Rabu, 27 November 2024

Makna Lebaran Bagi Buruh Tangerang

( / )

TANGERANGNEWS-Sejatinya, Lebaran Idul Fitri merupakan moment terindah untuk berbagi kebahagian bersama keluarga dan sanak family. Salah satu cara paling trend dilakukan adalah, dengan memanfaatkan moment libur lebaran untuk mudik ke kampung halaman. Kebiasan itu bahkan sudah dilakukan rutin dari tahun ke tahun oleh banyak kalangan, khususnya oleh kalangan pekerja (buruh-red). Maklum saja, selain adanya penghasilan lebih yang bisa didapat saat lebaran, seperti gaji, bonus hingga Tunjangan Hari Raya (THR), panjangnya waktu libur lebaran juga sangat memungkinkan digunakan untuk melepas rasa rindu terhadap keluarga dan sanak family di kampung halaman. Namun bagi sebagian kalangan buruh di Tangerang, indahnya moment lebaran tahun ini justru dirasakan sebagai nestapa dan kesedihan. Betapa tidak, ditengah kebahagiaan orang-orang yang dapat merayakan indahnya moment lebaran di kampung halaman, kaum buruh minoritas ini justru harus dirudung rasa was-was dan kegelisahan. Ada yang tidak bisa pulang kampung karena ketiadaan biaya. Ada pula yang harus pulang kampung karena telanjur kehilangan pekerjaan. Setidaknya kesedihan itu kini dirasakan Rosita (27). Karyawati PT Prima Inreksa Industries (PII) yang terletak di Jalan Industri Raya, Cikupa, Kabupaten Tangerang, ini memastikan tidak akan bisa pulang ke kampung halamannya di Medan, Sumatera Utara, dikarenakan ketiadaan biaya. Padahal, dua anaknya sudah kangen sekali ingin bertemu kakeknya. “Boro-boro bisa pulang kampung, buat kebutuhan hidup dan sekolah anak-anak disini saja saya sudah kewalahan. Selama ini, gaji yang saya dapat dari pabrik ditambah kegiatan sampingan dari menjahit yang saya lakoni cuma cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari,” kata janda dua anak itu berkeluh. Dijelaskan Rosita, gaji yang diterimanya saat ini dari PT PII setiap bulan hanya sebesar Rp. 500 ribu. Maklum saja, sejak enam bulan terakhir, Rosita sudah berstatus sebagai karyawan yang dirumahkan oleh perusahaan. Untuk menopang kebutuhan hidup sehari-hari, Rosita terpaksa memanfaatkan keahlian lain yang dimilikinya, yaitu menjahit. Hingga sejauh ini, Rosita masih bisa berbesar hati menghadapoi kondisi ekonominya tersebut. Apalagi nasib serupa juga dialami oleh sekitar 2.000 rekannya sesama karyawan maupun karyawati PT PII. “Meski sulit, tapi saya tidak mau menyerah dengan nasib. Saya akan tetap bertahan dan berjuang demi masa depan anak-anak yang sudah ditinggal oleh bapaknhya,” kata wanita paruh baya yang kini menetap dikawasan Kecamatan Cikupa itu lagi. Ditempat terpisah, keresahan pasca kesulitan ekonomi juga dihadapi oleh Ahwal, satu dari 300 karyawan PT Kymco Lippo Motor Indonesia, selaku produsen motor merek Kymco yang kini berstatus di rumahkan oleh perusahaan. Ahwal bahkan sudah memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya di Surabaya, tanpa niat untuk kembali lagi ke Tangerang. “Lebaran tahun ini, saya akan pulang dan menetap di kampung saja. Karena sudah tidak ada lagi yang bisa saya harapkan disini. Terhitung sejak Juni lalu, perusahaan tempat saya bekerja sudah tidak lagi memberikan gaji dengan dalil bangkrut,” katanya. Menurut Ahwal, kebangkrutan PT Kymco yang berbuntut pada dirumahkannya para karyawan sudah terjadi sejak September 2008 lalu. Pihak perusahaan tidak lagi beroperasi karena bangkrut. Hingga Mei 2009 lalu, menegement PT Kymco masih memberikan gaji terhadap karyawannya. Namun sejak Juni lalu, apa yang sedianya menjadi hak karyawan, terhenti total. “Terhentinya pembayaran gaji karyawan, dikarenakan keberadaan direktur dari PT Kymco yang dikuasai oleh pihak Taiwan sekaligus pemegang saham 75 persen sudah kabur dan tidak lagi berdomisili di Indonesia. Alhasil, kami seb agai karyawanlah yang menjadi korban,” katanya. Belasan Ribu Karyawan Menganggur Meningkatnya jumlah pengangguran sebagai imbas kebangkrutan yang dialami perusahaan, kini menjadi fenomena tersendiri di Tangerang. Bahkan sejak Tahun 2008 hingga Agustus tahun ini, tercatat hampir 19.000 karyawan yang menganggur terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena perusahaan mengalami kebangrutan. “Jumlah lowongan kerja yang tersedia sangat kecil. Sementara, jumlah karyawan yang terkena PHK terus meningkat. Angka itu belum ditambah oleh jumlah pencari kerja (pencaker) lulusan SMA yang setiap tahun terus bertambah,” kata Monang S, Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Kesejahteraan Pekerja pada Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Tangerang, beberapa waktu lalu. Dijelaskan Monang, pada tahun 2008, tercatat sebanyak 17.335 karyawan terkena PHK. Sedangkan hingga Agustus tahun ini tercatat sudah sebanyak 1.300 karyawan terkena PHK. Jumlah tersebut belum termasuk pencaker lulusan SMA yang datang ke Dinas Ketenagakerjaan. “Umumnya perusahaan yang mengalami kebangkrutan tersebut dodominasi oleh perusahaan garmen. Dan, saat ini yang menjadi fokus kami adalah, mengantisipasi terus terjadinya PHK akibat pengurangan karyawan sekaligus menciptakan lapangan kerja baru bagi pengangguran,” katanya.(Roedy PG)
Tags