TANGERANGNEWS.com-Keputusan hasil ajudikasi Bawaslu Kota Cilegon yang meloloskan bacaleg eks napi koruptor dijelaskan Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Banten Kordiv Penyelesaian Sengketa Ali Faisal. Dikatakannya, lembaga pengawas penyelenggaraan pemilu itu bukan pelindung koruptor. Karena keputusan yang diambil mengacu pada pasal 240 Undang-Undang (UU) No. 7/2017 tentang Pemilu.
"Kami melakukannya tidak diluar undang-undang, ada kewenangan pada sengketa boleh memutus, dasar untuk memutus itu adalah Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 pasal 240," ujarnya saat menjadi narasumber Sosialisasi Pengawasan Pemilu yang diselenggarakan Bawaslu Kabupaten Tangerang di hotel Amaris, Panongan, Selasa (4/9/2018).
Dalam pasal tersebut, kata Ali, dinyatakan syarat-syarat bakal calon anggota legislatif pada Pemilu 2019, salah satunya soal bacaleg eks narapidan.
"Disitu (UU Pemilu) disebutkan salah satunya adalah mantan narapidana, kecuali dia telah menyelesaikan masa tahanannya dan mengumumkan diri di depan publik," imbuhnya.
Menurutnya, Bawaslu memiliki kewenangan untuk melakukan ajudikasi, sehingga bacaleg yang tidak puas atas keputusan KPU dapat mengajukan gugatan sengketa pemilu.
"Setiap yang tidak puas terhadap SK (surat keputusan) KPU boleh menggugat melalui sengketa pemilu. Kami melakukannya tidak di luar undang-undang. Ada kewenangan pada sengketa boleh memutus, dasar untuk memutus itu adalah Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 pasal 240," jelasnya.
Terkait dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 tahun 2018 yang salah satu isinya larangan bagi eks napi korupsi menjadi calon legislatif, ia mengakui PKPU itu hal yang progresif dalam upaya pemberantasan korupsi. Namun menurutnya langkah untuk mengatur hal itu semestinya bukan melalui PKPU, melainkan merubah isi pasal 240 UU No. 7/2017.
"Oleh karenanya, Bawaslu berfikir bahwa kalau kita bicara tentang hirarki ketatanegaraan, aturan dibawah tidak boleh melanggar aturan diatas, meskipun kami bukan lembaga penafsir undang-undang, tapi karena kami tunduk pada undang-undang," tambahnya.
Masih kata Ali, keputusan yang diambil Bawaslu meloloskan bacaleg eks napi koruptor karena Indonesia adalah negara hukum, sehingga proses pengambilan keputusan harus berdasarkan hukum. "Ini adalah ikhitiar bersama karena kita negara hukum, oleh karenanya kita harus tunduk pada hukum, ini adalah ikhtiar sampai ada putusan Mahkamah Agung yang menafsir itu," jelasnya lagi.
Ia pun kembali menekankan, keputusan Bawaslu meloloskan bacaleg eks napi koruptor bukan tidak mendukung gerakan anti korupsi. Namun, karena perintah undang-undang Pemilu.
"Kami dapat yakinkan di forum ini, Bawaslu bukan lembaga yang mendukung koruptor, itu adalah musuh kita. cuma cara memberangusnya bukan dengan cara yang ilegal, inkonstitusional, mari ikhtiar dengan cara membereskannya dengan regulasi," tukasnya.
Terpisah, pegiat Banten Bersih Gufroni, mengatakan semestinya Bawaslu turut menghormati dan melaksanakan PKPU yang sifatnya sudah mengikat para pihak. Sehingga, Bawaslu tidak boleh hanya melihat dari sisi undang-undang semata, tetapi juga aturan turunannya.
"Semestinya Bawaslu harus mengacu kepada PKPU, kalau tidak mau ya silahkan saja, misalnya gugat ke Mahkamah Agung," ujar Gufroni.
Selain itu, lanjutnya, semestinya Bawaslu juga tidak mengeluarkan keputusan sebelum keluarnya tafsir hukum dari Mahkamah Agung terkait pasal 240 UU No. 7/2017 yang saat ini masih dalam proses. Karena, kata dia, KPU juga belum bisa melaksanakan rekomendasi dari Bawaslu kalau belum ada keputusan dari Mahkamah Agung.
"Kalau mau elegan, semestinya Bawaslu juga jangan dulu mengeluarkan rekomendasi sebelum ada keputusan dari Mahkamah Agung," tukasnya.
Untuk diketahui, hari ini Bawaslu Kota Cilegon meloloskan Bacaleg eks napi korupsi, Jhony Hasibuan dari Partai Demokrat. Lolosnya Jhony setelah Bawaslu setempat mengeluarkan keputusan hasil ajudifikasi.(RMI/HRU)