Oleh: Raffael Antonio Pinasti, Mahasiswa Prodi Ilmu Pemerintahan, Universitas Yuppentek Indonesia.
TANGERANGNEWS.com-Pendidikan adalah kunci utama dari kemajuan bangsa Indonesia. Dengan adanya pendidikan, sumber daya manusia yang ada di Indonesia akan lebih terbentuk dan berkualitas.
Namun pada realitanya, sumber daya manusia di Indonesia belum sepenuhnya berkualitas seperti yang diharapkan. Tentu saja yang menjadi faktor utama adalah sistem pendidikan di Indonesia.
Pergantian menteri pendidikan Indonesia menghasilkan tergantinya kurikulum pendidikan di Indonesia. Hal ini tentu membuat kebingunan di tengah masyarakat. Apakah kurikulum pendidikan menjadi poin utama dalam permasalahan di sektor pendidikan Indonesia? Tentu hal ini harus diteliti kembali karena selama ini bergantinya kurikulum pendidikan tidak membuahkan hasil yang maksimal. Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian utama dibandingkan dengan kurikulum pendidikan.
Sistem kenaikan kelas atau kelulusan
Hal utama yang harus dilakukan adalah dibenarkannya sistem pendidikan dalam hal kenaikan kelas maupun kelulusan siswa. Banyak sekolah di Indonesia yang menaikkan atau meluluskan siswa-siswi tanpa adanya penyaringan yang jelas apakah siswa-siswi tersebut sudah menguasai ilmu yang dipelajari atau tidak.
Terbukti dari banyaknya kasus siswa-siswi yang masih tidak bisa membaca, namun sudah menduduki bangku SMP maupun SMA. Ini harus dipertanyakan kepada sekolah tingkat sebelumnya mengapa anak tersebut bisa diluluskan dari sekolah dasar. Mirisnya, hal ini marak terjadi dan bahkan menjadi hal yang biasa dilakukan oleh sekolah-sekolah di Indonesia.
Hasilnya, banyak siswa-siswi yang malas mengerjakan tugas, tidak belajar secara serius, atau bahkan bolos sekolah dengan beranggapan untuk apa sekolah setiap hari karena pada akhirnya mereka akan tetap diluluskan.
Ini tentu harus menjadi perhatian utama dalam permasalahan pendidikan Indonesia. Untuk menciptakan generasi yang maksimal, maka diperlukan pendidikan yang jelas. Solusi yang bisa dilakukan adalah diberlakukannya kembali Ujian Nasional agar dapat mengukur pengetahuan sisswa-siswi dalam kegiatan belajar di sekolah sebelum diputuskannya kenaikan atau kelulusan.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Abdul Mu’ti mengatakan bahwa akan memberlakukan kembali Ujian Nasional di tahun 2026 mendatang. Maka saya memiliki harapan penuh untuk keputusan ini betul-betul terlaksana agar dapat membentuk sumber daya manusia yang berkualitas.
Sistem zonasi di Indonesia
Secara penilaian masyarakat, masih banyak kekurangan dari penerapan sistem ini. Salah satunya dikarenakan tidak meratanya sekolah di Indonesia. Masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang tidak memiliki sekolah. Jadi bagaimana caranya menerapkan sistem zonasi jika sekolahnya saja tidak ada.
Pada akhirnya kebanyakan siswa-siswi yang tidak diterima di sekolah negeri terpaksa untuk bersekolah di sekolah swasta yang memerlukan biaya lebih tinggi sehingga hal tersebut sudah melenceng dari tujuan awal diberlakukannya sistem zonasi.
Seharusnya lebih baik memperhatikan ketersediaan sekolah negeri di daerah pedesaan daripada fokus pada pergantian kurikulum. Jika sekolah negeri sudah merata di Indonesia, baru sistem zonasi dapat berjalan secara maksimal.
Para oknum pungli dan realita masyarakat
Bila siswa-siswi tidak diterima di sekolah negeri, maka masih bisa dengan jalur lain. Salah satu jalur yang paling sering terjadi adalah jalur beli kursi. Beli kursi masih banyak dilakukan oleh oknum-oknum di sekolah. Dengan membayar sekian maka sudah dipastikan siswa tesebut akan diterima di sekolah negeri.
Tentu hal ini sudah lama terjadi dan masih banyak sekolah yang melakukan hal tesebut. Tetapi justru masyarakat menganggap hal ini adalah hal yang biasa terjadi. Padahal hal ini sudah memasuki ranah pemungutan liar oleh oknum-oknum di sekolah.
Selain pungli dalam tahap pendaftaran, ditemukan pungutan lain berupa beli seragam. Banyak sekolah yang masih menjual seragam mereka. Padahal tertulis dalam Pasal 181 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 berisi tentang larangan penjualan seragam sekolah bagi tenaga pendidik dan kependidikan.
Hal ini sangat berpengaruh kepada realita masyarakat, terutama masyarakat menengah kebawah. Karena mereka harus dibebankan biaya yang besar, bahkan jika mereka bersekolah di sekolah negeri yang jelas sudah dibiayai oleh pemerintah.
Realita yang ditemukan adalah banyak anak muda yang putus sekolah. Jika hari ini kita bertanya kepada pengamen muda di jalanan mengapa ia tidak sekolah, maka jawabannya adalah karena mereka tidak punya uang.
Apakah realitanya hanya orang yang memiliki uang yang dapat bersekolah? Lalu kemanakah program-program sekolah gratis yang dijanjikan? Karena realita masyarakat menengah kebawah masih kesulitan untuk mendapatkan pendidikan yang layak sampai hari ini.
Kurikulum pendidikan memang penting, tetapi seharusnya pemerintah sadar bahwa kurikulum bukan masalah utama dalam sektor pendidikan. Bergantinya kurikulum sampai hari ini tidak menghasilkan perubahan yang signifikan karena memang bukan itu masalah utama yang terjadi.
Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan sistem penilaian di setiap sekolah, membuka ketersediaan sekolah-sekolah baru di daerah pedesaan dan pedalaman, juga membrantas kasus-kasus pungutan liar agar sistem pendidikan di Indonesia dapat berjalan secara maksimal.
Bila hal-hal ini masih marak terjadi di Indonesia, maka bagaimana kita dengan yakinnya mengatakan akan menyambut generasi emas di tahun 2045. Karena sampai hari ini masih banyak generasi muda yang tidak mendapatkan pendidikan layak dari pemerintah. Jadi apakah generasi emas 2045 betul akan tercipta dengan regenerasi seperti ini?