TANGERANGNEWS.com-Sidang lanjutan dugaan penyerobotan aset Pemerintah Kabupaten Tangerang dengan terdakwa Tjen Jung Sen, 66, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Senin (11/3/2019).
Dua saksi ahli yang didatangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan pendapatnya di muka persidangan hingga membuat bos PT MPL tersebut tidak berdaya.
Pertama majelis hakim mendengarkan tanggapan dari saksi ahli pakar hukum pidana Kemenkumham Adi Ashari.
Terkait kasus ini, Adi menganggap perkara Tjen Jung Sen masuk dalam pelanggaran hukum karena membeton jalan di lahan milik Pemkab Tangerang yaitu di sempadan Sungai Turi, Desa Laksana, Kecamatan Pakuhaji Kabupaten Tangerang.
“Saya sudah membaca BAP, meskipun kejadian ini ditahun 2003, saya melihat ada pelanggaran yang dilakukan. Diantaranya pelanggaran atas peraturan pemerintah tentang sungai,” ungkapnya dalam persidangan.
Adi mengatakan meski kejadiannya sudah beberapa tahun yang lalu, namun pelanggaran tetap bisa berkelanjutan.
“Tindak pidana ini terus berjalan meskipun ada aturan baru setelah pelanggaran. Sekalipun saat ini belum ada kerugian atas apa yang dilakukan, karena terdakwa telah melanggar Pasal 69 tanpa izin dan 71 tentang Tata Ruang, itu delik formil,” katanya.
Delik formil, Adi menjelaskan, meskipun belum berdampak atas perbuatan, Tjen Jung Sen sudah melanggar undang – undang dan dapat dijerat secara hukum.
“Jadi tidak usah menunggu akibat dari perbuatan yang dihasilkan. Karena untuk membuat jalan yang bukan diatas lahannya, pengusaha harus mendapatkan izin resmi, jadi tidak bisa membangun jalan sekalipun atas permintaan masyarakat,” jelasnya.
Sementara itu, Majlis Hakim yang di Ketuai Gunawan juga mendengarkan keterangan dari ahli tata ruang yang bertugas sebagai Kasubid Bapeda Provinsi Banten Riki Andrian. Riki menganggap, untuk dapat membangun jalan di lokasi tersebut harus mengantongi izin dari pihak terkait.
“Untuk pemanfaatan ruang harus mengajukan dulu permohonan ke kepala daerah dan selanjutnya ke Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu agar mendapat rekomendasi. Baru dari sana dikeluarkan ijmzin prinsip," tuturnya.
Terlebih, lanjut dia, jalan Sungai Turi tersebut merupakan kawasan strategis nasional atau kawasan lindung. Karenanya kawasan tersebut tidak boleh dimanfaatkan secara sembarangan.
“Ini harus ada juga izin ke Pemerintah Pusat, apalagi kawasan ini termasuk kawasan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung – Cisadane. ini harus ada izin juga dari Menteri ATR yang juga mengatur pemanfaatan ruang,” lanjutnya.
Dia menegaskan untuk aturan sempadan sungai sendiri sudah ditetapkan dalam undang – undang sebagai kawasan lindung. Dengan begitu, apapun pemanfaatan ruang harus sesuai dengan aturan.
“Itu ada di Peratuan Menteri PUPR Tahun 2018 Nomor 8. Jadi untuk pemanfaatan ruang yang dapat dilakukan sifatnya dibatasi. Misalnya hanya dapat dibuat jaringan listrik dan digunakan untuk ruang terbuka hijau,” ujarnya.
Riki menambahkan meskipun saat ini jalan tersebut belum berdampak bagi lingkungan sekitar tetapi dapat berdampak besar dikemudian hari.
“Dari aspek umum memang baik. Tetapi aspek lingkungan itu dapat berdampak besar dikemudian hari. Karena dampak dari pemanfaatan ruang di kawasan itu akan terjadi dalam waktu yang tidak sebentar, mungkin disitu tidak terdampak tapi nanti di hilirnya bisa saja terdampak. Dampak yang dihasilkan misalnya kualitas air jadi buruk, pengairan tidak lancar dan air pun bisa menjadi tercemar dan hitam,” paparnya.
Sementara itu, terdakwa Tjen Jung Sen tak berdaya mendengarkan keterangan kedua saksi ahli tersebut. Ketika ditanya hakim apakah terdakwa mengerti, secara berulang-ulang ia menjawab tidak tahu.
"Tidak tahu saya, tidak mengerti," kata terdakwa.
Dari pernyataan kedua ahli tersebut, majelis hakim kembali menunda sidang ini hingga Senin (18/3/2019) mendatang di PN Tangerang. Pada sidang tersebut majelis hakim memberi kesempatan terhadap Kuasa Hukum Tjen Jung Sen untuk menghadirkan dua saksi meringankan.
Diketahui sebelumnya, Tjen Jung Sen didakwa melanggar Pasal 69 dan Pasal 71 UU No 26/2007 tentang Tata Ruang dengan ancaman hukuman penjara 3 tahun dan denda Rp500 juta.
Kasus bergulir setelah Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) Kabupaten Tangerang memperingati PT MPL untuk menghentikan pembangunan jalan atau akses menuju Kawasan industri dan Parsial 19.
Pasalnya, kawasan industri yang berada di sekitar Sungai Turi tersebut merupakan daerah resapan air dan kawasan hijau milik Pemkab Tangerang yang dilarang membeton maupun mendirikan bangunan di atasnya.
Karena peringatan tersebut tidak diindahkan oleh PT MPL, pihak DBMSDA melaporkan perusahaan itu ke Polda Metro Jaya. Tjen Jung Sen pun ditetapkan sebagai tersangka dan kasusnya disidangkan di PN Tangerang.(MRI/RGI)