Refly menambahkan, bahwa putusan MK yang menunda kemenangan Arief - Sachrudin dan memerintahkan KPU Banten untuk memverifikasi keabsahan dukungan partai politik bagi pasangan Ahmad Marju Kodri - Gatot Suprijanto dan Harry Mulya Zein - Iskandar kurang masuk secara logika. Pasalnya yang jadi obyek sengketa pasangan Arief - Sachrudin, sedangkan pasangan ini dinyatakan tidak bersalah dan memenuhi syarat pencalonan.

"Tapi kenapa MK malah ngurusin pasangan lain? Ini yang menurut saya terdengar aneh," pungkasnya.