Jumat, 22 November 2024

Hadiri Acara Pawarja, Siti Nur Azizah Bangga dengan Budaya Jawa

Siti Nur Azizah berpose bersama kelompok kesenian Jawa pada acara yang digelar Paguyuban Warga Jawa Tangerang Selatan, Sabtu (22/11/2019)(@TangerangNews / Yudi Adiyatna)

TANGERANGNEWS.com-Bakal calon (Bacalon) Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Siti Nur Azizah merasa bangga dengan budaya Jawa, sebab, puteri Wakil Presiden Republik Indonesia Ma'ruf Amin tersebut pernah dibesarkan di lingkungan Jawa.

Hal itu dikatakan Azizah kepada awak media saat menghadiri acara yang digelar Paguyuban Warga Jawa (Pawarja) Tangerang Selatan di lapangan bola Perigi, Pondok Aren, Sabtu (22/11/2019) malam.

"Saya merasa terhormat mendapatkan undangan dari Pawarja yang cukup eksis di Tangsel. Ini merupakan geliat budaya Jawa diantara budaya-budaya lain, yang memperkokoh Tangsel sebagai kawasan multikultur yang harmonis ke depan," ujarnya.

Azizah yang datang pada malam puncak kegiatan dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Tangsel ke-11 membaur bersama ribuan warga.

BACA JUGA:

Berbagai kesenian Jawa ditampilkan dalam kegiatan yang dihelat selama dua hari tersebut, dengan puncak acara pementasan wayang kulit yang membesut lakon Wahyu Cakraningrat dengan dalang Ki Sri Kuncoro.

Sebagai sosok yang memahami budaya Jawa, ternyata Azizah cukup memahami lakon tersebut. Bahkan ia menyebut sejatinya Wahyu Cakraningrat adalah suluh Pilkada Tangsel dan tepat digelar pada momen jelang perhelatan politik lima tahunan tersebut.

"Kisah ini tentu tepat dengan momentum Pilkada yang akan segera digelar di Kota Tangsel yang kita cintai. Lakon Wahyu Cakraningrat adalah kisah moral dalam persaingan para ksatia yang berusaha memantaskan diri di hadapan dewata untuk mendapatkan restu berkuasa atas rakyatnya. Kita wajib menyimak sebagai tontonan yang juga membawa tuntunan," bebernya.

Azizah kemudian merinci makna kata Wahyu Cakraningrat tersebut. Dijelaskannya, wahyu adalah petunjuk dari Tuhan yang diturunkan kepada manusia tertentu dengan kualifikasi istimewa. Secara etimologi wahyu berasal dari kata kerja bahasa Arab waḥā yang berarti memberi wangsit, mengungkap, atau memberi inspirasi.

Sedangkan Wahyu Cakraningrat dimaknai sebagai wahyu yang menjelma di dalam jiwa seseorang yang tetap menjaga bersatunya nusa dan bangsa. Seseorang yang selalu memberi pencerahan akan kedamaian di muka bumi. Karena itu, seseorang yang dijelmai Wahyu Cakraningrat akan pantas kalau ditakhtakan sebagai raja agung (penguasa).

"Wahyu Cakraningrat yang disebut juga sebagai Wahyu Keprabon bukanlah hal yang mudah diperoleh. Artinya, siapa saja yang ingin mendapatkan Wahyu Cakraningrat harus mendapat dukungan simbolis empat punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong) dan harus berani melakukan tapa brata," katanya. 

Punakawan menyimbolkan representasi rakyat kecil, sekaligus kehendak yang Maha Kuasa. Dalam demokrasi modern disebut dengan istilah vox populi, vox dei (suara rakyat adalah suara Tuhan).

Kemudian, agar mendapatkan dukungan dari empat punakawan, seorang yang ingin memperoleh Wahyu Cakraningrat harus mampu mengendalikan empat nafsunya, yakni: aluamah (serakah), amarah (emosi), supiyah (keindahan), dan muthmainah (keutamaan).

"Bila telah berhasil mengendalikan empat nafsu tersebut berarti jiwanya sentosa dan akan mendapat kemudahan dalam melaksanakan tapa brata dengan menenangkan raga, mengheningkan rasa, memfokuskan cipta, dan menguasai karsa (kehendak)," terangnya.

#GOOGLE_ADS#

Selanjutnya sesudah dijelmai Wahyu Cakraningrat, orang tersebut harus menjauhkan diri dari seluruh perbuatan yang tidak baik, seperti jangan suka meremehkan orang lain (sapa sira, sapa ingsun). Jangan sampai memiliki watak sombong (adigang, adigung, adiguna). Jangan suka meremehkan orang yang miskin dan malah memuja yang kaya. Jangan suka mengingkari janji dan jangan berbuat jahat kepada alam seisinya.

Dengan demikian, kata Azizah, kisah Mahabarata dalam lakon "Wahyu Cakraningrat" yang dipentaskan malam ini adalah sebuah permata agung bagi rencana pesta demokrasi yang akan segera digelar di Tangsel mendatang. 

"Kita harus mengambil dan merawat permata budaya tersebut sebagai panduan dalam berkontestasi di Tangsel. Kontestasi pilkada adalah sebuah fase kita bertapa dalam rimbunnya hutan demokrasi untuk mendapatkan inspirasi dan pencerahan (Wahyu Cakraningrat). Setelahnya mendapatkan mandatnya kita akan memimpin masyarakat dan membawanya ke arah perubahan yang lebih baik sehingga tercipta pemerataan kemajuan untuk kesejahteraan," pungkasnya.(MRI/RGI)

Tags Bacalon Wali Kota Tangsel Berita Tangsel Pilkada Tangsel 2024 Politik Tangsel Siti Nur Azizah