TANGERANGNEWS.com-Puluhan muslimah memadati selasar masjid Al Bayan di kawasan kampus Institut Teknologi Indonesia (ITI) di Jalan Raya Puspiptek, Setu, Kota Tangerang Selatan beberapa hari yang lalu.
Mereka menyimak pemaparan materi menyoal pendidikan ideal yang dihelat Majelis Taklim Rindu Syariah.
Diskusi bertajuk Pendidikan Ideal: Merdeka Belajar atau Belajar Merdeka? itu dipandu oleh ustazah Novie Rachmawaty dengan narasumber ustazah Fitriyani, dan ustazah Bintoro Siswayanti.
Dalam pengantarnya, pemandu diskusi mengatakan, pendidikan merupakan salah satu hal penting yang dapat meningkatkan peradaban umat di suatu bangsa. Karenanya, ia mengajak peserta untuk mencari tahu kondisi pendidikan di Indonesia, serta mencari solusi untuk mengatasi kondisi tersebut.
Dalam pemaparannya, Fitriyani, seorang pemerhati pendidikan, mengupas makna merdeka belajar dan belajar merdeka dari kacamata pendidikan di Indonesia.
#GOOGLE_ADS#
Dikatakannya, berdasarkan skor PISA ( Programme for International Student Asessment ), Indonesia berada diperingkat 6 terakhir dari 79 negara. Peringkat itu untuk hasil ujian matematika, membaca, dan sains.
Peringkat Indonesia dalam PISA, lanjutnya, terus menurun. Hal ini juga yang menjadi landasan Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim, mengubah beberapa arah kebijakan pendidikan sebagai terobosan agar Indonesia mempunyai sumber daya manusia yang siap kerja dan memenuhi kebutuhan industri.
"Namun, apakah kebijakan tersebut merupakan solusi permasalahan pendidikan di Indonesia?. Kemudian, apa solusi tersebut membuat para siswa di Indonesia bisa "Merdeka dalam belajar" atau Indonesia masih dalam status "Belajar merdeka?" ucapnya.
Ia menerangkan, dalam sistem sekuler saat ini, pendidikan hanya dirancang untuk melahirkan manusia yang siap memasuki pasar tenaga kerja dan penggerak mesin industrialisasi dunia. Penyiapan tenaga kerja digital terkini, sekedar mencetak tenaga kerja terdidik bagi pemasaran teknologi kapitalisme global agar Indonesia siap membeli produk teknologi tersebut.
"Inilah yang membuat siswa di Indonesia masih jauh dari status merdeka belajar," tegasnya.
"Berbeda dengan sistem Islam, pendidikan menjadikan manusia mengetahui hakikat dirinya, sehingga ia memahami tujuan penciptaannya dan akhirnya menjadi hamba Allah yang sesungguhnya," lanjutnya.
Dalam sistem ini, Fitriyani memaparkan, para siswa merdeka dari menghamba kepada sesama manusia, dan menjadi makhluk Allah SWT yang menebar manfaat seluas-luasnya.
"Dengan kata lain proses belajar mengajar bernilai ibadah dan hasilnya dapat memberi manfaat bagi kehidupan umat. Inilah yang disebut sebenar-benarnya merdeka dalam belajar," tutupnya.
Sementara, pada sesi kedua, Bintoro memaparkan materi Islam Mencerdaskan Bangsa.
Menurutnya, ada tiga bahaya ilmu pengetahuan berbasis ekonomi, antara lain, terjadinya pergeseran tujuan menuntut ilmu ke arah materialistik, melambatnya perkembangan ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan tidak mensejahterakan rakyat.
Untuk menyelesaikan bahaya dan permasalahan pendidikan tersebut, Bintoro menjelaskan, bahwa suatu negara wajib untuk meninggalkan sistem pendidikan sekulerisme dan kembali ke sistem Islam atau khilafah.
"Dengan demikian, tujuan pendidikan yang bisa melahirkan manusia berintegritas atau berkepribadian Islam, menguasai ilmu dan kompetensi untuk melahirkan amal shalih atau maslahat bagi masyarakat dapat diwujudkan," katanya.
Kemudian ia menjelaskan bagaimana penyelenggaraan sistem pendidikan di negara Islam, mulai dari kurikulum, metode belajar hingga strategi pendidikannya.
"Semua penyelenggaraan sistem pendidikan tersebut tidak terlepas dari peran negara sebagai pelayan ummat. Dengan demikian kemerdekaan dalam belajar dan menuntut ilmu bisa terwujud," terangnya.
Sebelum mengakhiri sesi diskusi, Bintoro juga menayangkan video mengenai keberhasilan penerapan sistem Islam dalam pendidikan. Dalam video tersebut terlihat bahwa pada masa khalifah Abasiyah lahir para ilmuan-ilmuan dengan penemuan-penemuan yang hebat bahkan teknologinya masih digunakan hingga sekarang.(RMI/HRU)