TANGERANG-Tito Sulistio mantan komisaris PT Media Nusantara Citra (MNC) Tbk menyabet gelar doktor ilmu hukum pada Universitas Pelita Harapan (UPH) dengan nilai sangat terpuji atau cum laude pada Senin (18/8) di Karawaci, Tangerang, Banten.
Dalam pengujian disertasi itu, Tito yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Keuangan pada PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk membawa topik bahasan berupa “Privatisasi Berkerakyatan: Implementasi Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara konstitusional dengan mempertimbangkan aspek keputusan komersial.”
Tujuan disertasi itu digagas menurut Tito, bermaksud untuk meluruskan stigma negatif dari proses pengalihan kepemilikan (privatisasi ) BUMN yang selama ini seakan melakukan ‘dosa’.
Adapun tim penguji yang dipimpin oleh Prof Dr. (HC) Ir. Jonathan L Parapak, M.Eng, Sc beranggotakan lima penguji lainnya, yakni masing-masing adalah Prof Dr Maria GS Soetopo Conboy D.Sc, MBA, Prof Dr Arief Sidharta, SH, Prof Dr Bintan R Saragih , SH, Prof Dr Valerine JL Kriekhoff SH MA dan Prof Dr Henry Soelistyo Budi SH. LLM.
Masing-masing penguji diberikan kesempatan untuk bertanya lalu dijawab Tito dengan waktu lima sampai 10 menit. Kesimpulannya Jonathan mengakui, membuat disertasi seperti itu tidak lah mudah.
“Kedepan pasti akan ada kritik dari luar atas disertasi tersebut. Tentu akan ada perlawanan, karena banyak yang beranggapan tidak mungkin privatisasi dengan adanya Undang-Undang Dasar 1945 . Tetapi ini adalah ilmiah , silahkan kalau ada yang mau melawan ditulis saja. Selamat menjadi alumni dan doktor yang ke-20 di UPH,” ujar Jonathan seraya menawarkan juga kepada Tito untuk turut menjadi dosen di UPH.
Sedangkan menurut Tito tujuan gagasan dalam disertasinya itu, yakni untuk mengatahui dan menganalisa kesesuaian serta harmonisasi antara peraturan perundang-undangan di Indonesia yang terkait dengan privatisasi BUMN dengan starategi dan arah kebijakan.
“Privatisasi bukan lah dosa. MK juga menuangkan hal tersebut,” terangnya.
Tito juga membeberkan adanya tarik menarik kepentingan politik atas privatisasi dari sebuah BUMN. “Sangat! karena salah satu hambatan dari privatisasi BUMN adalah benturan kepentingan politik dan interest pribadi , yang kadang-kadang lebih besar daripada interest income, itu memang yang menjadi tantangan ,” katanya kepada.
Contohnya, kata dia, pada kasus Indosat, dia melihat ada salah satu calon presiden yang menyatakan ingin membeli kembali Indosat.
“Itu bullshit, tidak akan bisa dong. Pasar modal kita (bisa) rusak, kalau pun beli dengan harga mahal. Tetapi pertanyaannya buat apa?” katanya.
Sebaliknya, Tito merasa puas konsep gagasan privatisasi yang selama ini dipandang seakan menjual kekayanan atau keuangan Negara akhirnya bisa keluar.
Privatisasi bagi Tito salah satu cara merubah pola pikir paradigma ekonomi pemerintah untuk mengurangi intervensi BUMN dari pemerintah secara konstitusional. Pemerintah, menurut Tito yang terpenting betugas sebagai pengontrolnya.
Namun, diakuinya hal yang paling menakutkan selama ini adalah tarik menarik dari kepentingan politik yang ada. Karenanya menurut Tito, ganjalan tersebut juga harus diselesaikan juga secara politik.
“Dalam hal ini ya legislasi Undang-undang. Sedangkan soal akan adanya benturan dengan hukum, itu terjadi karena devinisi yang tidak jelas. Seperti Undang-undang No.19 tahun 2003 BUMN, Undang-undang No.17 /2003 tentang keuangan Negara, Undang- undang No.31 tentang Tipikor, jadikan ini sebagai like spesialis,” ujarnya.
Menurut tujuan Tito dalam disertasinya, seharusnya Pemerintah Indonesia bisa menyusun dan mengembangkan konsep “Privatiasi Berkerakyatan” sebagai alternatif pengganti arah dan strategi privatisasi BUMN yang ada yang sesuai prinsip negaa kesejanteraan dan UUD 1954 dan serta implementasinya di dalam sistem hukum.
“Malaysia, Kenya, Turki , Rusia melakukan (itu), kenapa kita tidak bisa?. Selama tujuannya adalah kesejahteraan masyarakat, kenapa tidak,” ujarnya.
Sedangkan saat disinggung dirinnya mendapat nilai sangat terpuji atau cum laude dari tim penguji, Tito mengaku itu adalah hak para tim penilai disertasi dirnya.
“Itu hak mereka. Saya cukup bangga dan senang bisa diberikan (nilai) sangat terpuji,” terangnya yang mengaku telah mengkonsepnya selama 2,5 tahun untuk menggagas hal tersebut.