TangerangNews.com

Ayah & Bunda, Tanamkan Sikap Kritis kepada Buah Hati Sejak Dini

Mohamad Romli | Sabtu, 4 Juli 2020 | 13:11 | Dibaca : 2247


Seorang anak tengah mengakses media sosial Youtobe. (TangerangNews / Mohamad Romli)


 

TANGERANGNEWS.com-Fase perkembangan anak membutuhkan pendampingan intens dari orang dewasa. Kemudahan mengakses internet membuat anak segala usia mudah mendapatkan informasi dan tontonan.

Kadang, tak semua konten di media sosial dan internet tersebut sesuai dengan usianya. Di sinilah peran orang dewasa sangat penting untuk memberikan penjelasan.

Usia anak, terlebih pada fase sebelum masuk bangku sekolah dasar, adalah fase kritis. Anak banyak mencari informasi dari lingkungan sekitar serta media lainnya.

Kondisi yang mengkhawatirkan saat ini, anak-anak sangat familiar dengan gadget, terutama konten-konten di Youtobe.

#GOOGLE_ADS#

Anak dengan jari lentiknya bisa mengakses tayangan apapun, namun lebih banyak tayangan permainan (games).

Tak sedikit games yang kontennya bermuatan kekerasan yang dapat berdampak buruk bagi tumbuh kembang kejiwaan anak.

Penulis fiksi ternama, Eka Kurniawan, berbagi cerita bagaimana menanamkan sikap kritis pada buah hatinya. Dalam tulisan yang diunggah di akun media sosial miliknya, Eka yang terkenal karena novel Manusia Harimau serta beberapa judul lainnya sempat dikagetkan oleh pertanyaan anaknya.

"Minggu lalu, saya banngun tidur siang dan menemukan anak saya, 9,5 tahun, duduk menunggu. Biasanya ada sesuatu yang ingin dia ceritakan. Saya pun bersiap pasang telinga," tulis Eka dalam status laman Facebooknya, 16 jam lalu saat diakses TangerangNews, Sabtu (4/7/2020) pukul 12.00 WIB.

“Ayah tahu enggak, di Amerika ada polisi nginjek orang kulit hitam sampai mati,” tanya sang anak kepada Eka.

Eka pun mengaku pura-pura tak tahu, “Oh, ya?” jawab Eka kepada buah hatinya.

“Iya. Dan tahu enggak, di Papua juga begitu,” jawab sang anak yang cukup membuatnya terkejut.

Eka menceritakan, ia biasa mengajari anaknya hal-ihwal sosial-politik, biasanya masih hal-hal sederhana. Tapi, itu kesempatan bagi Eka untuk bicara tentang rasialisme, tentang Papua dalam konteks Indonesia, dan sedikit tentang polisi (dan tentara).

Namun, di luar itu, ada hal yang lebih penting segera diketahui, yaitu sumber informasi sang anak.

"Dia menyebut kanal video. Saya tanya lagi, emang kanal itu bisa dipercaya? Dia bilang, dia juga melihat berita itu sekilas di TV," tulis Eka.

Eka berpendapat, sangat penting menanamkan ke anak terkait sumber informasi. Dia menegaskan, dirinya harus memastikan sumber informasi anaknya. "Jika mungkin, cek kredibilitas sumber," kata dia.

Banyak orang menganggap urusan melek literasi selesai dengan anak suka membaca. Bagi pria berkacamata itu, tidak. Tantangan lebih berat justru ketika sumber bacaan (informasi) bisa diperoleh dengan mudah, bahkan tanpa mencarinya. Anak harus memiliki kemampuan tak hanya bisa menjadikan dirinya sebagai pembaca, namun juga harus menjadikan dirinya editor dan pengecek fakta.

"Kita mungkin udah kehilangan harapan berhadapan dengan orang-orang dewasa urusan sumber, sumber dan sumber. Lelah dengan media yang menyajikan fakta sumir, mendekati gosip. Tapi, setidaknya bisa membiasakan anak-anak dengan pertanyaan-pertanyaansederhana, “Siapa yang mengatakannya?”, “Dari mana kamu tahu itu?”, “Gimana kamu yakin itu bener?”, dan sejenisnya," terangnya.