TangerangNews.com

Hexymer & Tramadol Menjadi Tren Baru Penyalahgunaan Narkoba di Tangerang

Mohamad Romli | Senin, 30 Oktober 2017 | 20:00 | Dibaca : 8870


Direktur Reserse Narkoba Polda Banten, Kombes Pol Yohanes Hernowo bersama Kapolresta Tangerang AKBP M Sabilul Alif saat Menunjukan Barang Bukti, di Mapolresta Tangerang, Senin (30/10/2017). (@TangerangNews.com / Mohamad Romli)


TANGERANGNEWS.com-Peredaran hexymer dan tramadol di wilayah hukum Polresta Tangerang sangat mengkhawatirkan,  karena dua jenis obat keras tersebut masih mendominasi jika dibandingkan jenis obat atau zat terlarang lainnya.

Hal itu terungkap dalam pers rilis Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten yang digelar di Mapolresta Tangerang, Senin (30/10/2017).

Dalam ekspose yang dipimpin Direktur Reserse Narkoba Polda Banten, Kombes Pol Yohanes Hernowo, 8.320 butir tramadol dan 8.801 butir hexymer berhasil disita jajaran Polres dan Polresta di Banten selama periode 1 September sampai 15 Oktober 2017.

Dari jumlah tersebut, 2.819 butir tramadol dan 2.232 butir hexymer berasal dari barang bukti yang  amankan Polresta Tangerang.

Namun, angka ini berbeda dengan data yang dirilis oleh Satuan Resnarkoba Polresta Tangerang.

Pada kesempatan yang sama, Satuan Resnarkoba Polresta Tangerang memaparkan data jumlah hexymer dan tramadol yang disita selama periode September sampai Oktober 2017 sebanyak 2.060 butir tramadol dan 3.200 butir heximer. 

Selain di Kabupaten Tangerang, wilayah yang rawan peredaraan kedua obat keras tersebut di Kabupaten Serang, selama periode tersebut, Polres Serang mengamankan 2.382 butir tramadol dan 2.820 butir hexymer. 
#GOOGLE_ADS#

Kasat Resnarkoba Polresta Tangerang, Kompol Sukardi mengatakan, wilayah yang rawan peredaran obat yang masuk golongan G tersebut adalah Kecamatan Solear sekitar wilayah Taman Adiyasa, Cisoka dan Pasar Kemis.

"Penggunanya sebagian besar kalangan remaja yang enggak punya duit tapi ingin mabuk" ujarnya. 

Maraknya peredaran hexymer dan tramadol tersebut ditambahkan Sukardi karena bisa didapatkan dengan harga murah.

Sehingga dengan uang Rp5 ribu sampai Rp20 ribu, anak-anak remaja sudah bisa memperoleh obat yang keras yang semestinya dikonsumsi berdasarkan resep dari dokter.

Sementara dampak dari mengkonsumsi kedua obat tersebut diluar resep dokter sangat berbahaya bagi kesehatan bahkan ditekankan Sukardi bisa menjadi pemicu tindak pidana kejahatan. 

"Pengguna makin berani dan (bisa)  ketagihan," tukasnya.(DBI/HRU)