TANGERANGNEWS.com- Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sekitar 9,9 juta anak muda terjebak dalam pengangguran berkategori Generasi Z atau Gen Z terjebak dalam pengangguran.
Salah satu penyebab utamanya adalah ketidakcocokan keterampilan yang Gen Z miliki dengan tuntutan industri saat ini.
Psikolog dari Universitas Paramadina Tia Rahmania menjelaskan, ketidaksesuaian skill ini menjadi penghalang besar bagi Gen Z.
Banyak dari Gen Z memiliki keahlian yang justru tidak relevan dengan kebutuhan pasar kerja, membuat mereka sulit mendapatkan pekerjaan.
Berdasarkan survei dari Kementerian Ketenagakerjaan, banyak lulusan Gen Z yang tidak memiliki keterampilan spesifik yang diinginkan oleh industri.
"Ketidakcocokan ini menyebabkan hampir 10 juta Gen Z di Indonesia kesulitan mendapatkan pekerjaan," ungkap Tia dikutip dari Suara.com, Kamis, 31 Oktober 2024.
Di samping itu, ekspektasi gaji yang tinggi dan minimnya disiplin juga menjadi faktor tambahan yang kerap membuat perusahaan ragu dalam merekrut Gen Z.
Selain masalah keterampilan, Gen Z juga dikenal memiliki ekspektasi tinggi terhadap work-life balance. Banyak dari Gen Z mencari perusahaan yang mendukung keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, yang tidak selalu bisa dipenuhi oleh industri.
Kondisi ini sering kali menyebabkan tingkat burnout atau kelelahan mental, dan akhirnya membuat Gen Z memilih berhenti bekerja jika ekspektasi mereka tidak terpenuhi.
"Burnout menjadi faktor signifikan yang membuat Gen Z berhenti bekerja," tambah Tia.
Untuk mengatasi ini, Gen Z cenderung mencari perusahaan yang tidak hanya menawarkan gaji kompetitif tetapi juga program kesejahteraan mental yang mendukung kesehatannya.
Selain itu, laporan BPS juga mencatat bahwa 9,9 juta anak muda Indonesia termasuk dalam kategori NEET (not in education, employment, or training) pada 2023. Data ini meliputi sekitar 22,25% dari total populasi usia 15-24 tahun di Indonesia, yang menunjukkan besarnya potensi tenaga kerja muda yang belum terserap.