TANGERANGNEWS-Organisasi masyarakat Pemdawa menegaskan kalau rencana penertiban pemukiman liar di bantaran sungai Cisadane, Kecamatan Neglasari Kota Tangerang tidak ada sangkut pautnya dengan masalah etnis tertentu dan jangan dikaitkan dengan Cina Benteng.
Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Umum Pendawa Toni Wismantoro, bahwa berdasarkan hasil kajian dilapangan oleh pihaknya, penertiban tersebut diketahui merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menegakan aturan sesuai dengan Undang-undang, sehingga pihaknya sangat menyayangkan munculnya isu-isu kesukuan yang bersifat subjektif dan provokatif.
“Penertiban itu merupakan lanjutan dari penertiban yang sebelumnya dilakukan di areal bantaran kali (depan kantor Kecamatan Neglasari) karena lahan yang ditempati warga juga merupakan milik negara dan akan dijadikan tempat penghijauan. Jadi jelas penertiban ini dilakukan untuk menegakkan peraturan tanpa ada diskriminasi terhadap etnis, ras, ataupun golongan,” ungkap Toni, Minggu (16/5).
Menurut Toni, selain berada dilahan Negara, warga juga telah melanggar Garis Sepadan Sungai(GSS) dimana jarak dari bibir sungai ke sebuah bangunan sepanjang 20 meter. “Penertiban ini juga untuk mengantisipasi terjadinya erosi. Nanti kalau bencana itu terjadi, bisa-bisa Pemkot yang akan disalahkan lagi,” katanya.
Terkait pernyataan Komisi III DPRD RI yang menerangkan bahwa berdasarkan ketentuan, warga bisa memiliki lahan milik Negara jika telah tempati selama 20 tahun, Toni menjelaskan bahwa hal itu hanya berlaku jika lahan itu milik Negara bebas.
Sedangkan lahan bantaran kali cisadane adalah milik departemen dibawah kewenangan Badan Pengawas Sumber Dawa Air (BPSDA) Dinas PU Provinsi Banten, sehingga tidak bisa dimiliki warga. “Warga tidak bisa memiliki lahan itu, hanya boleh dimanfaatkanuntuk bercocok tanam,” terang Toni.
Toni menilai, banyak pihak-pihak yang menentang penertiban ini karena kepentingan pribadi dan kelompok dengan mengatasnamakan suku atau etnis, sehingga dikhawatirkan dapat memprovokasi masyarakat. “Kita harap masyarakat jangan sampai terpengaruh dengan isu-isu negatif itu,” paparnya.
Sementara itu, salah seorang waga keturunan Cina Benteng yang mengetahui sejarah tentang keberadaan warga di bantaran sungai Cisadane, Ali Husein, mengatakan jika dirinya yang pertama kali menempatkan lahan di bantaran sungai sekitar 1950 an. Ketika berusia 10 tahun, Ali dan keluarganya telah pindah ke lahan yang letaknya tidak jauh dari lokasi sebelumnya.
Ia menambahkan, warga yang saat ini menempati bantaran sungai merupakan warga yang berasal dari Benteng Makasar yang berada di belakang Robinson dan Polres Metro Tangerang. “Ketika disana digusur mereka pun juga pindah dan menempati lahan tersebut sampai sekarang,” ujar pria berusi 67 tahun ini. Akhirnya, sampai saat ini penghuni bantaran sungai berasal dari daerah mana saja. “Sekarang sudah dari berbagai daerah mulai dari warga sekitar bandara yang terkena gusuran hingga dari Jakarta ,” jelasnya.
Namun yang sangat disesalkan Ali Husein, warga yang akan terkena penertiban semuanya mengatasnamakan etnis yakni Cina Benteng. “Saya sangat tidak setuju sekali warga membawa nama Cina Benteng, karena yang tinggal disana sudah campuran,” paparnya.(rangga)