BANDARA-Ini tanggapan pengelola Bandara Internasional Soekarno-Hatta, PT Angkasa Pura II atas menyebarnya seruan melalui
BlackBerry Messenger dan
WhatsApp di Tangerang. Adapun ajakannya, jika ingin ikut menolak penutupan Pintu M1 agar mengisi biodata, yang turut juga disertailink pada sebuah laman website
www.change.org.
“Mengenai petisi, negara ini menjamin hak warga negaranya untuk menyampaikan pendapat. Tetapi soal Pintu M1, kenapa ya pakai petisi untuk memprotes. Apakah sebuah petisi bisa dipakai ? sejauh mana keabsahannya ? siapa yang bertanggungjawab atas petisi ini ? kan juga tidak jelas,” jelas Yudis Tiawan, Manajer Humas dan Protokoler Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Selasa (14/10).
Seharusnya, kata dia, banyak cara lain yang lebih baik seperti dialog terbuka, diskusi, seminar, silaturrahmi. Soal kemacetan akibat dari penutupan pintu M1.
“Semua sepakat kemacetan di bandara harus diselesaikan, harus diatasi, disisi yang lain kami juga telah menjelaskan bahwa Soekarno- Hatta juga harus mengatasi
lack of capacity yang terjadi. Solusi dari permasalahan itu adalah
Grand Design Bandara Soekarno-Hatta. Ini tidak bisa diatas secara parsial,” ujarnya.
Imbas dari setiap pembangunan, lanjut Yudis, tentu pasti ada dampaknya. Dan, setiap pengembangan tentu harus memerlukan partisipasi dan dukungan dari banyak pihak, termasuk pemerintah daerah.
“Kami pembayar pajak terbesar di Kota Tangerang. Dan ribuan pekerja di Bandara adalah warga Kota dan Kabupaten Tangerang. Masih belum cukupkah ini menjadi bukti manfaat keberadaan Bandara,” katanya seraya tersenyum.
Dengan adanya pengembangan pembangunan bandara, kata Yudis, manfaat untuk warga sekitar bandara akan semakin besar. Misalnya,
men-generate perekonomian suatu daerah. Sehingga itu yang membuat kepala daerah meminta bandaranya dibangun menjadi bandara International.
“Nah, soal pintu M1 kan memang sejak awalnya bukan jalan umum. Kenapa harus ditutup? Karena area itu akan dibangun berbagai infrastruktur baru antara lain Pembangunan stasiun KA dan rel (track)nya.. Kami tidak semata-mata menutup tapi menyiapkan juga alternatif penggantinya,” tutur Yudis.
Adapun urusan aksesibilitas warga Tangerang dari dan ke Bandara, kata Yudis, harus sama-sama dipikirkan Pemerintah Daerah bersama PT Angkasa Pura II serta semua pihak terkait.
Begitu juga Aksesibilitas warga Kabupaten dan Kota Tangerang yang dari dan ke Jakarta, menjadi kewajiban Pemerintah menyiapkannya.
“Saat M1 ditutup dan dialihkan, banyak orang belum-belum akan merasa susah, padahal belum tentu seperti itu. Kalau bandara ini semakin besar dan bagus, daerah mana sih yang paling diuntungkan ? Masyarakat mana yang merasakan,” tanyanya.