Rabu, 23 Oktober 2024

Negeriku Sayang, Surganya Para Pengemplang

Ni'matul Afiah Ummu Fatiya, Pemerhati Kebijakan Publik.(@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)

Oleh: Ni'matul Afiah Ummu Fatiya, Pemerhati Kebijakan Publik

 

TANGERANGNEWS.com-Ribut lagi! Belum lama kasus korupsi PT Timah Tbk (TINS) yang merugikan negara sekitar 271 triliun, kini muncul lagi kasus kebocoran uang negara yang diduga berasal dari para pengemplang pajak senilai 300 Triliun. 

Menurut Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo, Presiden Prabowo Subianto akan mengejar potensi penerimaan negara yang hilang itu. Prabowo sudah mengantongi daftar 300 pengusaha 'nakal' ini. 

Data tersebut diperoleh berdasarkan informasi dari Kemenko Maritim dan Investasi, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dalam audit itu, BPKP menemukan 4 sumber potensi penerimaan negara di sektor sawit yang hilang. Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh membenarkan bahwa temuan yang sempat dipaparkan oleh Hashim itu merupakan hasil audit dari lembaganya. "Benar," kata Yusuf Ateh ketika dihubungi, pada Kamis (10/10/2024).

Sementara itu Juru bicara Kemenko Marves, Jodi Mahardi menyebut potensi penerimaan itu diantaranya berasal dari denda administrasi terkait dengan pelanggaran pemenuhan kewajiban plasma dan sawit dalam kawasan hutan. Selain itu juga berasal dari ekstensifikasi dan intensifikasi pajak dari sektor ini.

Menanggapi hal tersebut, Kejaksaan Agung menyebut akan mendukung pemerintah melalui penegakan hukum. "Upaya kami membantu pemerintah melalui penegakan hukum sesuai kewenangan kami," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar ketika dihubungi (CNBC Indonesia, Sabtu 12/10/2024). Untuk itu, Kejagung telah melakukan penggeledahan di kantor KLHK pada 3 Oktober 2024.

Harli menyebut telah terjadi penguasaan kawasan hutan secara melawan hukum untuk perkebunan kelapa sawit yang menyebabkan kerugian negara. 

 

Sumber Kebocoran

Banyaknya para pengusaha yang tidak membayar pajak bertahun-tahun menjadi faktor penyebab kerugian keuangan negara. 

Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo mengungkap sejumlah modus Wajib Pajak nakal yang diduga tak membayar pajak. Padahal Menurut dia, tambahan penerimaan negara ini dibutukan untuk anggaran belanja Prabowo tahun 2025.

Drajad membeberkan sumber pajak yang tidak terkumpul itu misalnya adalah kasus-kasus pajak yang sudah inkrah di pengadilan. wajib pajak sebenarnya sudah kalah di pengadilan pajak, tapi tidak membayar sesuai putusan. Ada yang 10 tahun bahkan ada yang 15 tahun belum bayar.

 

Negara Pilih kasih

Nampak semakin jelas ke mana arah keberpihakan Negara/ Penguasa. Para Pengusaha yang sudah jelas melakukan pelanggaran hukum luar biasa dan merugikan potensi pemasukan uang negara tapi dibiarkan begitu saja, bahkan mereka masih leluasa menyerobot lahan hutan hingga jutaan hektare tanpa membayar pajaknya.

Ini menjadi bukti bahwa negara mengistimewakan pengusaha. Bukan kali ini saja. Betapa banyak kemudahan yang telah diberikan oleh Pemerintah kepada pengusaha, melalui program tax holiday (liburan pajak), yaitu insentif pemerintah berupa pengurangan atau penghapusan pajak untuk sementara waktu, atau program tax amnesty (amnesti pajak) yaitu penghapusan pajak yang seharusnya dibayar dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan.

Sementara rakyat kecil terus dikejar dan dicari celah mana yang bisa dikenai pajak. Slogan " Orang Bijak Taat Pajak " atau " Bangga Bayar Pajak " seolah hanya ditujukan untuk rakyat kecil. Negara terus membebani rakyat dengan berbagai jenis pungutan pajak. Target pajak pun terus meningkat dan tarifnya pun terus dinaikkan.

Seperti belum lama ini, Pemerintah akan menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) pada 2025. Tarifnya naik menjadi 2,4% dari tarif sebelumnya yakni 2,2%. Jika melanggar, rakyat akan diberi sanksi tegas. 

Seharusnya pemerintah juga bertindak tegas terhadap para pengemplang pajak yang jumlahnya mencapai ratusan triliun itu. Jika ini dibiarkan tentu akan menghambat pembangunan, baik pembangunan infrastruktur maupun fasilitas lain yang dibutuhkan oleh rakyat. 

 

Pajak Sumber Utama APBN

Sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan saat ini memang menjadikan pajak sebagai sumber utama pemasukan negara. Tak heran jika rakyat terus didorong dan digenjot supaya mau membayar pajak. Mulai dari PBB, pajak kendaraan bermotor, PPN, PPh dan lain-lain. Hal itu bisa dilihat dari realisasi penerimaan pajak pada tahun 2023 mencapai angka 2.155,4 triliun atau 78% dari total penerimaan negara yang berjumlah 2.774,3 triliun.

 

Pajak dalam Islam

Islam memiliki mekanisme khas dalam mengatur APBN. Sistem ekonomi Islam meniscayakan adanya Baitulmal atau Kas Negara. Baitulmal sendiri memiliki pemasukan tetap dan pemasukan tidak tetap. 

Yang termasuk pemasukan tetap diantaranya adalah : 

1. Fai dan Kharaj yang meliputi ghanimah, kharaj, status tanah, jizyah, fai dan dharibah. 

2. Kepemilikan umum seperti minyak dan gas, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan dan mata air, hutan dan padang rumput. 

3. Harta shadaqah (Zakat) terdiri dari zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, serta zakat peternakan (Unta, Sapi dan Kambing). 

Dengan adanya pemasukan yang tetap, serta pengelolaan SDA secara mandiri ( tidak diserahkan kepada swasta apalagi asing) maka negara tidak akan bingung ketika akan menjalankan program dan proyek pembangunan. Negara tidak akan membebani rakyat dengan berbagai pungutan kecuali dalam kondisi benar-benar pailit misalnya karena bencana alam atau paceklik yang panjang. Maka dalam kondisi seperti ini negara akan meminjam kepada para Aghnia (orang-orang kaya) sampai tercukupi kebutuhan rakyatnya atau mengambil pajak dari rakyat. Setelah kondisi normal, maka pajak akan ditiadakan. Jadi pajak dalam Islam sifatnya tidak permanen, hanya insidental. 

 

Khatimah

Demikianlah Islam dengan seperangkat aturan yang dibuat dalam rangka untuk kemaslahatan seluruh umat baik di dunia terlebih lagi di akhirat. 

Lantas, kenapa kita masih ragu dan enggan diatur dengan hukum Islam? 

Wallahi A'lam.

 

 

Tags Artikel Opini Opini