Senin, 25 November 2024

Pemberantasan Judi Online, Nyata atau Ilusi?

Ummu Ainyssa, Aktivis Muslimah.(@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)

Oleh: Ummu Ainyssa, Aktivis Muslimah

 

TANGERANGNEWS.com-Rupanya slogan “Indonesia darurat judi online” bukan hanya sekadar slogan. Ya, judi online atau judol masih menjadi isu besar di negeri ini. Para pelakunya pun mulai dari kalangan masyarakat tingkat bawah, aparat penegak hukum, hingga pejabat.

Bahkan berdasarkan informasi Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana menyampaikan bahwa pemain judi online di Indonesia cenderung merambah usia kurang dari 10 tahun.

Berbagai cara sudah disuarakan untuk memberantas judol, namun nyatanya upaya tersebut belum mampu memberantas judol hingga ke akarnya. Judi online masih tetap eksis dan memakan banyak korban. Ditambah lagi pihak yang bertugas memerangi judi online justru malah menjadi tersangkanya. 

Seperti dilansir Viva.co.id, 1-11-2024, sebanyak 11 orang terkait judi online berhasil ditangkap Polda Metro Jaya. Mirisnya, mereka yang ditangkap merupakan oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) yang juga bagian dari staf ahli Komdigi.

Menanggapi isu tersebut, Meutya Hafid selaku Menkomdigi pun buka suara. Pihaknya berkomitmen untuk memberantas segala bentuk aktivitas ilegal termasuk judi online. Ia juga menambahkan bahwa penegakan hukum pasti akan dilakukan secara tegas tanpa pandang bulu terhadap siapapun yang terlibat, termasuk jika ada pejabat dari kementeriannya yang terlibat.

Anggota Komisi I DPR, Farah Nahlia, memberikan apresiasi atas pengungkapan kasus judi online yang melibatkan Menkomdigi tersebut. Menurutnya kasus ini semakin mempertegas bahwa judi online adalah musuh bersama negara maupun peradaban masyarakat. Untuk memberantasnya dibutuhkan “jihad berjamaah” antara negara dan masyarakat. 

Ia juga memaparkan fakta selama ini, di mana judi telah menjadikan pelakunya mengalami banyak masalah. Rusaknya hubungan keluarga, masalah keuangan, stress berujung bunuh diri, hilangnya pekerjaan hingga tindak kriminal yang dilakukan para pecandu judi online, dan lain-lain. (Republika.co.id, 3-11-2024) 

 

Apa Yang Salah? 

Saat ini kita hidup dalam sistem yang dibuat berdasarkan akal manusia. Meski negeri ini mayoritas berpenduduk muslim, namun faktanya sistem yang mengatur kehidupan kita bukanlah aturan Islam melainkan aturan sekularisme. Sekularisme yang lahir dari rahim kapitalisme akan selalu memisahkan peran agama dalam setiap perilaku.

Akibatnya halal dan haram tidak lagi menjadi sandaran perbuatan. Agama hanya dianggap ada dalam masalah ibadah saja. Sementara di luar itu asas perbuatan manusia hanyalah mencari keuntungan.

Di sistem inilah manusia diposisikan sebagai Tuhan yang berhak membuat undang-undang. Padahal manusia adalah makhluk yang penuh nafsu dan perselisihan. Siapa pun yang membuat undang-undang, maka akan disesuaikan dengan keinginan. Termasuk membuat undang-undang demi melegalkan yang haram. 

Tidakkah telah nyata di hadapan kita berbagai kerusakan akibat dari judi online yang marak selama ini. Pencurian, korupsi, istri membakar suami dan mertua, suami membunuh istri dan anak-anaknya, pembunuhan terhadap rekan kerja, retaknya kehidupan rumah tangga yang berakhir pada perceraian, dan lain-lain. Yang semua terjadi lantaran terjerumus dalam utang perjudian. 

Ini membuktikan bahwa aturan yang dibuat manusia, yang selama ini diterapkan untuk memberantas judi online belumlah menjadi solusi nyata. Sanksi yang selama ini ditawarkan belumlah membuat para bandar maupun pelaku jera. Faktanya perjudian makin merajalela.

Sementara pihak yang dipercaya untuk menghapus dan memblokir aktivitas judol, justru malah terlena ikut menikmati keharamannya. Jika seperti ini, maka upaya untuk memberantas judi online hanyalah sebuah ilusi. 

 

Paradigma Islam Dalam Memberantas Judi Online 

Berbeda halnya pengaturan dalam negara yang diatur dengan aturan Illahi yakni negara Islam. Di dalam Islam, negara bertanggung jawab terhadap semua urusan rakyatnya. Termasuk dalam menjamin kesejahteraannya. Negara akan memenuhi semua kebutuhan pokok, termasuk pendidikan dan kesehatan.

Kaya, miskin, muslim maupun nonmuslim, semua akan mendapatkan hak yang sama. Dengan kesejahteraan yang telah terpenuhi, rakyat tidak akan lagi mengadu nasib lewat perjudian.

Negara di dalam Islam akan menerapkan seluruh hukum Allah (Al-Qur'an dan Sunah) dalam mengatur seluruh aspek kehidupan. 

Sementara Allah Swt. telah mengharamkan segala bentuk perjudian baik online maupun offline, seperti firman-Nya dalam surah Al-Maidah ayat 90,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّن

عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ٠

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”

Dengan demikian, hukum inilah yang akan diterapkan oleh negara. Negara akan mengharamkan segala bentuk perjudian. Negara juga akan menerapkan sanksi yang tegas bagi siapapun yang melanggarnya. Sanksi yang diterapkan memiliki dua fungsi yakni sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). 

Sebagai zawajir maknanya bahwa tegasnya sanksi yang dijatuhkan bertujuan membuat jera. Bukan hanya bagi pelakunya namun juga orang lain yang menyaksikan, tentu mereka pun akan takut melakukan hal yang serupa. Sedangkan sebagai jawabir, maknanya sanksi yang telah diterapkan di dalam Islam, akan menghapus dosa di akhirat kelak. 

Solusi seperti ini bukanlah sesuatu yang sulit di dalam Islam. Sebab ada ketakwaan dalam diri setiap individu. Dengan ketakwaan ini, maka ketakutan terbesar bagi individu bukanlah kehilangan manfaat dunia semata. Namun ketakutan terbesarnya adalah saat mereka meninggalkan larangan Allah. Maka hukum apapun yang diterapkan oleh negara, mereka sami'na wa atha'na (kami mendengar dan kami patuh) tanpa ada keberatan dalam hati mereka. 

Demikian juga dengan adanya kontrol masyarakat. Masyarakat di dalam Islam bukanlah masyarakat yang individual. Tetapi masyarakat yang saling peduli terhadap dosa orang lain. Sehingga mereka akan saling melakukan aktivitas amar makruf nahi mungkar saat ada individu yang melanggar aturan ini. 

Dengan adanya tiga pilar ini, ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan peran negara yang menerapkan aturan Sang Pencipta saja, solusi pemberantasan segala bentuk perjudian bukan hanya ilusi. Namun penerapan syariat Islam akan mewujudkan solusi nyata. Sebab hukum Islam tidak akan bisa ditawar maupun dibeli. Hukum akan diterapkan tanpa pandang bulu, baik kepada para pemain maupun bandarnya. 

Tags Artikel Opini Judi Online Judi Tangerang Kominfo Opini