TangerangNews.com

Untuk Setiap Doa Atas Suaka 

Dena Perdana | Jumat, 1 Januari 2021 | 15:00 | Dibaca : 412


Keberagaman. (@TangerangNews2021 / Istimewa)


Oleh : Tata 

Pada beberapa malam terakhirnya, bapak selalu meminta ibu berdoa di surau tengah kota. Sebagai marbot surau, beliau ingin agar surau kami tetap terisi dengan hati dan lantunan doa suci.  Kata bapak, dunia bukan lagi tempat yang nyaman untuk ditempati. Dan, ia tak ingin surau kami dilupakan ketika ia pergi nanti. 

 

Surau itu sederhana, tak lebih dari sekedar bangunan 5 x 5 dengan sajadah usang tergelar dan mihrab tanpa mimbar. Biasanya, bapak lah yang selalu melantunkan panggilan salat. Dengan suara sederhananya, bapak selalu mengeluelukan namaNya. Karena kata bapak, begitulah seharusnya kita menyerukan namaNya. Bapak mencintai penciptanya melebihi ia mencintai kami keluarganya, dan kupikir, aku mengerti mengapa. 

 #GOOGLE_ADS#

Pada malam beberapa terakhri-nya. Sesosok remaja tertatih kedepan pintu altar Gereja. Ia gemar sekali mengendap-endap pergi dari kamarnya. Mengelabui suster jaga disekitar lorongnya, hanya untuk pergi ke Gereja yang terletak di depan rumah sakit, tempatnya dirawat beberapa waktu belakangan. 

 

Seperti rutinitas baru, lelaki itu akan tertunduk di beberapa bangku deretan belakang. Memperhatikan altar megah di depan sana. Sebelum akhirnya menelungkupkan kedua tangannya dan menutup matanya untuk sekedar berdoa. 

 “Ya Allah Bapak. Maafkan aku sang pendusta. Aku tahu aku bukan manusia yang pantas dikatakan baik selama hidup didunia. Namun, kalau usiaku tak lebih dari dua hari yang dikurangi satu. Ku harap Engkau mau berbaik hati menerangkan mereka yang kelak patah karena kepergianku. Ya Allah Bapak, maafkan aku”. 

Begitu selalu doa kecil yang dia panjatkan dalam diam. Ia mengerti, hanya Tuhan yang mampu menghakiminya. Terlebih semua hal-hal yang buruk yang ia lakukan selama di dunia.  Untuk terduduk di deretan terdepan altar saja, ia merasa hina karena ia tahu Tuhan tak sampai hati untuk menerimanya. 

 #GOOGLE_ADS#

Maka dari itu, permintaan maaf yang selalu keluar dari mulutnya merupakan doa untuk hatinya. Mungkin ketika saatnya tiba, Tuhan mau memaafkannya.  Pada beberapa hari terakhirnya Memey tak pernah banyak bicara. Dan, si bungsu selalu bertanya mengapa, apa dewa sedang menghakimi Memey dari atas sana. 

 

Memang karma apa yang sedang Memey tanggung di dunia, hingga lantas tak mampu buat Memey lakukan apa-apa. Pertanyaan-pertanyaan semacamnya, selalu dia tanya kepadaku, kakaknya yang tak mengerti harus menjawab apa.  Bapak bilang, ada saudara jauh kami yang tak suka pada Memey. Kepercayaan tradisional kami rakyat Hindu Bali mungkin akan terdengar masuk akal, jika dilihat dari beberapa sisi, walau sejujurnya aku pun tak pernah benar-benar mengerti tentang salah dan benar dunia ini. 

Pada hari baik kami sekeluarga pergi ke Pura. Sang Hyang Widhi penguasa bumi, langit dan surga. “Semoga kau Anugerahkan kebaikan dunia untuk kami semua”. 

 

Sejak kecil aku selalu suka ke pura melihat lalu lalang mereka yang juga ingin berdoa, berharap agar Dewa lantas mendengarkan apa mau kita. Seperti apa yang juga ku yakin dalam Tri Hita Karana. Ku harap setiap hubunganku pada semesta, selalu terjaga dengan baik adanya. Dan, apa pun yang terjadi pada Memey nantinya, aku percaya sang Hyang Widhi bersama kami semua. 

 #GOOGLE_ADS#

Dari atas semesta Tuhan memperhatikan setiap umatnya berdoa. Ada cahaya yang terpancar dari mereka-mereka yang hingga mala mini masih melantukan doanya.  Tanpa melihat siapa, Tuhan akan senantiasa mereka yang menyebut namanya, apapun itu sebutan namanya.    Dari atas semesta Tuhan turunkan bencana. Tuhan ambil nyawa mereka yang paling dicintainya. Tuhan ingatkan mereka untuk tetap membumi, tanpa pernah melangitkan diri. Dari atas semesta, ada hal yang tak kasat mata yang tak akan mampu sampai pada nalar manusia. 

 

"Ada duka yang menyerupai suka, ada suka yang menyerupai duka".