TANGERANGNews.com-Gairah dalam pikiran para pengurus dan tim medis dari PMI Kota Tangerang terlihat seperti mau meledak saat ‘mengintip’ markas PMI Kota Padang pada Kamis 24 November 2016 lalu. Penyebabnya tak lain karena mereka tersulut semangat untuk memaksimalkan seluruh kondisi yang ada. Termasuk persoalan lahan yang hingga kini menjadi dinding permasalahan.
Keberhasilan PMI Kota Padang yang mampu memiliki berbagai peralatan dan ruang yang memadai menjadi dorongan para aktivis yang bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan itu untuk berkeinginan membuat sesuatu yang lebih dari saat ini.
Diakui Direktur Unit Donor Darah (UDD) PMI Kota Tangerang dr David Sidabutar, saat ini pihaknya memiliki ruang lahan yang terbatas. Tetapi permasalahan itu tidak ingin menjadi perangkap.
“Kami terpacu, kami ingin memaksimalkan pelayanan dengan penyediaan ruangan bagi penyimpanan alat-alat laboratorium unit transfusi darah,” ujar dr David.
Dalam kunjungan ke PMI Kota Padang, TangerangNews.com turut serta. Tampak dari ukuran bangunan dan luas lahannya memang jauh sekali jika dibandingkan dengan PMI Kota Tangerang. Dari segi peralatan juga disana lebih lengkap. Salah satu yang terlihat menonjol adalah seluruh ruang laboratorium sangat terjaga.
Hal itu terjadi karena mereka memiliki masing-masing ruang khusus. Seperti ruang dokter, ruang apheresis, laboraturium Nat, ruang logistik, ruang Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah, dan blood bank room. Berbanding terbalik kalau PMI Kota Tangerang seluruhnya disatukan dalam satu ruang sempit.
Padahal dari sisi pelayanan PMI Kota Tangerang jauh dengan PMI Kota Padang. Di sana hanya melayani 14.000 pendonor per bulan. Sedangkan di Kota Tangerang sebanyak 35.000 pendonor.
Dari jumlah sebanyak itu, darah yang keluar pun Kota Tangerang lebih banyak yakni 7.000, sedangkan Padang hanya 3.000 per bulan.
“Sebab di sini kami juga melayani kebutuhan RS Internasional di Tangsel dan Kabupaten, seperti Omni, Eka Hospitals, Siloams, serta Bethsaida, Mayapada. Jumlah penduduk juga jauh Kota Tangerang lebih banyak,” terangnya.
David mengatakan, idealnya memang seharusnya PMI Kota Tangerang telah memiliki kapasitas ruangan yang memadai.
Apalagi, PMI Kota Tangerang secara prinsip sebenarnya telah dinyatakan juga oleh PMI Provinsi Banten serta Kementerian Kesehatan sudah seharusnya menjadi tipe PMI Utama. Sebab, secara rutinitas seluruh tim medis sudah lebih handal karena lebih terbiasa menghadapi pelayanan dengan jumlah besar.
“Kita 24 jam melayani. Bahkan ambulans kita juga sudah sering melayani dalam penggunaan medis untuk keluar daerah. Beberapa kali kita antar yang terserang stroke secara gratris,” imbuhnya.
Selain itu, menurut dia harus ada sinergisitas antara BPBD, Kepolisian dan PMI dalam menangani bencana. Itu pun dia mencontoh dari Padang yang memiliki alat semacam ‘alarm’ benca. Dimana ketika terjadinya suatu bencana di daerah, seperti banjir dan kebakaran alat itu bersamaan menghubungkannya.
Ketua PMI Kota Tangerang Koeswarsa mengatakan, kondisi lahan gedung PMI memang sudah seharusnya diperluas. Sebab, memang seharusnya ada pemisahan ruang antar alat-alat laboraturium unit transfusi darah yang dapat menunjang maksimalnya pelayanan.
“Kita tidak ingin membiarkan kondisinya seperti ini terus. Harus terus disemangati mereka (sukarelawan). Kita berharap Pemerintah Kota Tangerang memfasilitasi kami, agar kami dapat lebih berbuat maksimal,” ujarnya.
Sementara itu, Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah mengatakan, pihaknya menunggu adanya ajuan konsep dari PMI Kota Tangerang mengenai persoalan tersebut.
“Sinergi Pemerintah Kota Tangerang dengan PMI selama ini selalu ada. Namun mengenai persoalan lahan, kebetulan kan Ketua PMI-nya anggota DPRD, ayo kita bahas bersama-sama,” ujarnya.