TANGERANGNEWS.com- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah kebijakan untuk menghilangkan stigma negatif yang selama ini melekat pada layanan pinjaman online dengan mengganti istilah "pinjol" menjadi "pindar," yang merupakan kependekan dari pinjaman daring.
Upaya ini dilakukan untuk membangun citra yang lebih positif terhadap layanan fintech lending yang legal dan berizin.
Selama ini, istilah "pinjol" sering kali dikaitkan dengan pengalaman buruk, seperti bunga yang tinggi, penagihan kasar, dan keberadaan platform ilegal yang merugikan masyarakat.
Direktur Ekonomi Digital Celios Nailul Huda mengatakan, istilah baru ini diharapkan dapat membantu masyarakat lebih percaya pada layanan pinjaman daring.
Menurutnya, nama yang lebih positif memiliki potensi untuk mengubah persepsi publik sehingga masyarakat lebih nyaman menggunakan layanan keuangan berbasis teknologi yang telah diatur oleh regulasi.
"Diharapkan sebenarnya kata pindar bisa lebih diterima oleh masyarakat dengan konteks yang lebih positif. Ketika namanya positif, artinya semakin banyak orang percaya akan pinjaman daring. Semakin banyak yang menggunakan," ujarnya dikutip dari Kompas, Jumat, 20 Desember 2024.
Kendati begitu, Nailul melanjutkan, perubahan nama saja tidak cukup jika tidak diiringi dengan perbaikan tata kelola.
Masalah seperti sistem penilaian kredit, mekanisme penagihan yang etis, dan kepatuhan terhadap regulasi tetap menjadi pekerjaan rumah utama bagi industri fintech lending.
"Jika kinerjanya negatif, ya pindar akan sama dengan pinjol, konotasinya menjadi negatif juga," imbuhnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman menjelaskan, penggantian istilah ini juga bertujuan untuk mempermudah masyarakat dalam membedakan penyedia layanan yang legal dari yang ilegal.
Agusman berharap, perubahan ini mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat sekaligus mendorong pertumbuhan industri yang lebih sehat.
"Dengan pembedaan nama branding, diharapkan masyarakat lebih mudah mengidentifikasi mana penyelenggara yang legal," katanya.
Sebagai tambahan, OJK mencatat hingga Oktober 2024, industri fintech lending menunjukkan kinerja yang cukup baik dengan laba mencapai Rp1,09 triliun.
Meski demikian, masih ada sejumlah tantangan yang harus diatasi, seperti kredit bermasalah yang tercatat pada beberapa penyelenggara. Untuk itu, penguatan tata kelola dan manajemen risiko masih menjadi fokus utama.