Kamis, 12 Desember 2024

Badai Kritik Hantam Gus Miftah dan KH Usman Ali Terkait Insiden Penjual Es

Aldi Ardiansyah, Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.(@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)

Oleh: Aldi Ardiansyah, Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

TANGERANGNEWS.com-Pendakwah Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah menjadi sorotan setelah diduga mengolok-olok penjual es teh, Sunhaji, saat pengajian di Magelang.

Netizen mempertanyakan dan meragukan kelayakan Miftah menyandang gelar 'Gus'. Akibat pernyataannya itu, warganet mulai menelusuri gelar 'Gus' yang disematkan di depan nama Miftah.

Banyak warganet menyebarkan informasi bahwa Miftah bukanlah keturunan kiai atau Gus yang sah, melainkan mantan marbot masjid dari Lampung.

Mereka juga mengklaim bahwa Miftah tidak lulus dari UIN Sunan Kalijaga. Hal ini menimbulkan anggapan bahwa ia menggunakan gelar 'Gus' untuk kepentingan pribadi.

Ketua PBNU Bidang Keagamaan, KH Ahmad Fahrur Rozi menepis informasi yang banyak beredar di media sosial itu. Ia menegaskan bahwa Miftah merupakan keturunan Syaikh Hasan Besari atau Kiai Ageng Hasan Besari, ulama dari Ponorogo.

Gus Fahrur menyebut bahwa Miftah layak menyandang gelar 'Gus'. "Dia keturunan ulama besar Syaikh Hasan Besari Ponorogo," kata Gus Fahrur, sapaan akrabnya, dilansir dari, Kamis, 5 Desember 2024.

Tak hanya itu, Miftah juga mempunyai pondok pesantren bernama 'Ora Aji' yang berada di Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. "Dia juga mengelola pesantren di Yogyakarta. Saya mengenalnya dan pernah mengunjungi pesantrennya," jelas Gus Fahrur.

 

Kronologi Kejadian

Insiden ini terjadi pada 20 November 2024, ketika Gus Miftah bertanya kepada Sunhaji tentang dagangannya yang masih banyak dan melontarkan komentar yang dianggap merendahkan. Saat itu, terkait komentarnya yang dianggap olok-olok pada penjual es teh, PBNU menilai Gus Miftah sedang bercanda namun khilaf dalam berucap. 

Sebelumnya, beredar luas potongan video Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah yang diduga menghina penjual es saat ceramah di Magelang. Dia menyebut Sunhaji dengan kata "goblok". Video ini menuai kontroversi di masyarakat, banyak warganet mengecam aksi olok-olok tersebut. Kejadian tersebut terjadi saat acara selawatan di Lapangan Drh Soepardi, Sawitan, Kabupaten Magelang, pada Rabu, 20 November. Ketika itu, penjual es teh bernama Sunhaji tengah menawarkan dagangannya kepada jemaah yang menghadiri selawatan.

Dalam potongan video yang beredar luas, awalnya Gus Miftah bertanya kepada Sunhaji. "Es tehmu jik okeh ra? Masih, yo kono didol ***," ucap Gus Miftah dari atas panggung. (Es teh kamu masih banyak atau tidak? Masih, ya sana dijual. Selanjutnya disensor.) Sontak para jemaah tertawa mendengar candaan tersebut. "Dol'en ndisik ngko lak rung payu, wis, takdir," sambung Gus Miftah. (Jual dulu, nanti kalau belum laku, ya sudah, takdir.)

Gus Fahrur menyoroti potongan video yang beredar di media sosial. Hal ini menyebabkan ucapan Gus Miftah semakin disalahartikan. "Dan dipotong konteksnya oleh YouTuber, sehingga disalahpahami masyarakat karena tidak utuh," terang pengasuh Ponpes An-nur 1 Bululawang, Malang itu.

Karena hal tersebut, pria yang juga Ketua Ikatan Gus-Gus Indonesia (IGGI) itu meminta masyarakat agar tidak semakin terprovokasi. Ia lantas mengajak masyarakat untuk mengambil hikmah dari insiden tersebut.

"Saya berharap masyarakat tidak mudah terprovokasi, mari kita ambil hikmahnya bahwa penjual es tersebut justru mendapat banyak rezeki, simpati, dan apresiasi masyarakat luas," cetus Gus Fahrur. "Dia sudah bersikap ksatria dengan meminta maaf, sebaiknya disudahi polemik ini, perlu dimaklumi, dan setiap orang dapat saja berbuat khilaf," tandas Gus Fahrur.

 

Mengenal Leluhur Gus Miftah

Nama KH Hasan Besari belakangan ini menjadi sorotan karena disebut-sebut merupakan leluhur Gus Miftah. Namun, mungkin tidak sedikit masyarakat yang justru menyimpan rasa penasaran terkait siapa sosok KH Hasan Besari. "Dia keturunan ulama besar, Syaikh Hasan Besari Ponorogo," kata Gus Fahrur.

Sementara itu, dalam jurnal berjudul 'Gus Miftah dan Pekerja Dunia Malam (Studi Isi Pesan Dakwah dalam Video YouTube Kyai Nyentrik Episode Terrace Cafe dan Pasar Kembang Yogyakarta)' yang ditulis oleh Yulika Purwaningsih, dijelaskan bahwa Gus Miftah adalah keturunan ke-9 dari Kiai Ageng Hasan Besari. Sosok tersebut dikenal sebagai pendiri Pondok Pesantren Tegalsari yang terletak di Ponorogo, Jawa Timur.

Hal tersebut juga disampaikan dalam laman resmi Pemerintah Kota Probolinggo yang menyebut Gus Miftah sebagai keturunan ke-9 Kiai Ageng Hasan Besari. Namun demikian, tidak dijelaskan secara rinci mengenai garis keturunan Gus Miftah yang berkaitan dengan Kiai Hasan Besari. Lantas, sebenarnya siapakah KH Hasan Besari atau Kiai Hasan Besari? Berikut informasi lengkapnya.

Dikutip dari laman KMNU UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, disebutkan bahwa Hasan Besari merupakan putra dari Kiai R. Nedo Kusumo. Sosok tersebut merupakan keturunan dari pendiri Kerajaan Majapahit, yaitu Raden Wijaya dan Nyai Anom Besari. Kiai Ageng Hasan Besari juga dikenal sebagai pendiri sebuah pesantren bernama Pesantren Tegalsari atau Gebang Tinatar yang terletak di Tegalsari, Jetis, Ponorogo. Diperkirakan pendirian pesantren tersebut telah dimulai sejak abad ke-18 hingga ke-19.

Selain dikenal sebagai pendiri Pesantren Tegalsari, Kiai Hasan Besari rupanya juga merupakan salah satu pejuang yang memberikan kontribusi terhadap Nusantara.

Diketahui bahwa sosoknya memiliki kemampuan yang cukup baik dari berbagai disiplin ilmu. Misalnya tasawuf, strategi perang, ketatanegaraan, hingga kesusastraan. Kiai Hasan Besari yang begitu terkenal pada saat itu menarik banyak orang yang sengaja datang untuk menimba ilmu kepadanya. Tak sampai di situ saja, Kiai Hasan Besari juga dianggap sebagai sosok yang memberikan pengaruh begitu besar untuk melahirkan tokoh-tokoh ternama di tanah air. Sebut saja Pakubuwono II, Bagus Burhan (Raden Ngabehi Ronggowarsito), hingga HOS Cokroaminoto.

Sementara itu, dalam jurnal 'Kyai Khasan Besari: Biografi dan Peranannya Bagi Pondok Pesantren Gebang Tinatar Tegalsari Ponorogo (1797-1867 M)' oleh Muhammad Sam'ani, dijelaskan bahwa Kiai Hasan Besari merupakan tokoh ulama terkemuka di abad ke 19 M. Sosoknya lahir pada tahun 1729 Masehi dengan nama lengkap Kanjeng Kyai Bagus Khasan Besari. Sebagai sosok yang dibesarkan di lingkungan pesantren, Kiai Hasan Besari dikenal memiliki kepribadian yang baik. Tidak hanya alim, tetapi ia juga sabar, pandai, dan ahli dalam bertirakat. Selain dikenal luas oleh masyarakat Ponorogo, Kiai Hasan Besari juga memiliki pengaruh pada Kasunanan Surakarta.

Hal tersebut karena dirinya menikah dengan putri Pakubuwono III, yaitu Bra Murtosyah. Karena dikenal sebagai sosok yang berpengaruh, Kiai Hasan Besari juga pernah ditunjuk sebagai lurah untuk memimpin Desa Tegalsari. Selain memberikan kontribusi terhadap Tegalsari, Pondok Pesantren Tegalsari di tangan Kiai Hasan Besari juga mencapai puncak kejayaannya. Tercatat ada setidaknya 16.000 orang yang menjadi santri pondok pesantren tersebut. Kiai Hasan Besari wafat pada usia 138 tahun pada 1867 M.

Kiai Hasan Besari juga merupakan sosok pendiri Pondok Pesantren Tegalsari, yang juga dikenal sebagai Pondok Pesantren Gebang Tinatar. Dijelaskan dalam jurnal 'Sejarah Pondok Pesantren Tegalsari Ponorogo Pasca Kiai Hasan Besari Tahun 1862-1964 M' karya Mohammad Alwi Shiddiq, bahwa Kiai Hasan Besari dianggap sebagai sosok yang mampu menerapkan syariat Islam di Tegalsari. Kiai Hasan Besari berguru pada sang kakek, yaitu Kiai Muhammad Besari. Tidak hanya dalam bidang agama, tetapi juga dalam sastra dan ilmu kejawen. Bahkan Kiai Hasan Besari pernah menuntut ilmu di Pondok Kiai Ageng Basyariyah dan juga Pondok Pesantren Tuban.

Sebagai putra seorang kiai, Kiai Hasan Besari meneruskan estafet kepemimpinan Pondok Pesantren keluarga Besari. Hal ini mendorongnya untuk terus menyempurnakan ilmunya, terutama yang berkaitan dengan ilmu agama. Lebih lanjut disampaikan bahwa berkat kepemimpinan Kiai Hasan Besari, Pondok Pesantren Tegalsari mendapatkan masa kejayaan. Bahkan pada saat itu, nama Pondok Pesantren Tegalsari justru lebih dikenal daripada nama kabupaten itu sendiri.

Selain itu, Kiai Hasan Besari dianggap memiliki ilmu yang sangat maju, jika dilihat dari kondisi pada masa itu. Pada masa kepemimpinannya, Pondok Pesantren Tegalsari menerapkan ilmu yang sesuai dengan syariat Islam. Hal ini membuat Pondok Pesantren Tegalsari dianggap sebagai pesantren paling terkenal di Jawa pada paruh pertama abad ke-19.

 

Tersorotnya KH Usman Ali

Pengasuh Ponpes API Al-Huda, KH Usman Ali Salman, yang terlihat tertawa saat peristiwa itu juga ikut disorot. Dalam video, KH Usman Ali Salman, yang mengenakan jas dan peci hitam, itu duduk di sebelah kanan Gus Miftah. Acara selawatan itu terinformasi digelar di Lapangan Drh Soepardi, Sawitan, Kabupaten Magelang, pada Rabu, 20 November 2024.

Saat Gus Miftah mengolok-olok penjual es teh tersebut, Usman terlihat tertawa lepas. Video viral itu pun mendapatkan kritik luas dari netizen. Selain itu, beberapa media berusaha meminta tanggapan dari Ponpes API Al-Huda di Bulurejo, Mertoyudan, Magelang, untuk bertemu dengan Usman pada Kamis (5/12/2024). Namun, upaya konfirmasi pagi tadi gagal, karena Usman disebut sedang istirahat. Pengurus ponpes tersebut lalu menyarankan agar datang kembali setelah salat zuhur, tepatnya sebelum magrib. Pada sore hari, pukul 17.30 WIB, terlihat Usman sedang berada di ruang tamu.

Saat memperkenalkan diri dan meminta konfirmasi terkait video viral itu, Usman menolak. Dia meminta agar datang kembali dua hari lagi ke ponpesnya. "Jangan sekarang. Dua hari ke sini," kata Usman.

 

Gus Miftah Minta Maaf

Sementara itu, Gus Miftah sudah menemui penjual es teh, Sunhaji, di rumahnya di Grabag, Kabupaten Magelang. Gus Miftah meminta maaf terkait viral video dirinya mengolok-olok Sunhaji yang tengah berjualan es teh saat pengajian. Gus Miftah mendatangi rumah Sunhaji di Dusun Gesari, Desa Banyusari, Kecamatan Grabag pada Rabu (4/12) pukul 07.15 WIB. Dalam pertemuan itu, Camat Grabag, Sri Utari, juga ikut mendampingi Sunhaji.

Terlihat pertemuan berlangsung santai. Mereka duduk bersila di lantai, rumah Sunhaji. Bahkan, terlihat Gus Miftah merangkul Sunhaji yang duduk di sebelahnya. Sunhaji mengaku senang atas kedatangan Gus Miftah di rumahnya. Dia menyebut Gus Miftah telah menyampaikan permohonan maaf secara langsung. "Senang. Saya merasa bangga atas kedatangan Gus Miftah. Tapi, saya tidak berbicara banyak karena masalah ini telah selesai," kata Sunhaji dengan wajah berkaca-kaca.

"Gus Miftah akan mengaji di tempat ini (desa) sebelum tanggal 17 Desember," sambung Sunhaji. Sunhaji mengaku telah memaafkan Gus Miftah. "Saya sudah memaafkan," ujarnya.

Dari kejadian tersebut, kita dapat mengambil banyak hikmah. Salah satunya adalah bahwa adab lebih penting daripada ilmu. Percuma memiliki ilmu seluas samudra jika seseorang tidak memiliki adab, sama seperti orang yang memiliki harta berlimpah tetapi tidak tahu cara menggunakannya dengan baik. Sebagaimana pepatah Arab mengatakan:

اَلْاَدَبُ فَوْقَ الْعِلْمِ

“Adab itu lebih tinggi daripada ilmu”

Harus digarisbawahi juga, ketika seorang berbuat kesalahan, maka bencilah perilakunya, jangan membenci orang yang melakukan kesalahan tersebut. Dengan demikian, jika dia tidak melakukan kesalahan, kita tidak akan membencinya lagi.

Tags Artikel Opini Opini