Oleh : Hasanudin BJ, Politisi Partai Gerindra Kota TangerangPerjalanan lembaga KPUD di kota Tangerang menjadi cermin terburuk dalam sejarah politik di kota Tangerang. Sejak reformasi 1998 penyelenggara pemilu dilaksanakan oleh PPD II (Panitia Pemilihan Daerah tingkat II) panitianya adalah utusan dari partai-partai politik, kemudian dalam perjalan reformasi dibentuklah lembaga politik yang namanya KPU.
Lembaga politik yang hirarkinya sampai ke daerah tingkat II itu, sudah tiga priode berganti dalam perjalananya di Kota Tangerang. Namun, dalam perjalananya tidak satupun yang purna, ini terjadi karena anggota KPUD kota Tangerang diambil dari orang-orang yang tidak mengerti tentang Undang-undang, tidak profesional dan tidak mengerti tentang politik.
Padahal KPUD adalah lembaga politik yang menelurkan para pejabat politik di Kota Tangerang.
Mereka hanya bisa baca undang-undang tetapi tidak bisa mengurai dan menterjemahkan untuk mengambil sebuah keputusan.
Diperiode pertama tahun 2004, kita masih ingat sekali betapa gaduhnya para anggota KPUD masa itu. Mereka tidak sadar bahwa mereka duduk dilembaga politik yang keputusanya kolektif kologial, sehingga terjadi demo besar-besaran terhadap KPUD masa itu.
Kemudian muncul keputusan KPU RI yang memberhentikan Ketuanya di tengah perjalanan.
Demikian juga dengan para anggotanya, satu demi satu mengundurkan diri. Lebih ironis lagi, KPUD periode kedua tahun 2009, mereka semua berakhir di meja hijau.
Pengadilan memutuskan bersalah bagi kelima anggota KPUD masa itu. Kini dimasa yang ketiga terjadi lagi KPUD kota Tangerang melakukan kesalahan yang sangat fatal, yang salah satu keputusanya tidak meloloskan pasangan Balon Wali Kota Arif R Wismansyah-Sachrudin karena hal-hal yang bersifat administrasi.
Dari awal perjalanan-nya sejak pengambilan formulir balon tanggal 31 Juni -1 Juli dan pendaftaran 2 Juli - 8 Juli sudah banyak keputusan-keputusan yang keliru. Pada masa itu seharusnya KPUD tegas.
Tidak boleh, ada satu partai mencalonkan dua calon pasangan. Itu salah satu kesalahan yang fatal.
Kini resiko politik itu harus mereka tanggung seperti anggota KPUD sebelumnya. Gugatan balon Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot sangat jelas.
Kepututusan DKPP pun sangat jelas, telah memenangkan gugatan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot. Tentu saja sanksi pun dijatuhkan kepada komisioner KPUD saat ini.
Cermin buruk dilembaga ini harus menjadi pelajaran bagi mereka dan masyarakat Kota Tangerang agar lebih mengawasi dalam memilih dan menentukan para anggota KPUD kedepan.
Tentu yang lebih terdepan adalah tim seleksi. Diharapkan kepada masyarakat terutama lembaga-lembaga pengontrol harus ikut aktif mengontrol dalam tahapan seleksi anggota KPUD Kota Tangerang.
Jika KPUD kota bersikap tepat dan jeli dalam mengambil sebuah keputusan tidak akan terjadi kesemerautan politik menjelang pesta demokrasi di Kota Tangerang.
Kalau saja mengambil keputusan dalam proses pencalonan sudah salah, apalagi saat mengambil keputusan siapa yang menang dan siapa yang kalah, tentu saja proses pengaduan k MK (Mahkamah Konstitusi) menjadi pintu gerbang buat para calon untuk menggugat setelah pemilihan.