TANGERANGNEWS.com-Kota Tangerang Selatan sudah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sejak Sabtu, 18 April 2020. Namun, selama sepekan lebih tersebut, kasus COVID-19 belum juga berkurang.
Pantauan TangerangNews di laman resmi informasi COVID-19 Pemkot Tangsel, https://lawancovid19.tangerangselatankota.go.id/, meski telah berlaku PSBB, tren kenaikan jumlah kasus COVID-19 masih mengalami peningkatan.
Pada hari pertama PSBB, 18 April 2020, tercatat orang dalam pemantauan (ODP) sebanyak 777 kasus (154 selesai dipantau, 623 masih dipantau), pasien dalam pengawasan (PDP) 291 kasus (11 sembuh, 243 masih dirawat, 37 meninggal), dan pasien positif 76 kasus (14 sembuh, 44 masih dirawat, 18 meninggal).
Sementara, menurut data hari ini, Minggu (26/4/2020), ODP naik menjadi 953 kasus (267 sembuh, 686 masih dipantau), PDP naik menjadi 373 kasus (24 sembuh, 296 masih dirawat, 53 meninggal), pasien positif naik menjadi 86 kasus (15 sembuh, 53 masih dirawat, meninggal 18).
Jika dirinci, selama sepekan PSBB terjadi kenaikan kasus sebanya 176 ODP, 82 PDP dan 10 pasien positif.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Kebijakan Publik asal Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Zaki Mubarok menilai pemberlakuan PSBB ini terlambat.
"Seharusnya sejak kasus pertama muncul ditemukan di Jakarta, lockdown atau PSBB ini sudah harus diterapkan di Jabodetabek, termasuk Tangsel. Kebijakan Pemerintah Pusat yang terlalu longgar, telah menyebabkan interaksi mereka yang terkena virus dengan masyarakat umum terus berlangsung. Ini yang menyebabkan jumlah terus membesar. Jadi PSBB agak telat memang," ujar Zaki saat dihubungi, Minggu (26/4/2020).
Meski demikian, Zaki menuturkan langkah Pemkot Tangsel dalam menerapkan PSBB ini sudah tepat. Namun sayangnya, belum diawasi secara benar.
"Padahal kecepatan penularan COVID-19 ini luar biasa. PSBB memang sudah selayaknya dilakukan. Kebijakan tegas untuk menjaga jarak dan pelarangan perkumpulan sudah seharusnya dilakukan. Jadi menurut saya, kebijakan PSBB ini sudah benar, hanya kontrol dan pengawasan di lapangan perlu diperkuat lagi," tuturnya.
#GOOGLE_ADS#
Menurutnya, dengan pengawasan dan kontrol yang lebih ketat, PSBB ini akan dapat lebih efektif.
"Ya setidaknya untuk mengantisipasi dan mencegah supaya penularan tidak berlangsung masif. Sebab menurut laporan banyak yang terpapar virus tapi tidak menunjukkan gejala-gejala," sambungnya.
Terlebih, kata Zaki, letak geografis Tangsel yang dekat dengan Jakarta juga harus menjadi sorotan.
"Kedekatan jarak geografis dengan Jakarta yang menjadi wilayah merah paling krisis pendemi, saya kira juga berpengaruh," tuturnya.
"Mobilitas warga Tangsel ke Jakarta sangat aktif. Banyak yang kerja dan beraktivitas di Jakarta. Mungkin saja ini penyebab penularan yang menjadikan PDP di Tangsel cukup besar," terangnya.
Hal tersebut, kata Zaki, tentunya harus didukung dan didorong dengan adanya kesadaran masyarakat. Saat ini, tingkat kesadaran masyarakat itu dinilai masih rendah.
Hal itulah, kata dia, juga menjadi faktor bahwa PSBB di Tangsel ini seolah menjadi kurang efektif.
"Kesadaran beberapa elemen masyarakat yang rendah, bahkan cenderung mengentengkan. Akibatnya, social distancing dan PSBB jadi kurang efektif. Misalnya KRL tetap padat, pasar-pasar masih ramai," pungkasnya. (RAZ/RAC)