TANGERANG-Pementasan teater menjadi mata kuliah wajib Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) di Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) yang berlokasi di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kecamatan Cikokol, Kota Tangerang.
UMT mengklaim, mata kuliah tersebut hanya ada di kampusnya dan saat ini telah menjadi syarat ujian akhir semenster (UAS).
Wakil Dekan II Bagian Kemahasiswaan Asep Suhendar mengatakan, di FKIP UMT mata kuliah pentas teater wajib disemua program studi.
“Kalau ditempat lain hanya program studi Bahasa Indonesia saja yang mewajibkan itu. Di sini Bahasa Inggris, Matematika, Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) semua wajib,” terang Asep, Minggu (23/06).
Pementasan teater tersebut bernama Festival Drama Antarkelas (FesDrak). FesDrak diikuti ratusan mahasiswa yang mengambil atau tengah mengikuti mata kuliah Kajian Drama dan Teater pada semester 2-6.
Pada FesDrak kali ini adalah yang kedua kalinya digelar, mereka terbagi dalam 26 kelompok (grup) teater. Pertunjukan dimulai pukul 10.00-14.00 WIB di Aula Lantai empat kampus tersebut.
Adapun awal idea tersebut muncul, karena UMT telah mensurvei bahwa di sekolah, banyak yang melompati mata pelajaran drama. Indikatornya, karena sulit mengajarkan dan guru-nya tak pernah bermain teater.
“Terutama di PAUD dan Sekolah Dasar. Padahal dengan adanya pertunjukan drama, atau bermain peran. Anatomi tubuh menjadi satu, dan terpenting murid akan sudah terbiasa tidak akan canggung dan percaya diri. Buat gurunya agar tidak kaku,” terangnya.
Kemudian Dekan UMT Enawar merintisnya, hingga membuat wajib mata kuliah tersebut dan langsung membuat laboratorium teater dilengkapi dengan property termasuk lampu cahaya.
“Awalnya ada penolakan dari mahasiswa yang mengambil studi Matematika dan Bahasa Inggris, mereka menganggap tidak ada korelasinya. Tetapi setelah kita jelaskan, penataan lampu termasuk ada rumusan-nya, mereka pun malah tertarik saat ini,” tuturnya.
Lalu bagaimana menilainya, menurut Asep penilaian dibagi beberapa kategori meski mereka bekerja secara kelompok. Seperti, pemeran utama, piguran, sutradara, penata cahaya dan termasuk penilaian terhadap grup.
“Kita juga bahkan mengajarkan agar seni itu dihargai mereka juga menjual tiket untuk pementasan mereka, uangnya tak mungkin bisa kembalikan ongkos produksi, tetapi seni harus dihargai,” katanya.
Ucha M. Sarna salah satu dosen dalam mata kuliah teater mengatakan, manfaat dari bertearter telah dirasakan oleh mahasiswa/mahasiswi di FKIP. Sebab, bermain teater bagi guru dan calon guru sangat penting. Pasalnya, teater bisa dijadikan sarana untuk menciptakan proses belajar mengajar yang nyaman, menyenangkan dan inovatif.
Seperti salah satu yang paling sering diucapkan para mahasiswanya adalah mereka kini sudah saling kenal. “Mereka tidak cuek dengan temannya, dan saat ini mulai ditempa. Karena dalam teater pasti ada sorakan, ada berbagai macam godaan, kini mereka pun mulai percaya diri. Sehingga memiliki keterampilan untuk meningkatkan tehnik mengajar,” tutupnya. (DRA)