TANGERANGNEWS-Mahkamah Konstitusi (MK) menyidangkan uji materi Undang-Undang No.12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Uji materi ini diajukan oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Lampung, Herman.
Menurut pemohon, pasal 59 ayat 5 huruf g dalam UU 12/2008 tersebut bertentangan dengan UUD 1945 pasal 27 ayat 1 dan pasal 28 ayat 1.
Dalam UU 12/2008 pasal 59, calon peserta pemilihan umum wajib menyerahkan, surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pemohon menganggap hak dan atau kewenangan konstitusionalnya telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang tersebut, karena ia harus melepaskan jabatan strukturalnya sebagai Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Lampung tanpa melewati proses hukum.
Sidang yang berlangsung kemarin (22/3) beragendakan mendengarkan keterangan dari pihak termohon (pemerintah).
Menurut staf ahli Menteri Dalam Negeri, Agung Mulyana, tugas utama pegawai negeri sipil adalah melayani masyarakat, sehingga PNS wajib memilih akan tetap mengejar karir sebagai pejabat struktural atau sebagai pejabat politik.
Dalam keterangannya, Agung menyebutkan asas fairness yang harus dijunjung dalam setiap pemilihan kepala daerah, sehingga setiap orang mulai dengan tidak memegang jabatan apa pun.
"Para peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah berada dalam posisi asal yang sama. Para peserta dilarang mencuri start dengan memanfaatkan jabatan, kewenangan dan pengaruh yang melekat pada dirinya sebagai akibat jabatan yang disandangnya pada saat pilkada berlangsung," paparnya.
Pemerintah menyebutkan dengan mundurnya seorang PNS dari jabatan strukturalnya, maka ini akan memberikan kepastian hukum bagi penyelenggaraan pemerintahan.
"Ada kewajiban apakah akan tetap melanjutkan karirnya sebagai pejabat struktural atau beralih menjadi pejabat politik."
Mundurnya seseorang dari jabatan strukturalnya perlu dilakukan agar keberlangsungan pemerintahan daerah tidak terganggu sama sekali.
Pemerintah menilai jika seorang PNS tetap memangku jabatan strukturalnya, maka akan terjadi suasana disharmoni dalam hubungan kerja di tubuh birokrasi.
Hakim konstitusi, Hamdan Zoelva pun sempat mempertanyakan perlakuan berbeda yang harus dialami PNS dan bupati/wakil bupati incumbent atau anggota DPR/DPRD.
"Kalau bupati/wakil bupati incumbent atau anggota DPR/DPRD tidak perlu mengundurkan diri. Tapi ini perlu mengundurkan diri. Ada yang boleh, dan ada yang tidak," ujarnya meminta penjelasan.
Dalam penjelasannya, Agung mengatakan ada perbedaan, karena pejabat politik memegang kepercayaan dari rakyat karena dipilih langsung. Sedangkan pejabat struktural mendapatkan jabatannya berdasarkan birokrasi dan usulan dari atasan.
"Mereka adalah pejabat politik yang dipilih langsung oleh rakyat. Rakyat menaruh harapan kepada mereka. Karena itu sampai habis masa jabatannya, dia perlu memperjuangkan aspirasi rakyat itu. Sehingga walaupun dia melakukan kegiatan lain, dia tetap di kursinya meningkatkan taraf hidup rakyat. Bisa dibayangkan misalkan pejabat kepala dinas sosial mengikuti pilkada di tempat lain, padahal di tempatnya terjadi bencana alam. Akan timbul konflik kepentingan yang luar biasa." (dira)
Tags