Oleh : Heru Susanto
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Tangerang
Banten yang berdekatan dengan DKI Jakarta masih mengalami surga politik bagi keluarga yang menggumpal di sekitarnya. Suhu politik di Banten tidak sepanas di Jakarta pada Pilkada yang berlangsung 15 Februari 2017 lalu.
Seorang politisi lihai bahkan bisa memanfaatkan apa yang menjadi magnet Pilkada di Jakarta. Meski terendus kebusukan dari penciuman kita. Namun di daerah ini tetap leluasa politik ‘arisan keluarga’.
Di zaman yang sudah moderen seperti ini, rata-rata yang berasal dari kalangan politis tajir membungkus ‘bau’ itu dengan berpura-pura tidak tahu, lebih gila lagi. Mereka menjadi pesulap, agar baunya menjadi harum wanginya.
Begitu lah pemandangan yang terlihat di Banten. Sementara mereka yang betul-betul kritis, sudah setengah gila mencoba memperbaiki keadaan acap kali menjadi korban kenikmatan para politisi untuk ‘mengkerangkeng’.
Yang paling jelas, kini banyak akhirnya politikus di Banten yang mengalami ‘kemandulan’. Mereka tidak tumbuh ditempat yang dipimpin satu keluarga, satu daerah tanpa jeda itu.
Seolah tidak ada pilihan buat kita, yang mau tak mau harus ‘mencumbu’ dengan keturunan dari mereka agar bisa mengusai empuknya duduk dikursi yang menjadi perhatian itu.
Meski sempat banyak yang bersyukur dan meramal saat sang Ratu ‘dilengserkan’ oleh aparat anti rasuah. Tidak akan ada lagi romantisme arisan terbatas itu.
Namun, ramalan itu pun akhirnya meleset, karena beberapa dari mereka yang sempat bersyukur malah ikut mendirikan lagi bangunan yang sempat runtuh separuh tersebut.