TANGERANGNEWS-Rancangan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (RUU-PDRD) disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna DPR di Senayan, Selasa (18/8).
Ketua Pansus RUU PDRD, Harry Azhar Aziz menjelaskan, dengan disahkannya RUU ini menjadi UU, maka pemda provinsi dan kabupaten/kota sudah punya modal payung hukum untuk memungut pajak dan retribusi daerah. Dengan UU ini pula, kewengan pemda menjadi lebih luas karena berhak menetapkan tarif pajak dan retribusi sebatas masih dalam aturan UU ini.
"Namun sebaliknya, pemda tidak boleh memungut pajak dan retribusi selain yang sudah diatur oleh UU," terang Harry di gedung DPR, Senayan, Selasa (18/8).
Pajak yang boleh dipungut pemda provinsi ada lima jenis yakni pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan dan pajak rokok. Pajak rokok adalah pajak baru bagi pemda provinsi yang nantinya dibagi-bagi ke kabupaten/kota.
Sedang yang boleh dipungut pemkab/pemko ada 11 jenis yakni pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan buatan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan, dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.
Untuk pajak kendaraan bermotor menggunakan pola pajak progresif. Tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor ditetapkan menjadi 10 persen dari kendaraan pribadi, kendaraan umum lebih rendah 50 persen dari kendaraan pribadi. Bila harga BBM naik, perda dapat diganti melalui perpres. Pajak air tanah dipungut kabupaten/kota, pajak air pemukaan dipungut provinsi. Tarif pajak hiburan seperti panti pijat atau spa ditetapkan maksimal 75 persen. PBB pedesaan dan perkotaan menjadi pajak kabupaten /kota.
Pajak sarang burung walet adalah disetujui menjadi jenis pajak baru. Kabupaten atau kota yang tidak memiliki industri sarang burung walet tidak diperkenankan memungut. Azhar Aziz menjelaskan, usul pajak (opsent) telepon disepakati menjadi retribusi jasa umum bernama retribusi pengendalian menara telekomunikasi. Usul ERP (electronic road pricing) dari pemerintah akhirnya dihapus agar tidak menambah beban masyarakat karena infrastruktur tersebut bisa membuat kemacetan.
Sementara, pengelolaan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) akan dikelola pemerintah daerah mulai 1 Januari 2011. Sedangkan pajak rokok, Pajak Bumi Bangunan (PBB) perdesaan dan perkotaan akan dilaksanakan sepenuhnya per 1 Januari 2014.
“Sesuai pernyataan pemerintah, beberapa pajak baru yaitu BPHTB, PBB perdesaan dan perkotaan serta pajak rokok belum dikenakan tahun ini. Tapi mulai 2011 untuk BPHTB dan PBB serta pajak rokok mulai 2014,” ungkap Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Olly Dondokambey, Selasa (18/8).
Lebih lanjut dikatakan, ada penambahan jenis retribusi dari 27 menjadi 30. Meski demikian, legislator asal Sulawesi Utara (Sulut) ini optimis, tidak akan menambah beban masyarakat. Alasannya jenis retribusinya layak dipungut dan sudah dilaksanakan daerah.
“Dengan pajak, daerah bisa membangun. Karena itu masyarakat harus mendukung program peningkatan pendapatan daerah ini. Itu sebabnya mekanisme pengelolaan retribus/pajak antara daerah dan pusat diatur sedemikian rupa agar tidak tumpang tindih sehingga tidak membebankan masyarakat,” pungkasnya. (ir/jp)
Tags