Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S., Aktivis Dakwah dan Penulis Buku.
TANGERANGNEWS.com-Kasus judi online kian hari kian marak di negeri ini. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan ada sekitar 3,2 juta warga Indonesia yang bermain judi online.
Dilansir dalam laman cnbcindonesia.com (15-06-2024) bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memandang tingginya permintaan menjadi alasan utama judi online semakin menjamur di Indonesia. Maka demikian, Usman Kansong selaku Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo mengatakan Satgas Pemberantasan Perjudian Daring yang baru saja diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (14/6/2024), mengandalkan dua cara untuk memberantas lewat judi online.
Pertama, dengan upaya pencegahan yang dilakukan lewat jalur edukasi dan literasi. Dalam hal ini, Menkominfo Budi Arie Setiadi, selaku Ketua Harian Pencegahan, diberi mandat oleh presiden untuk mencerdaskan masyarakat untuk mengurangi permintaan judi online.
Selanjutnya, upaya kedua adalah penindakan yang dikomandoi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Sehubungan dengan hal ini, Usman menyebut Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo juga dilibatkan untuk menurunkan [takedown] situs judi online maupun situs yang menampilkan judi online.
Solusi pemberian bansos bagi korban judi online pun mengemuka, sebagaimana yang diusulkan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy. Namun demikian, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai, pemberian bansos bagi korban judi online dinilai tidak tepat dan perlu dikaji ulang. Sebab, subsidi bansos yang diberikan kepada pejudi berpotensi digunakan kembali untuk berjudi. (cnbcindonesia.com/15-06-2024)
Judi, Penyakit Bawaan Sistem
Maraknya perjudian di negeri ini tentu tidak bisa dilepaskan dari sistem kehidupan yang diterapkan hari ini, yakni sistem sekuler kapitalistik. Sistem ini menciptakan masyarakat yang jauh dari sejahtera dan jauh dari agama. Jauhnya masyarakat dari sejahtera mengakibatkan mereka mengambil jalan pintas untuk meraih materi, salah satunya dengan berjudi.
Janji keuntungan berlipat ganda menjadikan banyak individu masyarakat tergiur menanamkan modalnya pada judi. Mereka tak menyadari bahwa keuntungan yang dijanjikan tidak mungkin begitu saja mudah didapatkan, menang-kalah pemain judi sudah disetting oleh sang bandar. Tidak mungkin memang terus, tidak mungkin kalah terus. Tetapi yang jelas, mereka dibuat penasaran untuk terus berjudi.
Sungguh, perjudian merupakan penyakit bawaan sistem rusak hari ini. Meski berstatus sebagai muslim, namun banyak orang yang terjerumus ke dalam perbuatan tersebut. Inilah bukti bahwa krisis keimanan tengah menjangkiti kaum muslim di sistem sekuler hari ini. Hal itu disebabkan karena tidak adalah sistem pendidikan Islam yang diterapkan. Jauhnya umat dari agama menjadikan mereka mudah terjerumus ke dalam kemaksiatan karena hawa nafsu dan kepentingan yang menjadi panglima bagi dirinya, bukan rambu-rambu agama.
Judi Haram
Secara mutlak, Islam mengharamkan perjudian baik dilakukan secara online maupun offline. Karena judi atau mengundi nasib mengandung gharar atau ketidakpastian. Allah Swt dengan tegas melarang aktivitas judi melalui firman-Nya dalam surah Al-Baqarah ayat 219, "Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya. Mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah: Kelebihan (dari apa yang diperlukan). Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan."
Bahkan judi digolongkan sebagai perbuatan setan dan turunnya ayat keharaman judi bersandingan dengan keharaman khamr. Menurut Imam Al-Qurthubi, hal tersebut karena keduanya memiliki mudharat yang sama yakni melalaikan dari beribadah kepada Allah Swt, merugikan diri sendiri dan orang lain, serta menjerumuskan pada kesesatan.
Oleh kare itulah, negara dalam sistem Islam akan melarang segara praktik perjudian baik online maupun offline. Negara tidak akan mendiamkan perjudian merajalela karena negara dalam Islam berfungsi sebagai wakil umat dalam menerapkan syariat Islam secara kaffah. Negara bertanggungjawab penuh pada penerapan hukum Allah di atas muka bumi. Negara akan menindak tegas pelaku perjudian agar menimbulkan efek jera, bukan malah memberinya bansos.
Negara dalam sistem Islam pun akan berupaya mewujudkan kesejahteraan di tengah masyarakat secara merata sebagai bagian dari fungsi negara yakni seabgai raa'in (pemelihara) rakyatnya. Negara akan mengelola SDA dengan amanah dan tidak menyerahkan penguasaannya kepada swasta hanya demi keuntungan pribadi dan kelompoknya. Negara akan menjalankan amanah kepemimpinan dengan landasan takwa karena meyakini bahwa akan ada pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah. Negara tidak akan membiarkan rakyatnya berjuang sendiri memenuhi kebutuhan hidupnya, melainkan negara akan hadir sebagai pelayan rakyat.
Selain itu, negara dalam sistem Islam akan mewujudkan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam dari jenjang usia dini sampai perguruan tinggi. Alhasil, output pendidikan adalah mereka yang kokoh keimanan dan ketakwaannya, bukan generasi yang hanya mengejar nilai akademik demi pekerjaan bergaji besar setelah lulus. Sistem pendidikan Islam akan menciptakan generasi berkepribadian Islam yang akan bersikap sesuai dengan syariat. Dengan itu, mereka takkan mudah terjerumus pada iming-iming maksiat meski menggiurkan karena takut akan siksa neraka.
Oleh karena itu, tegaknya sistem Islam yang akan menerapkan syariat Islam secara kaffah merupakan sebuah kewajiban serta kebutuhan yang tak bisa ditawar lagi. Selain akan menuntaskan persoalan judi online, juga akan menuntaskan semua problamatika hidup yang mendera umat seluruhnya. Lantas, apa lagi yang menbuat kita ragu?