Oleh: Ni’matul Afiah Ummu Fatiya, Pemerhati Kebijakan Publik
TANGERANGNEWS.com-Sungguh keterlaluan apa yang disampaikan oleh salah satu calon gubernur (cagub) Jawa Barat nomor urut 4. Ia mengumbar janji bahwa kalau menang dalam pilkada Jabar 2024, maka ia menargetkan dalam 2 tahun pemerintahannya seluruh warga Jawa Barat akan mendapatkan aliran listrik.
Hal itu disampaikan ketika menjawab pertanyaan dari Panelis dalam debat pilkada Jabar pada hari Sabtu, 23 /11/2024. Pertanyaan yang merujuk pada program Jabar Caang (terang) yang sudah gencar disosialisasikan tapi faktanya hingga kini masIh ada sekitar 22.000 KK belum teraliri listrik (Beritasatu.com)
“Begini, saya punya pengalaman membuat seluruh warga bias teraliri listrik. Caranya memanfaatkan kebijakan fiskal,” katanya.
Astaghfirullah, jadi selama ini kemampuan Bapak sengaja disimpan untuk modal meraih dukungan? Benar-benar keterlaluan! Padahal sebelumnya kan Bapak pernah menjabat sebagai walikota yang artinya Bapak punya kewajiban untuk mengurusi kepentingan rakyat. Ya, meskipun misalnya yang belum teraliri itu bukan wilayah kekuasaan Bapak, setidaknya Bapak bisa memberi masukan atau mentransfer kemampuan Bapak ke wilayah lain yang belum teraliri listrik itu.
Jangan-jangan kalau Bapak tidak jadi terpilih, Bapak juga tidak jadi mengeluarkan kemampuan yang dimiliki, Karena merasa rugi. Sepertinya pepatah “tidak ada makan siang gratis” memang sudah merasuki jiwa para pemimpin negeri ini, termasuk Bapak.
Tidak heran juga sih, karena dalam sistem demokrasi kapitalis saat ini, untung rugi menjadi asas dalam setiap kebijakan.
Tidak perduli penderitaan rakyat. Politik transaksional pun sudah menjadi hal yang lumrah menjelang pemilu atau pilkada. Banyak para politisi yang mendadak peduli, bagi-bagi bantuan sana-sini demi meraih simpati. Setelah terpilih, banyak juga yang mendadak lupa diri, mengeluarkan kebijakan yang menyakiti hati nurani. Bahkan menghentikan subsidi dengan alas an membebani anggaran dalam negeri.
Listrik merupakan kebutuhan pokok seluruh warga. Negara. Sudah semestinya Negara menjamin setiap warganya bisa mengaksesnya dengan mudah dan murah. Lalu kenapa di era yang serba canggih ini, hampir sebagian besar kebutuhan hidup bergantung pada listrik, masih banyak warga yang belum teraliri listrik, terutama yang berada di wilayah terpencil.
Apakah karena biayanya terlalu mahal, sementara belum tentu balik modal apalagi untung tebal sehingga mereka yang tinggal di wilayah terpencil seperti dianak tirikan?
“Indonesia sudah 79 tahun merdeka lho Pak, kalau masih ada yang belum bisa mengakses listrik yang merupakan kebutuhan pokok, berarti rakyat belum merasakan arti kemerdekaan itu, betul kan Pak?”
Atau kemerdekaan itu memang hanya milik segelintir orang saja, termasuk kekayaan alam Indonesia yang saat ini dikuasai oleh segelintir orang yang rakus tanpa memikirkan kebutuhan orang lain.
Apakah Bapak dan pejabat lainnya lupa, di dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 disebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat? Oh, mungkin rakya yang dimaksud itu ya segelintir orang tadi.
Memang begitulah tabiatnya dalam sistem demokrasi kapitalis. Listrik yang seharusnya disediakan untuk seluruh rakyat dengan harga murah bahkan gratis malah dikomersilkan. Ini terjadi karena kesalahan dalam pengelolaan SDA.
Ya, batu bara sebagai bahan baku utama untuk energi pembangkit listrik, saat ini pengelolaannya justru banyak dikuasai oleh swasta bahkan asing, maka PLN harus membeli mahal untuk bisa memenuhi kebutuhannya, akibatnya karena biaya produksi yang tinggi rakyat sebagai konsumen harus membayar tagihan listrik dengan biaya tinggi pula.
Kejamnya lagi, itu harga mati. Sekali saja lupa atau memang tidak ada uang untuk mengisi token, maka jangan harap aliran listrik datang menyambangi rumah dan memberikan penerangan.
Padahal, dalam sebuah hadits Rasulullah SAW menegaskan bahwa kaum Muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api. Api yang dimaksud adalah barang tambang, termasuk batu bara. Maka karena barang tambang termasuk harta kepemilikan umum, pengelolaannya harus diserahkan kepada Negara.
Negara yang akan mengelola dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dengan gratis atau kalaupun mau dijual, maka dengan harga murah, rakyat hanya membayar biaya operasionalnya saja. Haram hukumnya bagi individu atau kelompok mengelolanya apalagi memilikinya.
Dengan pengaturan dan pengelolaan harta milik umum ini maka seluruh rakyat baik kaya maupun miskin akan terjamin seluruh kebutuhan pokoknya seperti halnya listrik ini dan akan mencegah individu atau kelompok berhati serakah yang ingin memonopolinya seperti yang banyak terjadi di negeri ini, yang miskin harus bersabar beraktivitas dalam keremangan cahaya, hanya mengandalkan sinar Sang Surya sementara yang kaya tamannya saja siang malam berhamburan cahaya, tak jarang dengan memakai uang Negara untuk membayarnya.
Maka berharap hidup sejahtera pada pemimpin yang masih mempertahankan sistem yang ada adalah bagaikan pungguk merindukan bulan. Terbukti sudah sistem yang ada hanya membawa bencana dan malapetaka. Jadi, satau-satunya harapan kita adalah kembali kepada sistem Islam.
Kenapa harus Islam? Karena hanya sistem Islam yang meliliki aturan yang sempurna yang berasal dari Allah Yang Maha Sempurn. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Qur’an surat al-Maidah ayat 50 yang artinya :” Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin.”
Wallahu A’lam.