Jumat, 22 November 2024

Darurat Kekerasan Seksual Anak, Butuh Solusi Menyeluruh

Datin Hasana Bidari, S.Pd, Praktisi Pendidikan Kota Palembang.(@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)

Oleh: Datin Hasana Bidari, S.Pd, Praktisi Pendidikan Kota Palembang 

 

TANGERANGNEWS.com-Indonesia negara yang menjunjung tinggi adat ketimuran dengan memiliki populasi umat Islam terbesar di dunia, namun sayangnya disisi lain Indonesia memiliki gejolak kekerasan seksual anak begitu massif, bahkan sudah kategori darurat, sangat memilukan.

Berita tentang kekerasan seksual pada anak ini selalu membanjiri di dunia internet yang hampir setiap hari kita temui di sosial media.

Seperti kasus pemerkosaan yang terjadi di Parimo Provinsi Sulawesi Tengah yang menimpa anak gadis berusia 16 tahun oleh 11 orang pria yang diantaranya berprofesi sebagai guru, polisi, dan kepala desa (Tangerangnews.com, 1 Juni 2023).

Kekerasan seksual juga terjadi di dalam sekolah, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat terjadi 22 kasus kekerasan seksual di sekolah yang menelan 202 anak sebagai korban (Akurat.co, 8 Juni 2023).

Kasus kekerasan seksual pada anak ini semakin merajalela, dan kisahnya tidak akan kunjung habis, Sexual education yang digadang-gadang dapat mencegah kekerasan seksual kepada anak ini, ternyata solusi tersebut tidak begitu berpengaruh positif secara signifikan.

Sebab solusi yang ditawarkan tidak menyentuh akar masalah, selain itu korban tidak mendapatkan keadilan hukum dalam penanganan kasus ini, sehingga kasus kekerasan seksual tetap eksis dimanapun berada

Sebenarnya fenomena kasus kekerasan seksual anak ini ibarat gunung es, yang terungkap hanyalah bagian atasnya saja, namun yang dibawahnya memiliki jumlah besar dan melebar.

Tidak semua kasus terungkap, kebanyakan korban tidak mau melapor dikarenakan berbagai alasan, misalnya  ancaman pelaku kekerasan terhadap pihak korban, sehingga takut melaporkan kepada aparat penegak hukum.

Selain itu karena malu dan khawatir mencederai nama baik keluarga serta taruhan eksistensi diri di masa depan korban yang menjadi pertimbangan.

Tragedi ini membuat kita sama-sama mengelus dada dan bertanya-tanya "Mengapa ini terjadi, dan apa solusi konkritnya?"

 

Sekulerisme Biang Kerok

Merebaknya kekerasan seksual pada anak, akar masalahnya karena sekularisasi dari berbagai lini kehidupan. Mulai dari sekulerisasi individu, tatanan keluarga, sektor pendidikan, masyarakat, bahkan hukum atau sanksi oleh negara bagi pelaku kekerasan seksual.

Sekulerisme artinya pandangan yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya dianggap sebagai ritual ibadah saja, hanya mencukupkan diri menyembah Allah dengan serangkaian ibadah, dan tidak menjadikan agama sebagai gaya hidup dalam berperilaku.

Disaat bersamaan, abainya peran negara dalam menjaga dan mengatur pergaulan antara lawan jenis diantara masyarakatnya.

Negara tidak punya regulasi yang jelas terhadap sistem pergaulan, dan apa-apa yang mempengaruhinya. Pergaulan yang semakin liberal tak luput dari maraknya pornografi yang dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat, baik melalui game, film, buku digital, music yang membangkitkan syahwat.

Semua itu menjadi faktor yang dapat memicu syahwat dan pelaku kekerasan seksual menjadikan korban sebagai pelampiasannya.

Kemudian, pelaku kekerasan seksual tidak mendapat sanksi tegas yang dapat menimbulkan efek jera. Hukum yang ditegakkan bersifat mandul, tidak berkeadilan, bahkan ada peluang untuk dibeli atas dasar kepentingan oleh pihak tertentu, sehingga para pemangsa anak-anak tetap berpotensi berkeliaran dimana-mana.

Sekuleriasi dunia pendidikan kian mencengkram, ditambah derasnya arus moderasi beragama. Sehingga menjauhkan siswa dari ajaran Islam yang sebenarnya. Anak-anak kurang mendapatkan informasi yang utuh dan mendalam bahwa syariah Islam adalah agama pelindung dan penyelamat baginya. 

Pendidikan sekuler juga tidak menjadikan akidah Islam sebagai asas kurikulum. Siswa dituntut mampu menguasai akademik sesuai target kurikulum, tanpa mengetahui ajaran Islam secara menyeluruh, sehingga agama bukanlah lifestyle mereka.

Hal ini bisa dicermati dari minimnya pembelajaran sistem pergaulan dalam Islam, mata pelajaran agama sangat terbatas diajarkan di sekolah-sekolah, materi-materi yang diajarkan hanyalah masalah agama secara umum saja, bukan pembelajaran agama secara detail dari akar ke daun.

Ditambah lagi ketakwaan individu yang minim tentu menambah daftar peluang pelaku kejahatan untuk berbuat kriminal, lemahnya peran orang tua dalam memahamkan sistem pergaulan anak-anak sesuai tuntunan syariah, membiarkan anak-anak berpacaran, membiarkan anak perempuan berpergian sendirian tanpa perlindungan optimal dari mahramnya, serta membiarkan anak-anak perempuan tidak memakai kerudung dan jilbab ketika keluar rumah. 

Adapun anak laki-laki yang tidak diajarkan untuk menundukkan pandangannya kepada yang bukan mahram, menjaga batas aurat laki-laki dari pusar hingga ke lutut, dan juga tidak diajarkan untuk memuliakan perempuan sebagaimana dia memuliakan ibu yang melahirkannya.

Selain itu liberalisasi sektor ekonomi, membuat para ibu ikut berjuang mencari nafkah sehingga pengasuhan dan penjagaan anak-anak kurang optimal dalam pengasuhan anak-anaknya.

Di samping itu, sekulerisasi di masyarakat turut andil. Ketika penyeru amar makruf nahi munkar distigma negatif, radikal, berlebihan, sok alim, kemudian pelaku kemaksiatan dibiarkan dengan dalih kebebasan individu, yang penting tidak mengganggu orang lain, atas dasar kebebasan berekspresi dan kebebasan bertingkah laku.

Sungguh, persoalan ini masalah sistemik dan kompleks, sehingga butuh solusi yang menyeluruh dan keterlibatan semua elemen dan butuh konektivitas semua pilar ini.

 

Islam Mengatasi Kekerasan Seksual Anak

Islam adalah agama yang sempurna, semua aturan kehidupan manusia sudah diatur dalam Al-quran dan As-Sunnah, karena islam memahami semua problematika yang dihadapi manusia, maka tak heran islam berbicara upaya pencegahan sebelum terjadi tindakan kriminal.

Allah SWT berfirman:

"Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu" (QS. Al-maidah: 3)

Kesempurnaan Islam seharusnya menjadi rujukan bagi umat manusia. Islam menyelesaikan semua persoalan umat manusia, sehingga mampu menyelamatkan manusia baik di dunia maupun di akhirat.

Jika umat memahami Islam secara menyeluruh akan ditemukan jawaban, bahwa ada solusi tuntas untuk mencegah kekerasan seksual pada anak, solusi ini butuh sinergi dari keluarga, pendidikan, masyarakat dan negara, ada konektivitas diantaranya:

Pertama, pilar keluarga, khususnya peran kedua orang tua, hendaknya menanamkan ketakwaan kepada anak-anaknya, bagi anak laki-laki didiklah mereka agar pandai menundukkan pandangan terhadap lawan jenisnya, tanamkan rasa takut kepada Allah, bahwa semua perbuatan manusia tak luput dari pengawasan Allah SWT dan mendapat pertanggung jawaban di akhirat kelak, tanamkan kepada anak laki-laki sejak dini, hendaknya memuliakan dan melindungi kaum perempuan.

Pendidikan bagi anak perempuan, hendaknya memberikan pemahaman dan tanamkan sejak dini tentang kewajiban menutup aurat dengan sempurna, jangan berhias berlebihan ketika keluar rumah, karena dapat mengundang tindakan kriminal para pelaku pemangsa anak, didiklah anak-anak agar menjaga pergaulan dengan lawan jenis, jangan mudah percaya dengan laki-laki yang tidak dikenal, larangan tegas pacaran, tidak membiarkan anak perempuan pergi tanpa seizin orang tuanya, larangan safar sendirian tanpa ditemani mahram.

Pilar kedua, sistem pendidikan, hendaknya kurikulum pendidikan berbasis akidah islam, sehingga apapun landasan perbuatan hendaknya berpijak kepada akidah islam, dengan pemahaman akidah islam yang menyeluruh dengan pondasi yang kuat tentu ini menjadi bekal anak-anak dalam menghadapi gejolak kehidupan, sehingga anak-anak tidak hanya mampu menguasai akademik saja tapi juga bersakhsiyah islam, mampu memiliki benteng yang kokoh sebagai filter anak untuk membedakan mana perbuatan buruk dan mana perbuatan baik.

Pilar ketiga, yaitu kontrol sosial masyarakat, hendaknya ada segolongan umat yang mampu menyeru kepada yang makhruf dan mencegah yang munkar, apabila ditemukan aktivitas kemaksiatan secara terang-terangan hendaknya ada upaya dakwah kepadanya, menanamkan opini islam tentang sistem pergaulan dalam islam, ikut berjuang agar penerapan islam kaffah segera ditegakkan

Keempat, ini paling penting peran negara dalam upaya pencegahan kekerasan seksual anak, anak-anak seharusnya mendapat perlindungan yang penuh dari negara.

Negara seharusnya menjamin kebutuhan pokok semua rakyatnya, layanan pendidikan dan kesehatan gratis, sehingga para ibu lebih fokus mendidik dan menjaga anak-anaknya, sehingga tidak perlu memikirkan beratnya masalah ekonomi.

Negara juga harus memblokir semua situs pornografi, pelarangan apapun bentuk konser musik yang sarat dengan campur baur laki-laki dan perempuan serta ekploitasi tubuh perempuan dengan mengumbar aurat di khalayak umum, karena suguhan konser tersebut dapat menstimulasi berfikir kriminal.

Kemudian negara menerapkan sanksi yang tegas terhadap pelaku kekerasan seksual pada anak, pelaku pemerkosa dihukum 100 kali cambuk apabila dia belum menikah, dan dihukum rajam apabila sudah menikah, pelaku sodom dibunuh, jika melukai kemaluan anak kecil dengan persetubuhan, maka akan terkena denda 1/3 dari 100 ekor unta atau sekitar 750 juta rupiah, selain juga dikenakan hukuman zina.

Dengan diterapkan sanksi yang tegas seperti itu, maka tidak ada lagi kekerasan seksual pada anak, karena hukuman yang diterapkan bersifat tegas yang menimbulkan efek jera dan tuntas, membuat para pelaku kekerasan anak akan berpikir seribu kali untuk melakukan tindakan kejahatan, sehingga anak-anak menjadi aman, tumbuh dengan baik menjadi generasi unggul, sehingga siap menjadi pemimpin masa depan. Semua itu bisa dilaksanakan dengan sukses jika negara mau mengambil solusi Islam yang sempurna.

Tags Kejahatan Seksual Anak Kekerasan Anak Kekerasan Seksual Tangerang Opini Pelecehan Seksual Pelecehan Seksual Bandara Soetta Pelecehan Seksual Tangsel