TangerangNews.com

KPK Jangan Petieskan Kasus Hatta Rajasa Terkait Korupsi Gerbong KRL

Rangga Agung Zuliansyah | Jumat, 27 Juni 2014 | 18:37 | Dibaca : 6830


KPK (tangerangnews / kpk)



  
JAKARTA - Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia (AMTI), menuntut Hatta Radjasa sebagai saat menjabat Menteri Perhubungan 2004-2007 untuk segera disidik dalam perkara korupsi hibah gerbong kereta api listrik bekas dari Jepang.
 
Korupsi yang terjadi di lingkungan Departemen Perhubungan pada  2006 ini, sesuai fakta persidangan, Pengadilan Tipikor sudah memvonis bersalah yang terlibat dalam pengadaan gerbong tersebut. Soemino Eko Saputro, Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan di era Menteri Perhubungan Hatta Rajasa yang ditetapkan sebagai tersangka pada 4 Nov 2009, telah divonis 3 tahun penjara kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 28 November 2011 dengan pelanggaran terhadap Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.
 
Inti kasus hibah gerbong kereta api ini adalah penggelembungan biaya pengiriman gerbong KRL bekas dari Jepang ke Indonesia yang telah merugikan negara Rp20,5 miliar. Di Tipikor angka kerugian memang sebesar itu, faktanya angka kerugian negara sebenarnya jauh di atas itu, kata Tommy T SH, Ketua AMTI.
 
Karena KPK sudah membawa soal gerbong ini ke Pengadilan Tipikor dan baru memvonis bersalah di tingkat Dirjen, padahal Hatta Rajasa sudah disebut-sebut terlibat di persidangan, walau saat ini dia masih saksi kuat yang mengetahui peristiwa, penyidik harus melanjutkan dan meningkatkan status Hatta Radjasa sebagai tersangka utama, tegas Tommy T SH melanjutkan.
 
Terpidana Soemino Eko Saputro, meminta KPK agar memeriksa Hatta Rajasa. Karena justru Hatta Rajasa-lah Aktor semua dibalik korupsi gerbong kereta api hibah ini, bahkan dalam persidangan Tipikor pun, Soemino sudah meminta KPK untuk memeriksa Hatta Rajasa. Tidak ketinggalan, ICW juga menguatkan, membenarkan, dan memastikan keterlibatan langsung Hatta Rajasa dalam perkara ini.
 
Sebelumnya, pengamat hukum, Kapiran, mendesak KPK segera menetapkan mantan Menteri Perhubungan Hatta Rajasa itu sebagai tersangka. Jangan hanya anak buahnya saja yang dijadikan tumbal. Sudah jelas Hatta mengetahui dan mengeluarkan kebijakan hibah tersebut.
 
Tommy memberikan peringatan agar KPK sebagai lembaga korupsi tidak tebang pilih dalam perkara ini. Harus tetap berani siapapun dia, termasuk keterlibatan adiknya, Hafiz Tohir. KPK harus mengusut tuntas dan jangan sampai KPK menghentikan ataupun mempetieskan perkara korupsi hibah kereta api Jepang ini.
 
Peran Hatta Rajasa
 
Kasus dugaan korupsi hibah gerbong kereta rel listrik bekas produksi 1964-1981 pemberian hibah Jepang pada 2006-2007 terbukti merugikan Negara Rp 20,5 miliar yang melibatkan Soemino Eko Saputro, Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan di era Menteri Perhubungan Hatta Rajasa. Hibah tersebut bermula ketika Jepang tidak lagi menggunakan kereta listrik sejak tahun 1998-1999.
 
Dalam persidangan, jaksa KPK mengatakan bahwa proyek pengangkutan kereta api listrik hibah dari Jepang itu dilakukan dengan menunjuk langsung perusahaan Jepang, Sumitomo Corporation, sebagai rekanan dengan biaya jasa angkut Rp 475 juta per unit. Meskipun pada mulanya proyek hibah alias pemberian gratis, pengadaan kereta bekas ini ternyata memerlukan biaya besar. Untuk 60 unit kereta (30 unit milik Tokyo Metro dan 30 unit milik Toyo Rapid Railway), pemerintah Indonesia harus mengeluarkan Rp 48 miliar untuk biaya pengapalan dari Tokyo ke Jakarta plus asuransi perjalanan. Akibat penunjukan langsung itu, negara dirugikan Rp 20,5 miliar.

Kasus ini bermula ketika Soemino pada 2005 mengusulkan menambah sebanyak 160 unit KRL. Rencana ini kemudian disetujui Hatta Rajasa. Soemino lalu memerintahkan anak buahnya untuk mencari KRL bekas ke perusahaan The Japan Railway Technical Service Daiki Ohkubu.

Setelah mendapat kereta hibah, Departemen Perhubungan menganggarkan Rp 76 miliar untuk mengangkut 160 unit kereta. Kenyataannya, negara dibebani biaya terlampau mahal untuk mengangkut gerbong kereta tersebut.

Dalam keterangannya, Soemino menyatakan penunjukan langsung yang dipersoalkan oleh pengadilan, itu dilakukannya atas perintah Hatta Rajasa. Ia menyodorkan tiga lembar disposisi yang semuanya ditandatangani Hatta, walaupun Hatta membantah.
 
Menurut Majelis Eksaminator, Alvon Kurnia Palma, saat penyampaian hasil eksaminasi kasus Pengangkutan Keretaapi Eks-Jepang, di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), menilai ada sejumlah dugaan keterlibatan mantan Menhub yang diabaikan.
 
Pada 2005, keputusan untuk menambah kereta api listrik (KRL) bekas dari Jepang diambil dalam rapat pimpinan pada bulan September. "Menhub hadir bersama seluruh Dirjen," ujarnya seraya mengatakan inisiatif pengadaan ini, dalam dakwaan jaksa, berasal dari Hatta Rajasa.
 
Dari fakta persidangan, menurut Koordinator Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Febridiansyah, KPK dapat menjerat Hatta Rajasa dengan pasal gratifikasi karena pemberian diduga terkait jabatan. Fakta juga bahwa Sumitomo Corporation membiayai Hatta Rajasa yang saat itu menjabat menteri perhubungan bermain golf di Ibaragi, Jepang pada akhir tahun 2005.
 
Soemino Eko Saputro juga mengakui ikut mendampingi Menhub Hatta Rajasa ke Jepang untuk urusan KRL bekas itu. “Saya berangkat ditugaskan untuk mengawal Menhub dan waktu itu saya menginap bersama Bapak Menhub,” lanjut Soemino. Sayangnya, KPK tidak mendalami episode perjalanan kedua ke Jepang yang terjadi sekitar tanggal 7-11 Agust 2006.
 
Soemino sendiri saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor juga sudah menjelaskan keterlibatan Hatta dalam survei kereta rel listrik (KRL) ke Tokyo, Jepang semua atas biaya Sumitomo Corporation.
 
Menurutnya, semua pembiayaan transportasi dan akomodasi selama di Jepang ditanggung secara patungan oleh Mistsubishi, Hitachi, Wijaya Karya dan Sumitomo Joint Operation (MHWS Joint Operation).

Soemino menambahkan, bahwa dalam persidangan, ia sudah pernah meminta KPK memeriksa Hatta. Permintaan Soemino, ini melalui kuasa hukumnya Tumpal H Hutabarat, mestinya Hatta diperiksa, karena penunjukan langsung perusahaan Sumitomo Corporation atas persetujuan Hatta.

Selain itu, lanjut Tumpal, proyek pengangkutan KRL dari Jepang juga dilakukan atas perintah Hatta. Sebelumnya Soemino terlebih dahulu melakukan survei dan melaporkan kepada Hatta bahwa perkiraan biaya pengiriman satu unit kereta mencapai Rp 720 juta.
 
Yang menarik, saat Soemino melakukan survei ke Jepang, tanpa diketahui sebelumnya, ternyata telah ada empat orang di luar Kemenhub yang ikut dalam proyek ini. Keempat orang tersebut salah satunya adalah adik kandung Hatta, Hafiz Tohir. Terkait dengan hal itu, Tumpal meminta penyidik KPK untuk menelusuri kaitan  Hafiz dalam proyek pengangkutan kereta api yang telah merugikan keuangan negara hingga Rp28 miliar itu.
 
Pada November 2005, Hatta memerintahkan Soemino pergi ke Jepang untuk meninjau kondisi barang di sana. Berangkatnya dibiayai perusahaan pemenang tender (Soemitomo Corp).
 
Perjalanan ke Jepang terjadi saat proses pengadaan masih tahap persiapan. Saat memutuskan pemilihan rekanan, Soemitomo dipilih melalui penunjukan langsung. Hatta disebutkan memberi persetujuan penunjukan langsung pada Soemitomo Corp melalui surat No. KA.001/A.238/DJKA/11/06 tentang pengangkutan kereta dari Jepang. Surat tersebut dibuat oleh Soemino.
 
ICW memastikan keterlibatan Hatta memang tak bisa dipungkiri, namun sampai hari ini, Hatta tak sedikitpun tersentuh oleh hukum, yang ada justru melanggengkan dirinya untuk menjadi Cawapres.
 
Menurut Busyro, KPK tak bisa segera menyelidiki Hatta berdasarkan pernyataan Soemino saja. Komisi akan terus mengumpulkan informasi soal keterkaitan dan keterlibatan Hatta. "Itu hanya menyebut-nyebut saja, KPK tak berhenti pada penyebutan, harus mengumpulkan informasi dan alat buktinya," kata Busyro.

Begitu juga dengan keterlibatan adik Hatta Rajasa, Hafiz Tohir. Pengembangan penyelidikan kasus ini, kata Busyro, terus berlanjut. "Kalau pada saatnya (Hafiz) harus dimintai keterangan, ya kami minta," kata dia.
 
Menurut VIVAnews, bahwa Mantan Menteri Perhubungan, Hatta Rajasa, mengaku tidak mengetahui pengadaan gerbong kereta api listrik eks Jepang terindikasi korupsi. Menteri Perekonomian ini justru mengaku, saat pengadaan itu dia sudah tidak lagi bertugas di Departemen Perhubungan.