TANGERANGNEWS-Prita Mulyasari yang menjadi terdakwa dalam perkara pencemaran nama baik RS Omni Internasional, di Alam Sutera,Serpong, Kota Tangerang mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Banten yang memvonisnya dengan denda Rp204 juta. Prita melawan putusan itu dengan menggugat balik RS Omni Internasional sebesar Rp1 Triliun, siang ini.
Surat pernyataan kasasi tersebut diserahkan kuasa hukum Prita Mulyasari, Slamet Juwono kepada panitera Pengadilan Negeri Tangerang untuk dikirimkan ke Mahkamah Agung. Dia mengatakan, pihaknya baru menerima salinan resmi putusan Pengadilan Tinggi Banten. Atas putusan itu, pihaknya akan mengajukan gugatan balik terhadap PT Sarana Mediatama Internasional atau RS Omni Internasional, dr Hengky Gozali dan dr Grace Hilza Yarlen Nela. Gugatan balik yang diajukan Prita meliputi ganti rugi materiil sebesar Rp 113 juta dan ganti rugi imateriil sebesar Rp 1 triliun.
“Ganti rugi materil karena Prita tidak mendapatkan perawatan yang layak sebagai pasien sehingga penyakitnya bertambah parah. Sedangkan ganti rugi imateril sebagai pemulihan nama baik Prita karena telah dipenjarakan selama 21 hari. Siapapun tidak mau dipenjara seperti itu meskipun dibayar Rp 1 miliar,” tegas Slamet.
Menurut Slamet, sebenarnya gugatan balik sudah kita sampaikan pada saat banding lalu ke Pengadilan Tinggi Banten. Namun sayang, majelis hakim Pengadilan Tinggi Banten tidak mempertimbangkannya. “Semoga dalam gugatan balik ke Mahkamah Agung, Hakim Agung bisa mempertimbangkannya,” papar Slamet.
Slamet menambahkan, yang menjadi prioritas gugatan tersebut bukanlah uang, melainkan nama baik Prita Mulyasari. “Meskipun nanti hakim agung memutuskan gantir rugi materil hanya satu rupiah dan ganti rugi imateril hanya satu rupiah juga, tapi itu sudah lebih cukup buat kami untuk membuktikan Prita Mulyasari tidak bersalah,”
tandasnya.
Kepala Sekretariat RS Omni Internasional Hadi saat dihubungi mengatakan, pihaknya mempersilahkan Prita melakukan kasasi, karena itu sudah masuk ranah hukum . Saat ditanya bagaimana persiapan RS Omni dalah menghadapi gugatan balik Prita. “Kita akan menerima itu, kalau kita sih tidak ada persiapan apa-apa. Biarkan hukum berjalan,” tandas Hadi.
Kronologis
Kisah Prita bermula saat ia memeriksakan kesehatannya di RS Omni Internasional pada 7 Agustus 2008 lalu. Hasil laboratorium menyatakan kadar trombositnya 27.000, jauh di bawah normal 200.000. Akibatnya Prita harus menjalani rawat inap.
Setelah beberapa hari dirawat, kondisi Prita tak membaik. Saat keluarga meminta penjelasan, dokter justru menyampaikan revisi hasil tes trombosit dari 27.000 menjadi 181.000 tanpa memberikan lembar tertulis laboratorium. Dokter mengatakan Prita menderita demam berdarah.
Namun kesembuhan tak kunjung ia dapat. Lehernya malah bengkak. Maka Prita memutuskan pindah rumah sakit. Di rumah sakit kedua, Prita ternyata didiagnosa menderita penyakit gondong bukan demam berdarah.
Atas kondisi itulah Prita merasa dirugikan RS Omni Internasional. Ibu dua anak itu kemudian menulis surat keluhan dan mengirim kepada sejumlah rekannya melalui email. Dalam waktu singkat email itu beredar luas di sejulah milis dan blog.
Surat itu pun terbaca manajemen RS Omni Internasional. Atas keluhan Prita, rumah sakit di kawasan Alam Sutera itu kemudian menyeret Prita ke jalur hukum dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Prita dijerat pasal berlapis, yaitu Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik dengan ancaman hukuman 1,4 tahun penjara, Pasal 311 KUHP tentang pencemaran nama baik secara tertulis dengan ancaman 4 tahun penjara, serta Pasal 27 Ayat 3 UU ITE dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Prita yang terancam enam tahun penjara ditahan pada 13 Mei 2009. Namun tiga minggu kemudian hakim mengabulkan penangguhan penahanan Prita setelah muncul berbagai dukungan dari publik dan pejabat pemerintah. Hakim PN Tangerang juga menghentikan kasus Prita melalui putusan sela pada 25 Juni lalu. Namun, jaksa mengajukan banding atas keputusan tersebut dan terkabul. (rangga/dira)
Tags