TANGERANG-Pemkot Tangsel akan merubah habit (kebiasaan) warga-nya soal sampah. Rencana itu diketahui setelah Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany bersama rombongan yang menyertakan wartawan TangerangNews.com untuk mendapat kesempatan belajar soal sistem pengelolaan persampahan di Kota Malang pada Kamis (1/11) lalu.
Ya, sejak turun dari Bandara Abdul Rachman Saleh, Kota Malang dengan jumlah penduduk 890.000 jiwa, di atas lahan seluas 110 kilometer persegi, tampak terlihat kota itu bersih dan telah mampu menanggulangi persoalan sampah.
Tak salah kalau kota itu kini menjadi kiblat percontohan bagi dari daerah lain dalam mengelola sampah. Rombongan Wali Kota Tangsel menyaksikan sendiri, bagaimana seorang anak kecil menyetorkan sampah kepada petugas Bank Sampah Malang (BSM).
"Ibu, saya mau jual botol plastik," ujar seorang bocah bernama lelaki yang belakangan diketahui bernama Prasetio ,9, ditemani dua orang temannya.
Dengan sigap sang ibu penjaga loket, langsung mengambil dan menimbang botol plastik bekas minuman air kemasan, yang terbungkus kantong plastik kresek warna hitam. "Satu kilogram ya dek," ujar si ibu. Setelah menimbang sang petugas BSM itu memberikan uang pecahan Rp2.000 sebanyak dua lembar kepada Prasetio. Begitu mendapat uang tersebut, sang bocah langsung berjalan keluar sambil tersenyum.
Kisah transaksi yang terjadi antara seorang bocah dengan petugas Bank Sampah itu lah yang menjadi perhatian Airin. “Warga Tangsel harus bisa merubah kebiasaannya, melihat sampah seperti melihat penghasilan tambahan. Ini lah yang terpenting, bagaimana masyarakat begitu pelit akan membuang sampah sembarangan,” ujar Airin.
#GOOGLE_ADS#
Karena fakta itulah, Kota Tangsel yang baru terbentuk empat tahun silam, ingin mengadopsi bagaimana mengatasi sampah. Meskipun jumlah sampah dan jumlah penduduk di Kota Tangsel jauh lebih banyak dari Kota Malang . Dengan luas 147 kilometer persegi dan jumlah penduduk 1,3 juta jiwa.
“Memang Kota Malang lebih ringan bebannya, tetapi rasanya sangat relevan jika kami studi komparasi ke Kota Malang," ucap Airin.
BSM adalah sebuah koperasi yang bisa dikatakan Bank Sampah, karena yang disetor warga adalah sampah, bukan uang. Justru warga lah yang mendapat uang dari setoran sampah itu. Tentunya sampah yang sudah dipilah oleh warganya sendiri. Bisakah Pemkot Tangsel merubah warganya seperti di Kota Malang.
Respons yang bagus dari warga ini diakui Rahmat Hidayat, Direktur BSM, butuh waktu dan infrastruktur yang kuat. Namun, jika sudah berjalan, dalam tempo satu tahun jumlah nasabah BSM sudah mencapai 17.000.
Menurut Rahmat, tidak mudah mengelola bank sampah hingga berhasil seperti BSM. Sebab sudah banyak daerah lain mengembangkan konsep itu, tapi gagal.
"Tidak boleh setengah-setengah. Harus dipersiapkan sarana/prasarana dengan baik. Karena jika tidak siap, maka konsep itu akan gagal di tengah jalan," ucapnya.
Sebab lanjut Rahmat, persaingan di bisnis sampah luar biasa keras. "Banyak sekali mafia sampah. Karena sampah ini menghasilkan uang yang besar. Untuk itu kami coba mencari segmen pasar yang lain, yaitu kepada warga langsung bukan pada pabrik atau lapak pemulung," ucapnya.
Sewaktu awal mengembangkan BSM, kata Rahmat, ada dana hibah berupa CSR dari PLN sebesar Rp 250 juta. Tapi kini dana yang berputar berkisar Rp 50 - Rp 60 juta per bulan.
Mendengar penjelasan yang komprehensif itu, Airin tampak sangat antusias. "Akan saya terapkan konsep ini di Tangsel, meskipun sekarang ini sudah ada TPS3R," ujarnya.
Airin berjanji setelah ini, pihaknya akan mengevaluasi mengenai konsep bank sampah seperti yang ada di Kota Malang itu. "Pada 2013 kami akan persiapkan sarana/prasarana, supaya 2014 bisa secara masif kami implementasikan," ucapnya.
Kekaguman Airin tak berhenti di situ. Ketika rombongan dibawa ke TPA Supit Urang, lokasi itu tidak berbau, yang menimbulkan komplain warga setempat.
Dari TPA itu dihasilkan gas methane yang disalurkan kepada 60 KK warga sekitar. "Kami sedang berupaya meningkatkan kapasitas produksi, supaya pada 2013 bisa menyalurkan gas methane kepada 300 - 400 KK," ucap Wasto.
Seperti diketahui, sebagai sebuah kota baru, Tangsel saat ini masih terbelenggu oleh persoalan sampah. TPA Cipeucang yang berada di Kecamatan Setu, belum beroperasi karena adanya penolakan warga.
Rombongan Airin selanjutnya berkunjung ke TPA Talang Agung di Kabupaten Malang. Di atas lahan seluas tiga hektar itu, juga menghasilkan gas methane yang cukup besar.
"Pada 2010 warga juga menolak karena takut bau. Maka ini jadi acuan bagi kami bagaimana mengelola sampah jangan sampai bau," ucap Romdoni, Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Malang.
TPA Talang Agung juga menghasilkan gas methane yang sudah disalurkan ke rumah 60 KK. Pipa plastik yang disanggah dengan bambu, tampak tertancap di pinggir jalan TPA.
Dari pengelolaan sampah yang profesional itu kata Romdoni, pihaknya bisa mempekerjakan sebanyak 65 orang karyawan, dengan gaji Rp 700.000 - Rp 850.000/bulan.
"Kami sedang mengembangkan sungai yang melintas TPA ini untuk dijadikan tempat wisata air," ujarnya.
Setelah sehari mengunjungi dan melihat langsung pengelolaan sampah, kata Airin, pihaknya optimis bisa meniru keberhasilan Kota/Kabupaten Malang dalam mengelola sampah.
"Saya rasa bisa. Setelah ini saya akan mengkaji mendalam, apa saja yang harus dilakukan. Lalu mengirim orang untuk belajar mendalam soal sampah di sini," ucapnya.
Keseriusan Airin dalam menangani sampah di kota bertajuk cerdas, moderen, dan religius, itu bukan main-main. Ini terlihat ketika Airin membawa rombongan yang cukup besar ke Malang. Mulai dari Kepala Dinas Kebersihan, Pertamanan, dan Pemakaman, Asisten Daerah, hingga seluruh camat, dan sebagian perangkat SKPD terkait, serta tokoh masyarakat dan LSM.
"Saya sengaja bawa mereka, supaya melihat langsung, dengan harapan bisa diterapkan di Tangsel," ucapnya.