Senin, 25 November 2024

Demi Konten, Anak Jadi Korban

Hana Annisa Afriliani, S.S., aktivis dakwah dan penulis buku.(@TangerangNews / Istimewa)

Oleh: Hana Annisa Afriliani, S.S., Aktivis Dakwah dan Penulis Buku

 

TANGERANGNEWS.com-Beberapa waktu lalu viral di media sosial tentang seorang ibu muda (23) di Gowa yang memberikan kopi sachet kepada bayinya yang baru berusia 7 bulan.

Tak hanya itu, sang ibu pun menyuapi anaknya dengan ayam pedas dan nasi goreng pedas. Belakangan terungkap, sebagaimana dilansir oleh Tribunnews.com (26/01/2023), bahwa aksinya tersebut adalah sebuah konten demi mendapat perhatian dari warganet. Namun mirisnya, bukan perhatian yang didapat, justru hujatanlah yang menyerbu.

Bahkan atas aksinya tersebut, si ibu diamankan oleh petugas dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Gowa untuk mempertanggungjawabkan aksinya. Si ibu dinilai melakukan perbuatan nyeleneh yang dapat membahayakan kesehatan anaknya. 

Sebagaimana diingatkan oleh dokter spesialis anak, Meta Hanindita, bahwa kopi mengandung kafein yang dapat menghambat penyerapan zat gizi penting pada bayi. Bahkan bila menilik aturan American Academy of Pediatrics (AAP), para dokter anak di sana juga tidak menganjurkan anak-anak di bawah 12 tahun, apalagi bayi minum kopi. (Liputan6.com/23-01-2023) 

 

Kapitalistik Mencipta Egoistik

Diketahui si ibu membuat konten seperti itu agar mendapat uang tambahan dari konten tersebut, karena sehari-hari ia hanya bekerja di warung dengan pendapatan Rp80rb/hari. Tak dimungkiri bahwa hidup di sistem kapitalistik hari, berbagai derita memang membekap kehidupan rakyat. Harga-harga barang kebutuhan pokok serba mahal, pun berbagai layanan publik kian tak terjangkau kantong kaum jelata. Sedangkan, pendapatan amat sulit terkerek baik. Apalagi bagi rakyat kecil, untuk memenuhi kebutuhan  pokok saja perlu perjuangan mati-matian. Maka butuh kreativitas dalam mendatangkan rupiah. 

Salah satu yang banyak dilirik adalah media sosial. Ya, di era digital hari ini, media soal telah menjelma menjadi ladang cuan bagi para konten kreator. Maka, tak heran banyak orang yang tergiur mencicipi gurihnya dunia konten kreator demi mendapat penghasilan tambahan. Namun, mirisnya banyak yang tak lagi mempertimbangkan bobot konten yang diproduksinya, apalagi kesesuaiannya dengan hukum syarak, tentu jauh dari pertimbangan. Yang penting viral dan menghasilkan cuan, itulah prinsipnya. 

Demikianlah kapitalisme mendidik manusia, berorientasi materi tanpa pandang lagi bagaimana agama menyikapi. Ini juga konsekuensi logis atas berakarnya sekularisme alias paham pemisahan agama dari kehidupan yang telah merasuki benak-benak umat hari ini. Mereka tak menganggap penting keberadaan agama untuk mengatur urusan publik manusia. Agama cukup di ranah privat kepercayaan antara hamba dan Tuhannya, serta menyangkut urusan ibadah ritual semata. Agama dianggap penghambat kemajuan jika disandarkan pada segala urusan kehidupan. 

 

Enyahkan Kapitalisme 

Sebetulnya tak ada salahnya mengejar materi, namun tetap harus sesuai koridor yang dibenarkan. Jangan sampai, demi cuan segala cara dilakukan. Jangankan menakar benar salah sesuai syariat, kebahayaan dan kerugian bagi orang lain pun seringkali tidak dipikirkan. Makanya sering kita jumpai konten 'sampah' yang mengumbar kebohongan alias prank. Tak hanya itu, marak juga konten nekat seperti mengadang truk, yang pada akhirnya mempertaruhkan nyawa. 

Sungguh kita butuh sistem kehidupan ideal yang dapat menumpas tuntas pemikiran yang menuhankan cuan di atas segalanya. Pun kita tak bisa melepaskan kausalitas atas terciptanya pemikiran demikian di tengah masyarakat. Ya, kondisi ekonomi rakyat yang dirundung nestapa adalah satu penyebabnya. Maka, inilah yang mestinya menjadi perhatian pemerintah. 

Bagaimana mungkin negeri yang berlimpah sumber daya alam, harus terlilit penderitaan hidup? Tentu ada yang salah dalam pengelolaan negara atasnya. Betapa tidak, negara melegalisasi privatisasi atas aset-aset strategis di dalam negeri kepada swasta, baik asing maupun lokal. Akibatnya, kekayaan alam dikuasai oleh segelintir elite, bukan lagi milik rakyat. Terjadilah transaksi bisnis dalam berbagai pelayanan publik, yang tentu saja menguras dompet rakyat. 

Padahal jika negara menyadari perannya sebagai raa'in, yakni pelayan rakyat, tentu negara akan mengelola berbagai kekayaan alam itu secara mandiri. Kemudian hasilnya dikembalikan untuk membiayai kepentingan rakyat. Maka, tak mustahil jika harga-harga di pasaran murah dan terjangkau, pun berbagai layanan publik murah bahkan gratis. Rasulullah saw bersabda:

"Barangsiapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan surga baginya." (HR.Bukhari dan Muslim)  

Maka, mencabut sistem kapitalisme hingga ke akarnya merupakan solusi tuntas atas berbagai problematika yang. Umat harus menyadari fitrahnya dia diciptakan di dunia, tak lain lain untuk beribadah kepada Allah Swt. Oleh karena itu, umat perlu hidup dalam sistem yang ideal dan mampu menopang aktivitasnya dalam beribadah tersebut, bukan sistem yang menjauhkan umat dari agamanya dan dipenuhi ketidakadilan dan kezaliman. 

Tags Anak Tangerang Media Sosial Tangerang Opini Sosial Media