TANGERANGNews.com-17 orang yang akan melakukan demonstrasi di Panwaslu Kota Tangerang ditangkap petugas Polres Metro Tangerang, Sabtu (25/2/2017). Mereka diduga aparat akan melakukan tindakan anarkis karena terdapat bensin dan ban di salah satu kendaraan pendemo.
Massa yang datang dengan menggunakan 15 mobil mini bus itu belum sempat melakukan aksi sudah diusir aparat Polres Metro Tangerang yang dimpimpin langsung oleh Kasat Intel Danu Wiyata dan Kabag Ops Polres Metro Tangerang AKBP Budi Asrul Kurniawan.
“Kita mendapati hal-hal yang diindikasikan akan terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Karenanya, kita usir dan beberapa kita amankan,” ujar AKBP Budi Asrul Kurniawan di dekat kantor Panwaslu Kota Tangerang.
Lebih dari 100 massa yang menamakan diri Gerakan Pemuda Tangerang itu pun akhirnya urung melakukan aksi demonstrasi. 17 diantaranya malah diamankan ke Polres Metro Tangerang. “Mereka membawa bensin dan ban bekas,” terang AKBP Budi.
Berdasarkan selembaran yang diterima wartawan di lokasi, Gerakan Pemuda Tangerang dan Lembaga Independen Kajian Publik Tangerang meyakini bahwa Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Tangerang telah menjadi bagian dari partisipan dari salah satu pasangan calon (Paslon) nomor urut 1, Wahidin Halim-Andika Hazrumy.
Seharusnya, kata dia, Panwaslu bukan lah partisan. Sebagai operator keamanan penyelengara Pemilu maupun Pilkada tidak boleh mendukung salah satu pasangan calon.
“Apalagi terlihat berpihak. Panwaslu bertugas untuk meningkatkan kualitas Pilkada. Kami selama ini melihat Panwaslu Kota Tangerang telah menjadi laskar tak berguna,” tulis dalam selembaran itu.
Putusan Panwaslu atas laporan kecurangan yang dilakukan Wahidin-Andika oleh kubu nomor urut 2, Rano Karno-Embay Mulya Syarief tidak mendapat respons yang baik.
“Tidak ada tindak lanjutnya. Panwaslu terlihat tak professional, hanya berkutat pada hal normatif saja. Panwaslu Kota Tangerang telah mengabaikan rasa keadilan masyarakat,” tuturnya dalam selembaran itu.
Seharusnya, melihat kasus yang dilaporkan, Panwaslu tidak hanya melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU). Melainkan juga menjerat seluruh pelaku yang melakukan tindak Pidana itu.
Baik pelaku yang menyebabkan terjadinya PSU, penggandaan C1 dan penggandaaan Suket. “Karena persoalan itu tidak selesai hanya dengan PSU, apalagi akibat dari tindakan itu termasuk dalam terstruktur sistematis dan massif. Ada apa Panwaslu mengabaikan itu,” tulisnya lagi.
Dalam selembaran itu juga ditulis, Ade Rossi istri Andika Hamzurmy menggunakan Himpaudi (Perhimpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini) untuk berkampanye di massa tenang saat berada di Pakuhaji, Kabupaten Tangerang pada 10 Februari 2017 lalu. Hal yang sama dilakukan Ade Rossi di Kabupaten Serang. Padahal Himpaudi mendapat dana hibah.
Yang kedua, diketahui di Teluknaga Kabupaten Tangerang, Ketua Asosiasi Pemerintah Desa (Apdesi) Surta Wijaya juga tidak diperiksa. “Padahal keterlibatannya pada kecurangan di 15 TPS tersebut sudah jelas. Bagaimana pun ini termasuk TSM karena melibatkan perangkat desa,”.
Kasus di Cisauk Kabupaten Tangerang juga, seharusnya petugas Panwaslu tidak menyerah ketika pelakunya melarikan diri.
“Kenapa enggak diperiksa itu Andika yang sudah jelas-jelas ada di dalam foto,”.
Belum lagi peristiwa di Kecamatan Larangan, Kota Tangerang. Setiap Kotak Suara di TPS yang ada di sana menurut selebaran itu, terdapat kelebihan Surat Suara hingga 30 lembar per TPS. “Ada kelebihan surat suara sekitar 70 ribu,” tulisnya.