Jumat, 20 September 2024

KPPB Desak Kejagung Uji Kapasitas Hakim Kasus Prita Mulyasari

( / )

TANGERANGNEWS-Komite Pembela Kebebasan Berekpresi (KPKB) yang merupakan wadah koalisi dari sejumlah Lembaga Bantuan Hukum dan Blogger Indonesia, mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk melakukan pengujian atas kapasitas hakim yang mengambil keputusan dalam kasus pencemaran nama baik lewat surat elektronik, dengan terdakwa Prita Mulyasari atas gugatan yang dilayangkan RS Omi Internasional Alam Sutera. Demikian diungkapkan Dedi Ali Ahmad, Koordinator Komite Pembela Kebebasan Berekpresi (KPKB) yang merupakan wadah koalisi dari sejumlah Lembaga Bantuan Hukum dan Blogger Indonesia, Jumat (31/07) pagi. Desakan menyusul keluarnya putusan Pengadilan Tinggi (PT) Banten yang menganulir vonis bebas atas diri Prita Muyasari, terdakwa kasus pencemaran nama baik lewat surat elektronik yang sebelumnya disidangkan di Pengadilan Negri (PN) Tangerang. “Kejagung juga harus melakukan uji kapasitas hakim dalam memutus perkara ini. Karena kami sendiri sempat merasakan ada hal yang janggal saat sebelumnya Mejlis Hakim memutus menyudahi perkara ini dalam putusan sela. Meski dalam hal ini kami ingin membela hak dalam kebebasan berpendapat, namun kami juga tidak ingin vonis atas persoalan ini diambil karena paksaan,” kata Dedi. Terkait kelanjutan kasus itu, Dedi dengan tegas menyatakan bahwa pihaknya bersama sejumlah teman-teman LBH dan Blogger yang tergabung dalam KPKB akan senantiasa membela Prita Mulyasari. “Dalam hal ini, yang kami bela bukan pribadi Prita, tapi hak atas kebebasan berpendapatnya. Dasarnya, kami tidak ingin ada masyarakat yang menjadi korban atas pemberlakuan UU ITE tersebut,” ujar dedi. Sementara, pihak Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) yang sebelumnya juga cukup aktif membela sekaligus memberika dukugan moril terhadap Prita Mulyasri, meyatakan akan segera mempelajari putusan PT Banten tersebut, guna menguatkan pembelaan atas diri PRita Mulyasari. “Kami akan mempelajari terlebih dahulu putusan PT Banten tersebut,” kata juru bicara PBHI, Cristine Tambunan. Pihak Prita sendiri, mengaku cukup kaget atas pembatalan putusan tersebut meski hingga kini mereka belum menerima putusan resmi dari PT Banten. “Secara resmi kami belum menerima putusan PT Banten tersebut. Kabar ini justru kami dapat dari rekan-rekan wartawan yang menghubungi. Kabar inilah yang selanjutnya kami koordinasikan kepada klien kami,” ujar Syamsul Anwar, kuasa hukum Prita Mulyasari saat dihubungi, Jumat (31/07) pagi. Namun demikian, lanjut Syamsul, pihaknya siap membela hak-hak kliennya guna menghadapi lanjutan persidangan. “Kalau tidak salah, yang menjadi penyebab pembatalan ptutusan itukan soal masa layak pemberlakuan UU Nomor 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Oleh karenanya, kiranya nanti kita akan bisa sama-sama melakukan uji atas kelayakan UU dimaksud,” katanya. Sebelumnya, Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Banten Soemarno mengatakan, sudah menerima surat perlawanan (verzet) yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Riyadi dan Rahmawati Utami, terkait keberatan atas putusan hakim PN Tangerang yang membebaskan Prita Mulyasari, terdakwa kasus dugaan pencemaran nama baik melalui surat elektronik. Jawaban atas verzet sudah diputuskan PT Banten, Senin (27/7). PT Banten menilai, putusan sela majelis hakim yang dipimpin Karel Puttu membebaskan Prita adalah keputusan keliru. Terlebih alasan pembebasan Prita dari dakwaan disebutkan bahwa UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menjerat Prita tidak bisa diterima lantaran UU tersebut baru bisa diberlakukan 2 tahun sejak UU itu diundangkan atau ditetapkan. Padahal, lanjut Soemarno, dalam Pasal 54 ayat 1 UU ITE menyebutkan bahwa UU tersebut berlaku sejak tanggal diundangkan. “Kami memerintahkan agar PN Tangerang untuk melanjutkan sidang atas kasus tersebut,” katanya. Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangerang Suyono yang dikonfirmasi juga mengaku belum menerima salinan putusan PT Banten. Namun demikian, kata Suyono, pihaknya menuruti amar putusan yang ditetapkan PT Banten. Ditanya apakah akan meneruskan dakwaan atau membuat dakwaan baru, Suyono mengungkapkan, pihaknya akan meneruskan dakwaan yang diajukan. Diketahui sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang, Karel Tuppu yang memimpin persidangan atas kasus itu menjatuhkan vonis tidak melanjutkan kasus pada putusan sela. Majelis hakim menilai, seluruh dakwaan JPU terhadap terdakwa Prita Mulyasari kabur dan penerapan hukum terhadap Prita keliru. Sehingga semua dakwaan harus dibatalkan demi hukum. “Penerapan Undang-Undang yang disangkakan, yaitu Pasal 45 ayat 1 Jo Pasal 27 ayat 3 UU No. 11 tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektonik belum bisa diterapkan, karena belum berusia dua tahun setelah disahkan pada 21 April 2008 lalu,” kata Karel Tuppu.(Roedy PG)
Tags