Jumat, 22 November 2024

Matinya Naluri Ibu, Apa Penyebabnya?

Ummu Ainyssa, Aktivis Muslimah.(@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)

Oleh: Ummu Ainyssa, Aktivis Muslimah

 

TANGERANGNEWS.com-Seorang ibu sejatinya dapat melindungi buah hatinya. Pelukannya semestinya bisa memberi kehangatan saat anak dalam ketakutan dan ancaman. Namun tidak demikian dengan ibu berinisial E (41). Perempuan asal Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep ini justru tega mengorbankan anak kandungnya sendiri T (13), dalam perbuatan nista.

Tanpa belas kasihan, E tega mengantarkan sang buah hati untuk disetubuhi berkali-kali oleh J (41). J tidak lain merupakan Kepala Sekolah (Kepsek) tempat sang anak sekolah. Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Kota Surabaya menuturkan jika modus dari sang ibu dan kepsek tersebut saat membujuk sang anak untuk melakukan aksi bejatnya adalah ritual penyucian diri.

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Humas Komnas Perlindungan Anak (PA) Provinsi Jawa Timur Syaiful Bachri, saat dihubungi Basra, Senin (2/9) malam, menyampaikan pihaknya juga mendapatkan informasi bahwa E dan J yang sama-sama PNS ini ternyata mempunyai hubungan gelap. Selain mengiming-imingi anak untuk membelikan motor vespa matic, perbuatan bejatnya terhadap sang anak juga diduga untuk menutupi perselingkuhan keduanya. (Kumparan.com, 3-9-2024) 

 

Penyebab Matinya Naluri Ibu

Kasus yang dialami T, jelas menambah panjang deretan potret buram rusaknya pribadi seorang ibu dan masyarakat. Kasus kekejaman ibu bukan hanya kali ini saja. Beberapa waktu sebelumnya juga viral kasus seorang ibu yang tega menjual bayi yang baru saja dilahirkannya dengan alasan himpitan ekonomi. Kemudian ada kasus ibu yang merekam aksinya saat mencabuli anak kandungnya juga demi uang. Ada juga ibu yang tega menelantarkan bayinya sebab malu karena hamil di luar nikah, dan banyak kasus kekejian ibu lainnya. 

Fenomena tersebut jelas menunjukkan adanya persoalan sistemis dan bukti gagalnya sistem yang saat ini diterapkan. Seorang ibu yang secara sadar mengantarkan buah hatinya untuk dirudapaksa jelas perbuatan di luar nalar. Bagaimana tidak, ibu yang seharusnya menjadi madrasatul ula, pendidik utama bagi anak-anaknya justru malah merusak masa depan anaknya. Sungguh kejadian ini menunjukkan matinya naluri keibuan. 

Meski demikian kasus ini tidak bisa hanya dipandang sebagai kerusakan moral individu sang ibu saja. Sebab rusaknya individu adalah cermin dari rusaknya kehidupan masyarakat dan sistem kehidupan yang juga rusak saat ini. Sistem kapitalisme sekularisme yang diterapkan negara saat ini jelas menjauhkan peran agama dari kehidupan. Aturan agama yang bersumber dari Sang Pencipta tidak lagi menjadi standar dalam beramal, baik individu maupun masyarakat. Akibatnya darah daging pun dijadikan tumbal kemaksiatan. 

Sistem sekularisme juga gagal mencetak kepribadian yang bertakwa. E dan J merupakan PNS yang berpendidikan, namun nyatanya perbuatan yang mereka lakukan tidaklah mencerminkan seorang yang berpendidikan apalagi bertakwa. Mereka hanya tahu tentang ilmu, tetapi mereka tidak mampu mengamalkannya. Jika begini, bagaimana mereka mampu mencetak generasi yang bertakwa? 

Kejadian demi kejadian juga diperburuk akibat sanksi yang tidak tegas. Hukuman bui yang hanya beberapa tahun tidaklah mampu membuat pelaku jera. Namun justru malah membuat munculnya banyak pelaku baru. Bahkan terkadang hukum bisa dibeli dengan uang, menyebabkan para pelaku kejahatan bebas melenggang. Terlebih kejahatan yang menjadikan anak sebagai korban, tentu akan meninggalkan trauma yang mendalam bahkan membuat anak menjadi pendendam. 

 

 

Peran Ibu Dalam Islam

Sudut pandang sistem kapitalisme jelas sangat berbeda dengan sudut pandang dalam Islam. Di dalam Islam, kehidupan tidak boleh dipisahkan dari aturan agama. Segala aktivitas harus terikat dengan aturan agama atau syariat Allah Swt., termasuk saat menjadi sosok ibu. Islam telah menetapkan peran dan fungsi ibu sebagai pendidik yang pertama dan utama (madrasatul ula). 

Islam sangat memuliakan peran ini, sebab dari tangan ibu lah akan lahir generasi yang bertakwa. Mulia dan hancurnya sebuah generasi, baik atau buruknya sebuah generasi sangat dipengaruhi oleh peran ibu. Sehingga peran madrasatul ula ini haruslah dipahami dan dijaga oleh semua pihak. Hal ini bisa diwujudkan dengan sistem Islam yang akan membentuk kepribadian individu yang bertakwa terutama dalam sistem pendidikan. Bukan hanya dari segi akliyahnya (pola pikir) saja, tetapi juga nafsiyahnya (pola sikap). 

Sistem yang Islami akan membentuk kepribadian yang senantiasa diwarnai dengan ketakwaan di mana-mana. Dengan ketakwaan yang tinggi, siapa pun akan mampu mengemban amanah besar yang dimilikinya. Termasuk menjadi seorang ibu yang akan mendidik anak-anaknya menjadi generasi yang rabbani. Menjaga dan melindungi anak-anaknya dengan sepenuh hati dari berbagai bahaya yang mengancamnya. Bukan malah mengorbankannya dalam kemaksiatan. 

Semua amanah yang dibebankan akan dipenuhi semata-mata karena ketaatan dan mengharap rida dari Allah Swt. 

“Tidaklah pantas bagi seorang mukmin dan mukminat, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketentuan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Siapa saja yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.” (Q.S Al-Ahzab: 36) 

Di samping itu, sistem Islam juga mempunyai seperangkat sanksi yang ketika diterapkan oleh negara mampu menjadikan individu dan masyarakat dalam ketaatan dan mendapatkan keberkahan dari Allah Swt. Sanksi inilah yang akan memberikan dua efek yang efektif dan efisien. Yang pertama efek jawabir, yaitu sanksi Islam yang telah ditunaikan di dunia akan menjadi penebus dosa di akhirat. Sementara efek yang kedua adalah efek zawajir, yaitu sanksi Islam yang tegas dan tidak pilih kasih akan membuat para pelaku kejahatan merasa jera. Demikian juga siapa pun yang menyaksikan ketegasan penerapannya tidak akan berani melakukan tindakan kemaksiatan serupa. 

Dalam kasus yang dilakukan oleh E dan J ini misalnya, keduanya telah melanggar hukum syariat Islam dengan melakukan perselingkuhan, ditambah menjadikan anak sebagai korban dari kemaksiatan yang dilakukan keduanya. J yang nyata-nyata melakukan rudapaksa terhadap T akan dijatuhi hukuman rajam. Begitu juga terhadap perselingkuhan yang mereka berdua lakukan, jika terbukti keduanya sampai pada tahap perbuatan zina, maka keduanya wajib dijatuhi hukum rajam sebab keduanya berstatus telah menikah (muhsan). 

Dengan tegasnya sanksi yang diterapkan tentunya akan membuat siapa pun tidak berani melakukan kejahatan. Sehingga tindak kriminal bisa ditekan atau bahkan di hapuskan. Seorang ibu akan menjaga muruahnya sebagai madrasatul ula, yang mendidik generasi penerusnya dengan penuh ketaatan dan keamanan. Hal ini hanya bisa terwujud ketika aturan Islam diterapkan sebagai aturan kehidupan individu, masyarakat, dan negara sehingga keberkahan sebuah negeri akan dirasakan. 

“Dan sekiranya penduduk negeri ini beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,...” (Q.S Al-A'raf: 96)

 

Tags Artikel Opini Opini