Jumat, 22 November 2024

Tarif Tol Naik Buah Kebijakan Kapitalistik

Fajrina Laeli S.M, Aktivis Muslimah.(@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)

Oleh: Fajrina Laeli, S.M.,Pemerhati Kebijakan Publik

“Naik-naik ke puncak gunung, tinggi-tingi sekali", lirik lagu anak-anak ini selaras dengan naiknya tarif tol yang tinggi sekali, terlalu tinggi hingga dapat diibaratkan naik ke puncak gunung.

Ya, tarif tol mengalami kenaikan tajam di bulan Ramadan tahun 2024 ini. Kenaikan ini mengacu pada Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No. 250/KPTS/M/2024 tanggal 2 Februari 2024.

Dikutip dari katadata.co.id, 7/3/2024, perubahan tarif tol berlaku mulai tanggal 9 Maret 2024 kemarin. Adapun rincian tarif Tol Jakarta-Cikampek dan Jalan Layang MBZ untuk jarak terjauh dengan sistem terbuka, yaitu:

-Golongan I: dari Rp20.000 menjadi Rp27.000;

-Golongan II: dari Rp30.000 menjadi Rp40.500;

-Golongan III: dari Rp30.000 menjadi Rp40.500;

-Golongan IV: Rp40.000 menjadi Rp54.000;

-Golongan IV: Rp40.000 menjadi Rp54.000.

 

Tidak hanya Tol Jakarta-Cikampek dan Jalan Layang Mohamed Bin Zayed (MBZ), tetapi kenaikan ini juga merata ke segala arah tol termasuk Pasuruan-Probolinggo, Serpong-Cinere, dan Surabaya-Gresik.

Perubahan tarif tol yang signifikan tentunya memancing amarah rakyat, banyak pula yang menyayangkan kenaikan tol tidak dibarengi dengan kelayakan kualitas yang ada.

Sementara itu, PT Jasamarga Transjawa Tol (JTT) dan PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) memiliki alasan tersendiri terkait kenaikan tarif ini, diantaranya adalah karena pertimbangan inflasi yang terjadi di tahun 2023.

Selain itu, komponen lain penyebab kenaikan tarif juga karena faktor pengembalian investasi terhadap penambahan kapasitas lajur Jalan Tol Jakarta-Cikampek dari KM 50 sampai KM 67 arah Cikampek dan KM 62 sampai KM 50 arah Jakarta, serta penyediaan 4 titik fasilitas Emergency Parking Bay di Jalan Layang MBZ.

Adanya kenaikan tarif tol jelas tidak menguntungkan rakyat sama sekali, justru sebaliknya kebijakan ini nyata merugikan rakyat.

Apalagi menyambut Hari Raya Idulfitri saat kebutuhan rakyat akan penggunaan jalan tol pasti meningkat drastis. Adanya kenaikan jalan tol pasti selaras dengan naiknya tiket kendaraan untuk pulang kampung.

Di sisi lain, kenaikan tarif tol menjadi wajar karena pengelolaan jalan tol tidaklah dilakukan oleh negara, melainkan dibawah wewenang perusahaan swasta.

Sejalan dengan logika, perusahan swasta tentu akan merauk keuntungan dengan menjadikan jalan tol sebagai kepentingan bisnis, tidak akan melihat dan menimbang kemaslahatan rakyat.

Tidak heran apabila jalan tol yang digunakan untuk kepentingan pokok rakyat dikomersialkan, sedangkan negara hanya berpangku tangan menyimak alur kenaikan tarif tanpa memiliki wewenang untuk menjadi penengah dalam kestabilan harga.

Kondisi yang demikian ini adalah konsekuensi logis dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Negara nyata memberikan hak secara penuh kepada swasta bahkan dalam aspek kebutuhan pokok seperti jalan tol.

Negara hanya berperan sebagai regulator saja. Itu pun regulasi yang diterapkan digunakan untuk payung hukum bagi pengusaha demi memuluskan kepentingannya. Akhirnya, rakyat lagi yang menanggung beban sengsara buah sistem rusak.

Sistem kapitalisme telah nyata gagal dalam menjamin hak rakyat dan malah menyerahkan kewajibannya kepada swasta.

Hal seperti ini niscya tidak akan terjadi dalam naungan Islam, sebab sistem Islam akan secara mutlak menjadikan negara sebagai raa’in yang mengurus juga memenuhi kebutuhan rakyat dalam segala aspek, termasuk jalan tol.

Dalam sistem Islam, negara akan memegang kendali penuh atas kebutuhan rakyat. Negara akan mengambil peranan penting sebagai pengelola dan melakukan pembangunan jalan secara merata.

Negara dituntut menjadi junnah bagi rakyat, maka dari sini kebutuhan rakyat dapat terjamin dan dipenuhi secara nyata oleh negara.

Pemenuhan kebutuhan tidak lagi semu, tidak ada lagi bisnis dalam kebutuhan hidup rakyat. Sehingga kesejahteraan rakyat akan terjamin, standar yang digunakan pun tidak lagi berupa kepentingan segelintir orang, melainkan rida Allah Swt. Ketamakan dan kerakusan manusia akan materi sudah tidak akan lagi menggerogoti negara, layaknya hari ini.

Dalam sistem ekonomi Islam, negara akan memiliki sumber dana yang cukup untuk pembangunan, yaitu dengan dana baitulmal. Pos-pos pendanaan akan jelas dan rinci, sehingga fasilitas publik yang dibangun dapat dirasakan oleh rakyat dengan harga murah, bahkan gratis.

Maka niscaya akan terwujud keseimbangan dalam kehidupan bernegara sesuai dengan perannya dengan sistem sahih yaitu sistem Islam. Wallahualam bissawab.

Tags Artikel Opini Opini