TANGERANGNEWS.com-Revolusi industri 4.0 telah mengubah pola distribusi barang. Kini, berbagai produk sangat mudah dipasarkan melalui platform daring (online). Namun celakanya, produk luar pun turut membanjiri pasar dalam negeri. Sementara produk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam negeri tidak banyak dilirik pangsa pasar luar, bahkan terkadang di dalam negeri sendiri.
Platform ekonomi digital ini pun berdampak pada tersedot uang ke luar negeri.
Dituturkan Presiden Direktur Utama Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia (BMI) Kamaruddin Batubara, berbeda dengan platform tersebut, koperasi justru menjadi jawaban kondisi ekonomi saat ini.
"Era digital ini seharusnya gak masalah, hanya merubah cara belanja saja. Nah, sekarang kalau yang belanja (online) gak ada, karena setiap orang belanjanya dikoperasi, belanja online juga dikoperasinya, siapa yang dapat order itu, Indonesia atau luar?," ungkap Kamaruddin kepada wartawan yang menjawab pertanyaan wartawan terkait tantangan koperasi ditengah maraknya produk luar negeri yang dijual melalui situs belanja daring disela-sela puncak perayaan Milad Kopsyah BMI ke-6 di Kitri Bakti, Curug, Kabupaten Tangerang, Sabtu (23/3/2019).
Menurutnya, jika kesadaran berkoperasi telah tumbuh dan mengakar kuat di Indonesia, apapun produk luar yang ditawarkan tidak akan merubah pola konsumerisme, karena setiap anggota koperasi memenuhi kebutuhannya melalui koperasi.
"Sebenarnya kalau kesadaran berkoperasi ini kita bangun, militansi anggota kuat, siapa yang mau beli (produk) mereka. Kalau semua kebutuhan dibeli dikoperasi, apa yang mau dijual secara online?," tambahnya.
"Makanya, kekuatan dan semangat berkoperasi harus kita perkuat. Semua kita ajak berkoperasi. Kebutuhan sendiri dipenuhi, permodalan juga. Lalu apa yang mau diorder dari luar, karena disini (Indonesia) kuat," sambungnya.
#GOOGLE_ADS#
Ia juga mengatakan, esensi berkoperasi adalah semangat gotong royong untuk membantu sesama dengan kepedulian. Ia mencontohkan soal mengembangkan pelaku UMKM. Koperasi mendampingi para pelaku usaha tersebut mulai dari permodalan, produksi hingga pemasaran. Karena, kata Kamaruddin, tolong-menolong merupakan ruh dari koperasi.
"Sekarang persoalannya, usaha mikro yang dibantu (Pemerintah), usaha mikro yang mana?. Usaha mikro mana di Tangerang yang bisa mendapatkan order dari unicorn-unicorn? Kan gak ada. Rata-rata dari luar, dari Cina yang banyak, dari kita gak ada. Artinya apa? produk luar sampai kesini, uangnya juga lari ke luar. Kita dapat apa? cuman konsumen terus," tukasnya.
Sementara Deputi Pembiayaan pada Kementerian Koperasi dan UKM Yuana Sutyowati mengatakan, saat ini di Indonesia ada sekitar 4.900 koperasi syariah. Ia pun memiliki harapan besar kepada koperasi syariah tersebut untuk membantu pembiayaan para pelaku UMKM.
Pasalnya, kata dia, berdasarkan data tahun 2017 saja, dari 62,9 juta pelaku UMKM, baru 19,8 persen yang terlayani permodalannya oleh pihak perbankan
"Coba bayangkan. Kemudian kalau target pemerintah tahun 2019 sebesar 25 persen, dari 62,9 juta itu paling 15 juta yang bisa dilayani oleh bank," ucapnya di lokasi acara Milad ke-6 Kopsyah BMI tersebut.
Yuana juga menyoal soal kerumitan pelaku UMKM saat mengakses pembiayaan dari bank yang kerap terbentur oleh berbagai persyaratan yang terkadang tidak bisa dipenuhi. Sehingga, Koperasi Simpan Pinjam (KSP), kata dia, menjadi tumpuan bagi para pelaku UMKM yang membutuhkan permodalan.
"KSP ini salah satu solusi, ada sekian ribu KSP yang bagus. Contohnya BMI syariah," katanya.(RMI/HRU)