Dari dulu penyakit di Banten adalah ekonomi (kemiskinan) dan pendidikan (kebodohan). Dan dua hal penting inilah yang kemudian mendominasi perpolitikan di Banten. Orang-orang berpolitik bukan untuk mengabdi, tapi untuk meningkarkan ekononi dan pendidikan mereka.
Silahkan saja didata. Banyak anggota dewan di Banten, yang awalnya idealis dan miskin, kemudian jadi kaya-raya ketika berkongsi dengan dinasti Atut-Wawan, yang sudah terbukti kaya-raya dari hasil korupsi. Klaim mereka sebagai pengusaha juga lebih identik dengan pengusaha APBD/APBN, bukan pengusaha murni semisal Bob Sadino. Sekelas Andika Hazrumy (anak Atut yang kini dipenjara gara-gara KKN) saja jadi paslon terkaya (Rp 20 milyar), bukan karena hasil bekerja (berbisnis), tapi Rp 15 milyar dari hibah (pengakuan Andika pemberian dari ayahnya). Kita tahu, saat Atut jadi Gubernur Banten Rp 29 milyar dana hibah diraup keluarga Atut (dan Andika dengan Karang Taruna, Tagana dan GO Anshor).
Bukti lain tentang pendidikan (kebodohan) mendominasi perpolitikan di Banten, bukan lagi rahasia. Tapi warga Banten sudah mengetahui tentang jual-beli gelar akademis dan ujung-ujungnya jual.beli jabatan "Mendadak dangdut, eh... mendadak sarjana" demi memenuhi persyaratan untuk maju jadi caleg atau kepada daerah. Gelar berderet.
Kemudian itu diperparah oleh kita sebagai konstituen, yang rata-rata "kumaha pemimpin bae" atau "aingah ceuk kiyai bakso, nya bakso".
Akhirnya Pilkada Banten hafi banal. Terpuruk ke lebih bawah dari dengkul, karena dominasi ekonomi dan pendidikan tadi. Persoalan Ahok dibawa ke Jakarta. PDI P dituduh komunis dan dibawa ke Banten, disematkan ke Rano-Embay. Padahal partai yang mendukung Ahok di DKI itu Golkar (dan Hanura). PDI P ke Jarot.
Kita begitu bersemangat menuduh Rano-Embay PKI, hanya gara-gara seorang Ciptaning "Bangga jadi anak PKI". Kalau kita membaca.banyak referensi sejarah, tentu memakluminya. Ini tidak beda dengan Andika yang mendeklarasikan diri nyalon, karena ingin mengangkat martabat ibunya (Atut) yang kini dipenjara.
Di Banten Golkar vs PDI P berseteru, terutama kedua pendukungnya. Golkar mempertahankan status quo yang sangat koruptif (KKN). Kenapa? Karena Banten itu mesin uang bagi Golkar di Jakarta. Atut-Wawan adalah budaknya. Rakyat Banten adalah sapi perahannya. Terkesan Golkar plus 6 partai (Islam) lainnya di Banten berseteru dengan PDI P (PPP dan Nasdem). Padahal di Jakarta para petunggi Golkar dan PDI P tertawa-tawa. Di kota lain PKS dan PDI P tertawa-tawa. Begitu juga partai lainnya.
Kalau saja Rano Karno menerima pinangan dinasti Atut-Wawan yang saat itu cenderung memaksa (diduga maharnya Rp 150 milyar kepada Rano), saya yakin issue konyol dan menyebalkan tentang PKI bangkit lagi di Banten tidak bakalan ada. Jadi, bukan PDI P yang menolak dinasti Atut-Wawan, tapi seorang Rano Karno, yang menolak.
Saya pernah bertemu Rano dan bicara empat mata. Rano akan mundur jika dipasangkan dengan dinasti Atut-Wawan dan saya akan pindah dari Banten. Kenapa ada persamaan persepsi dalam persoalan Banten? Saat Rano hendak mengabdi sebagai wagub, Atut yang saat itu jadi Gubernur Banten, tidak memberi wewenang apa-apa. Bahkan istri Rano dilarang ke Banten. Ketua PKK yang harusnya jatah istri Rano, diambil suami Atut. Rano saat itu hendak mundur,tapi kemudian KPK menangkap Atut-Wawan. Rano dan saya sama-sama seniman, yang menolak korupsi.
Jadi, yang harus kita lawan bukan partai pengusungnya, tapi prilaku orangnya. Di Banten, prilaku koruptif itu ada pada dinasti Atut-Wawan yang sekarang oleh Golkar sedang dipertahankan lewat Andika Hazrumy. Antek-antek Atut-Wawan masih banyak yang bersembunyi di Pemerintahan Provinsi Banten.
Secara empirik 16 tahun Banten jadi provinsi bisa dibuktikan.
Jadi jika masih ada yang percaya issue PKI bangkit lagi di Banten jangan percaya. Datang saja ke Koramil, Kodim atau Korem. Tanyakan ke para tentara di sana. Mereka lebih tahu daripada kita. Atau datang ke Polsek, Polres dan Polda. Jangan tanya kepada orang partai atau pendukung dinasti Atut-Wawan.
Insya Allah, di Banten PKI tidak ada. Bahkan di Indonesia, karena TAP MPR sudah melarang. Kita semua sudah menolak.
Justru di Banten, yang harus kita waspadai adalah : gerakan melanggengkan prilaku KKN yang dimotori dinasti Atut-Wawan.