TangerangNews.com

Sandal Jepit VS Jalan Berlubang, Mana yang Harus Diperhatikan?

Rangga Agung Zuliansyah | Minggu, 19 Juni 2022 | 23:32 | Dibaca : 1574


Hana Annisa Afriliani, S. S., Penulis Buku dan Aktivis Dakwah (@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)


Oleh: Hana Annisa Afriliani, S.S, Aktivis Dakwah dan Penulis Buku 

 

TANGERANGNEWS.com-Baru-baru ini, media sosial dihebohkan dengan mencuatnya berita soal larangan menggunakan sandal jepit bagi pengendara sepeda motor. Hal itu pun menuai beragam komentar dari netizen, termasuk memunculkan guyonan netizen atas larangan tersebut. Namun, Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri mengatakan bahwa hal tersebut sekadar imbauan, bukan larangan yang akan terkena sanksi tilang jika dilanggar. 

Alasan imbauan tersebut adalah demi meminimalisasi gesekan saat terjadi ga kecelakaan. Karena sandal jepit dianggap tidak mampu memberikan perlindungan maksimal kepada kaki pengendara. Sekilas alasan tersebut cukup masuk akal, namun alangkah lebih baiknya jika kita menilik lebih dalam terhadap akar musabab terjadikan kecelakaan lalu lintas. 

Imbauan larangan menggunakan sandal jepit saat mengendarai sepeda motor sejatinya upaya preventif yang sifatnya cabang. Ada upaya preventif yang selayaknya lebih diperhatikan karena selama ini seringkali menjadi penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas, yakni jalan berlubang. 

Hal tersebut seharusnya lebih menjadi perhatian pemerintah untuk segera dibenahi, karena di beberapa ruas jalan masih banyak jalan rusak yang sangat membahayakan para pengguna jalan, khususnya pengendara. Sebagaimana dilansir oleh Tangerangnews.com (10/05/2022), bahwa terdapat jalan berlubang di daerah Rawa Buntu Kota Tangerang Selatan yang seringkali dikeluhkan pengguna jalan. Bahkan dikabarkan pada akhir Desember 2021 lalu, seorang pengendara motor hampir celaka akibat motornya terbelah dua karena menghantam jalan rusak di Jalan Raya Mauk, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang. 

Persoalan jalan rusak ini seolah tak pernah selesai, malahan terdapat sejumlah polemik di baliknya. Sebagaimana yang terjadi dalam kasus perbaikan Jalan Garuda dan Jalan Juanda di Kecamatan Batuceper, Kota Tangerang yang berlangsung berlarut-larut karena status kepemilikan aset. Sebagaimana disampaikan oleh Wali Kota Tangerang, Arif Wismasyah bahwa perbaikan jalan terkendala karena asetnya milik Angkasa Pura. Beginilah jika fasilitas publik dikuasai/diprivatisasi oleh swasta, akhirnya rakyatlah yang menjadi korbannya. Pemerintah pun seolah tak memiliki kuasa, karena hak kepemilikan bukan di tangannya.

#GOOGLE_ADS# 

Padahal sejatinya jalan merupakan fasilitas publik yang haram untuk kuasai swasta. Sebaliknya wajib sepenuhnya dikelola oleh negara demi kepentingan rakyat. Negara juga wajib menjamin kelayakan jalan tersebut demi menjamin keamanan pengguna jalan. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya para aparatur negara yang secara rutin mengecek kualitas jalan di setiap wilayah. 

Hal tersebut harus dipahami oleh penguasa, karena merupakan amanah atas kepemimpinannya. Dia harus bertanggungjawab terhadap pemenuhan hak-hak rakyat yang dipimpinnya. Potret penguasa demikian tercermin dalam sistem pemerintahan Islam, yakni pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Pada saat itu, beliau berkata, "“Seandainya seekor keledai terperosok di kota Baghdad niscaya Umar akan diminta pertanggungjawabannya (oleh Allah), seraya ditanya: Mengapa tidak meratakan jalan untuknya?”

Betapa Umar bin Khattab r.a semestinya menjadi teladan bagi setiap pemimpin hari ini, yang hatinya peka terhadap kepentingan umat. Umar bin Khattab begitu mengkhawatirkan nasib seekor keledai, apalagi nasib rakyatnya.

Tak hanya itu, Umar bin Khattab juga kerap 'blusukan' di malam hari seorang diri, tanpa pengawal, apalagi sorot kamera media massa. Umat melakukan hal itu karena rasa tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Beliau benar-benar memastikan bahwa tak ada satu pun rakyatnya yang kelaparan. Lantas, adakah sosok pemimpin seperti Umar bin Khattab hari ini? 

Sungguh, persoalan kecelakaan lalu lintas harus diselesaikan secara sistemis, bukan sekadar mengimbau agar pengendara tak pakai sandal jepit. Di sinilah pemikiran sekelas negarawan dibutuhkan dalam memecahkan problem ini, bukan pemikiran reaksioner yang sekadar tambal sulam masalah yang ada. Wallahu'alam bis shawab.