TangerangNews.com

Kisah Korban Banjir di Pesona Serpong, Tetap Tersenyum Karena Bayinya Selamat

Rachman Deniansyah | Kamis, 2 Januari 2020 | 16:05 | Dibaca : 695


Keluarga Ila Rofikoh, 40, yang menjadi korban banjir di Perumahan Pesona Serpong, Kademangan, Setu, Tangerang Selatan. (TangerangNews/2019 / Rachman Deniansyah)


 

TANGERANGNEWS.com-Ila Rofikoh, 40, warga Blok D Perumahan Pesona Serpong, Kademangan, Setu, Tangerang Selatan, menjadi salah satu korban bencana banjir yang terjadi, Rabu (1/1/2020) kemarin. 

Berada di posko pengungsian yang terletak di SDN Kademanga  02, ibu empat anak itu mencurahkan keluh kesahnya kepada TangerangNews. 

Menurutnya, selama lebih dari 10 tahun ia tinggal di perumahan itu, bencana banjir yang dialaminya kini merupakan bencana paling parah. 

"Sering banget banjir di sini mah, terakhir bulan April kemarin. Itu lumayan parah tapi cepat surutnya. Kalau ini,  benar-benar parah. Rumah saya sampai seatap," kata Rofikoh, Kamis (2/1/2020).

Keluarga Ila Rofikoh, 40, yang menjadi korban banjir di Perumahan Pesona Serpong, Kademangan, Setu, Tangerang Selatan.

Ia mengatakan, saat banjir menerpa, tak ada barang-barang berharga yang dapat diselamatkan, kecuali pakaian yang melekat di badan. Namun yang terpenting baginya, empat buah hatinya harus tetap dalam gandengannya. 

Empat anaknya itu, masing masing berusia 11 bulan, 9 tahun, 10 tahun,  dan 15 tahun.

"Yang saya pikirin cuma anak-anak saya. Saat itu, barang sudah saya rapihkan. Tapi banjir keburu tinggi. Yang penting saya bawa anak saya," imbuhnya. 

Tentu, kata dia, bencana ini tak akan terlupakan. Harta benda seisi rumahnya terendam begitu saja. Namun, meski demikian ia tak larut dalam kesedihan. Bahkan dirinya tetap bisa tersenyum karena telah berhasil menyelamatkan harta yang paling berharga baginya, yakni bayinya yang berusia 11 bulan.

"Anak saya ini, baru 11 bulan. Yang penting dia selamat. Ini yang buat saya tersenyum. Alhamdulillah dia enggak rewel," katanya. 

#GOOGLE_ADS#

Namun, kata dia, ketika bermalam di pengungsian, anaknya itu sempat menangis kencang. Saat itu, ia panik dan berusaha keras menghibur anaknya agar berhenti menangis. 

Ia menuturkan, saat di pengungsian, tak ada makanan yang tepat bagi anaknya. Dengan segala keterbatasan, ia hanya bisa menyapi anaknya itu dengan sepotong roti.

"Jadi nangis terus, saya panik. Dia ini kelaparan. Enggak ada makanan yang pas. Saya cuma bisa kasih roti saja," terangnya.

Ia menuturkan, tangisan anaknya pun semakin pecah karena kondisi posko pengungsian yang gelap gulita.

"Jadi enggan betah, karena panas. Anak saya enggak bisa tidur. Tapi setelah di buka ruang baru, anak saya baru bisa tidur," katanya. 

Hingga saat ini, meski banjir sudah surut, ia masih bertahan di pengungsian. Sebab, rumahnya yang habis terendam, masih dipenuhi lumpur. 

"Sekarang suami saya lagi bersih-bersih. Sekarang saya pilih buat di sini dulu. Kasihan anak-anak saya. Kalau di sana juga ngeri," pungkasnya.(RMI/HRU)