Oleh: Ahmad Zaki Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
TANGERANGNEWS.com-Islam adalah agama yang sempurna, agama yang mengajarkan kasih sayang, kedamaian, dan penghormatan terhadap sesama manusia bahkan tidak memandang agama apa yang dianut oleh manusia tersebut. Di dalam Al-Qur’an dan Hadist disebutkan bahwa umat islam diperintahkan untuk hidup rukun dan saling menghormati, termasuk dengan mereka yang berbeda agama. Dalam konteks tersebut adalah menghormati perayaan natal yang dirayakan oleh saudara kita yang beragama kristiani, hal tersebut menjadi bentuk nyata dari toleransi beragama seperti yang diajarkan dalam islam.
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa keberagaman adalah bagian dari kehendak Allah: “Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang…”(QS Al-Maidah:48). Dapat kita lihat bahwasanya ayat ini mengingatkan bahwa perbedaan keyakin pada seseorang itu hal yang wajar, dan tugas kita sebagai manusia adalah menjaga keharmonisan di Tengah keberagaman tersebut. Menghormati perayaan natal yang diselenggarakan oleh umat kristiani adalah cara umat islam menerapkan nilai-nilai islam yang mengajarkan tentang toleransi beragama dan juga sikap penghormatan.
Nabi Isa adalah nabi yang diutus oleh Allah SWT untuk menyebarkan kebaikan dimuka bumi ini. Dalam Al-Qur’an Nabi Isa disebut dengan penuh penghormatan, dan kisah kelahirannya melalui Maryam menjadi salah satu tanda kebesaran Allah SWT. Meski umat islam tidak merayakannya secara teologis, tetapi menghormati perayaan tersebut sudah menjadi wujud yang dapat di apresiasi atas ajaran kasih sayang yang disampaikan Nabi Isa.
Menghormati natal bukan berarti kita umat islam harus mengubah keyakinan mereka, akan tetapi menunjukan sikap menghargai hak umat kristiani untuk menjalani ibadah dan tradisi keagamaan mereka. Di dalam kehidupan bermasyarakat toleransi beragama sangat dijunjung tinggi, karena dilingkungan Masyarakat pasti ada yang beragama Kristen. Maka dari itu sikap toleransi di kehidupan Masyarakat sangat penting agar tidak terjadi keributan apabila ada perayaan dari umat kristiani.
Menghormati natal di era modern juga penting seperti di negara Indonesia, untuk memperkuat persatuan dan kesatuan terutama di negara yang memiliki Masyarakat majemuk seperti Indonesia. Pada intinya menghormati natal adalah salah satu bentuk dari ajaran islam sebagai Rahmatan lil ‘alamin (Rahmat bagi seluruh alam). Toleransi beragama bukan hanya menghormati perayaan, tetapi menunjukan sikap hormat dan menghargai bukan malah mengejek atau menjelekan agama tersebut. Dengan demikian, perayaan natal bisa menjadi momentum untuk memperkuat sikap toleransi kita dan juga memperkuat persaudaraan antarumat beragama, mewujudukan kedamaian dan keharmonisan yang menjadi keinginan semua manusia.
Tantangan Menghormati Natal sebagai Wujud Toleransi Beragama dalam Islam
Di dalam agama islam, menghormati agama lain termasuk natal adalah bentuk toleransi beragama yang diajarkan dalam islam. Namun menghormati natal juga memiliki tantangan yang perlu diketahui dan dipahami dengan baik agar sesuai dengan akidah islam. Berikut adalah beberapa tantangan yang harus diketahui dan dipahami:
1. Batasan Akidah dan Keyakinan
Tantangan yang utama adalah menjaga akidah dan keyakinan. Dalam islam, meyakini keesaan Allah SWT adalah pondasi yang utama. Dalam konteks menghormati natal bukan berarti ikut merayakan acara tersebut atau meyakini perayaan tersebut, tetapi bagi seorang muslim menghormati natal adalah bentuk toleransi yang diajarkan dalam islam. Seperti konsep Trinitas atau keyakinan tentang Yesus sebagai tuhan. Islam menekankan bahwa menghormati keyakinan orang lain bukan berarti kita ikut mempercayai keyakinan tersebut.
2. Misinterpretasi Toleransi
Ada sebagian orang yang menanggap bahwasanya apabila kita menghormati perayaan tersebut, maka kita ikut serta dalam perayaan tersebut dan meyakini apa yang dianutnya, hal ini dapat memicu kontroversi.
3. Tekanan Sosial
Dalam kehidupan bermasyarakat yang beragam, umat muslis seringkali menghadapi tekanan sosial untuk ikut serta dalam perayaan natal, seperti menghadiri natal, mengucapkan selamat natal, dan lain sebagainya. Menjadi tantangan pribadi untuk mempertahankan keyakinan agar tidak tergoyah imannya.
4. Pemahaman yang Kurang Tentang Toleransi dalam Islam
Sebagian umat islam mungkin tidak memahami konsep toleransi dalam islam secara mendalam, sehingga munculah pemikiran yang menentang yang bisa memicu keributan. Pentingnya memahami agama secara mendalam agar tidak terjadi hal seperti itu, karena Allah SWT berfirman QS. Al-Mumtahanah: 8 “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah maha mencintai orang-orang yang berlaku adil.” Maka dari itu kita diajarkan untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada sesama termasuk non-Muslim.
5. Pandangan Masyarkat Muslim yang Beragam
Beberapa negara muslim itu memiliki pandangan yang berbeda terhadap perayaan agama lain seperti natal. Ada Masyarakat yang terbuka dan tidak masalah dengan perayaan natal, namun ada juga beberapa yang menolak perayaan natal tersebut sebagai pelanggaran syariat.
6. Pengaruh Media
Di media sering kali berseliweran tentang perayaan natal, hal tersebut dapat menimbulkan kebingungan terutama kalangan anak muda yang belum matang arti dari toleransi dan mereka tidak tau caranya menghormati tanpa kehilangan keislaman mereka.
Solusi Islam Terhadap Tantangan Tersebut
Sebagai seorang muslim yang taat kita seharusnya mempelajari ilmu agama sejak kecil agar ketika besar dihadapkan dengan tantangan tersebut kita bisa menyelesaikannya. Khususnya bagi orang tua, orang tua sangat berperan penting dalam hal ini, orang tua harus mendidik dan mengajarkan agama sejak kecil mulai dari hal-hal yang sederhana seperti membaca basmalah ketika melakukan sesuatu dan membaca hamdalah ketika selesai melakukan sesuatu. Karena orang tua adalah sekolah pertama bagi anak. Ketika anak tersebut sudah besar disarankan untuk orang tua menyekolahkan di sekolah agama atau pesantren.
Sekarang sudah banyak sekali pesantren yang modern dan pesantren adalah pilihan yang tepat apabila orang tua menginginkan anaknya memperdalam ilmu agama. Orang tua juga harus mejadi contoh yang baik bagi anak-anaknya, karena orang tua adalah sekolah pertama buat anak sekaligus menjadi contoh yang baik untuk anak. Selain memberikan contoh yang baik, orang tua juga harus membangun komunikasi yang baik agar mereka bisa lebih mudah memahami batasan atau keyakinan masing-masing.
Menurut Prof. Dr. H. Gunarto, SH. MH, Perbedangan pandangan mengenai boleh dan tidaknya umat Islam memberikan ucapan selamat atas perayaan hari raya umat agama lain senantiasa menjadi tema dan sekaligus polemik yang menarik untuk didiskusikan. Misalnya saja bagaimana hukumnya jika seorang muslim mengucapkan selamat hari Natal kepada umat Kristiyani. Diskusi diskusi semacam itu tentu akan semakin meruncing manakala dibenturkan dengan aqidah dan pentingnya menjaga keharmonisan kehidupan antar umat beragama.
Dalam Al Qur’an surat Maryam ayat yang ke 33
وَالسَّلٰمُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُّ وَيَوْمَ اَمُوْتُ وَيَوْمَ اُبْعَثُ حَيًّا
Allah SWT mengabadikan doa Nabi Isa AS yang artinya “Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali”. Ayat tersebut membahas mengenai ucapan selamat.
Mengenai ayat tersebut Prof Dr Quraish Shihab dalam tafsir Al Misbah halaman 443-445 menyatakan dua pandangannya mengenai mengucapkan selamat hari Natal kepada umat Kristiyani.
Pertama, pandangan ulama yang melarangnya karena esensi Aqidah, Dimana pemahaman tentang Isa AS sangat berbeda antara aqidah umat Islam dengan aqidah umat Kristiani. Sehingga supaya tidak terjadi pengkaburan akidah maka sebagian ulama melarang mengucapkan selamat Natal oleh umat Islam kepada umat Kristiani. Dengan kata lain memberikan ucapan selamat tersebut dapat menodai aqidah seorang Muslim. Karena pemahaman terhadap Isa AS secara teologis berbeda sekali antara Islam dan Kristen. Sehingga ketika seorang muslim memberikan ucapan selamat Natal sama dengan menyetujui bahwa Isa AS adalah anak Tuhan bukan sebagai Nabi seperti dalam keyakinan umat Islam.
Pandangan yang kedua adalah sebagian ulama lainnya tidak melarang umat Islam mengucapkan selamat Natal. Dengan catatan selama hal itu tidak berpotensi mengganggu aqidah seorang Muslim, dan dilakukan dalam kerangka menjaga keharmonisan hubungan antar umat beragama. Prof Quraish Shihab menyimpulkan bahwa boleh mengucapkan selamat hari raya kepada pemeluk agama lain sepanjang hal itu dilakukan dengan arif dan bijaksana serta tidak ada potensi untuk menodai aqidah seorang muslim.
Cara Agar Kita Tetap Menjaga Keharmonisan dan Kerukunan Antar umat Beragama
Pertama, bahwa tidak menjadi sebuah keharusan bagi seorang muslim memberikan ucapan selamat atas perayaan hari raya agama lain. Dalam kitab Iqtidhou Sirotol Mustaqim karya Ibnu Taimiyah di halaman 195 dan 196 dijelaskan meskipun dalam kehidupan bermualah Nabi Muhammad berinteraksi secara baik dengan kaum Yahudi. Sebagai salah satu contohnya Nabi pernah berhutang ke seorang Yahudi dengan jaminan baju besi milik Nabi sendiri. Namun demikian semasa hidupnya Nabi tidak pernah ikut bersama sama dengan kaum Yahudi di dalam suatu perkara khsusus misalnya bersinergi untuk urusan perayaan hari raya nonmuslim.
Orang- orang Islam tidak pernah mengubah tradisi karena pengaruh mereka untuk bersinergi dalam hari raya mereka. Ketika nonmuslim merayakan hari raya mereka sikap Rosulullah SAW dan sikap orang muslim semasa itu sama seperti hari – hari biasa.
Rosulullah dan umat Islam senantiasa menjaga hubungan yang harmonis dengan nonmuslim, tetapi tidak pernah ikut campur terkait hari raya mereka. Rosul dalam sejarahnya juga tidak mengucapkan selamat ketika nonmuslim merayakan hari besar keagamaan. Namun hal itu tidak mengurangi keharmonisan, toleransi, dan rasa kemanusiaan.
Kedua, mengucapkan selamat natal dari Muslim kepada nonmuslim merupakan sebuah komunikasi. Bagaimana tuntunan Al Qur’an dalam membangun sebuah komunikasi. Komunikasi yang diajarkan dalam Al Qur’an adalah komunikasi yang benar, edukatif, dan efektif. Komunikasi yang benar edukatif, efektif, dan terhormat itu tidak harus selalu dengan mengucapkan selamat hari raya kepada pemeluk agama lain.
Qur’an memberikan rambu rambu kepada kaum Muslim untuk berkomunikasi dengan kata kata yang benar (Qoulan syadida). Hal itu dipertegas dalam surat Al Ahzab ayat 70.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ
Berkata yang benar artinya tidak menyalahi akidah Islam, tidak menyalahi etika Islam, jujur, dan tidak berbohong.
Qur’an juga memberikan kita tuntunan bagi kaum Muslim untuk berkomunikasi dengan menggunakan komunikasi yang telah terverifikasi (diketahui baik) yaitu qoulan makrufan. Komunikasi yang diketahui baik terkait bahasan ini yaitu yang sesuai dengan Qur’an Surat Maryam ayat ke 33. Surat itu dibaca oleh umat Islam dalam keseharian yaitu selamat atas kelahiran Isa Ibnu Mariam, Isa AS sebagai hamba dan Nabi Allah SWT. Bukan Isa sebagai anak Tuhan. Itulah makna komunikasi yang telah terverifikasi, komunikasi yang diketahui baik. Sebuah komunikasi yang telah diketahui dalam syariah.
Lantas bagaimana seharusnya sikap kita dengan umat Kristiyani dalam konteks keseharian maupun saat perayaan Natal. Allah SWT melalui Al Qur’an mendidik kaum Muslim untuk berkomunikasi secara lemah lembut (qoulan layinan). Al Qur’an juga memberikan tuntunan agar berkomunikasi dengan kata kata yang mulia (qoulan karima). Tidak menghujat mereka, tidak menjelek jelekan mereka, tidak merendahkan mereka, tidak menistakan agama mereka. Demikian juga Al Qur’an memberikan tuntunan agar kaum Muslim menggunakan komunikasi yang efektif (qoulan baligho).
Ketiga, dalam tafsir Ar Razi karya Fahrudin Ar Razi pada juz 3 halaman 241- 242. Disebutkan tidak boleh memakai bahasa komunikasi dengan bahasa tertentu yang membawa efek kesalahpahaman, yang berefek pada kehidupan sosial, hukum, politik, maupun berefek pada keharmonisan sosial.
Didalam tafsir Ar Razi disebutkan ketika Nabi SAW membacakan ilmu dihadapan para Sahabatnya maka para Sahabat ketika itu akan mengatakan roina ya Rosulullah. Roina diartikan “jagalah kami ya rosulullah atau peliharalah kami ya Rosulullah”. Kata kata roina ketika itu sangat populer di kalangan umat Islam. Sementara secara spesifik kata roina juga populer digunakan oleh kaum Yahudi sebagai hujatan atau cacian. Roina digunakan sebagai bahasa untuk mencaci maki, meremehkan, dan juga menistakan.
Orang orang Yahudi menggunakan kata roina di depan Nabi sebagai olok olok. Ketika Nabi mengatakan “dengarlah” maka orang orang Yahudi ketika itu juga akan mengatakan roina dengan maksud yang berbeda yaitu “kami tidak mau mendengar”. Mereka menggunakan kata roina dengan arti dan maksud yang berkebalikan sebagai upaya meremehkan ucapan ucapan Nabi Muhammad.
Merespon peristiwa tersebut Allah SWT menurunkan Surat Al Baqoroh ayat ke 104 yang menyuruh umat Islam untuk menghentikan menggunakan kata roina. Supaya tidak adalagi kesalahpahaman atau kata yang disalah artikan. Penggunaan kata roina yang disalahartikan sangat membahayakan secara etika dan membahayakan secara aqidah.
Belajar dari peristiwa tersebut maka mengucapkan selamat hari raya Natal ada dua versi. Pemahaman Isa AS versi Islam dan Isa versi Nasrani. Sedangkan Natal itu spesifik terminologi milik Nasrani bukan versi Islam. Sehingga jika seorang Muslim mengucapkan selamat Natal kepada Nasrani itu ikut ikutan versi mereka. Menurut teori Surat Al Baqoroh ayat 104
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقُوْلُوْا رَاعِنَا وَقُوْلُوا انْظُرْنَا وَاسْمَعُوْا وَلِلْكٰفِرِيْنَ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
kata kata roina itu dihentikan. Sehingga tidak pas jika umat Islam mengucapkan selamat Natal pada umat Kristiyani meskipun hal itu tidak dikhawatirkan menodai aqidah.
Lantas bagaimana menjalin keharmonisan dengan umat agama lain khususnya Kristiyani ketika mereka sedang merayakan natal maupun dalam kehidupan keseharian?. Maka panduan kita sudah sangat jelas untuk bermuamalah dengan baik, berkomunikasi dengan baik, bertindak yang baik. Tidak mengganggu mereka. Tidak mengancam mereka. Tidak meneror mereka. Kaum muslim diajarkan mengekedepankan ahlaq yang mulia.