TANGERANG – Wakil Ketua Umum Golkar hasil Munas Bali, Nurdin Halid, menyebut DPD I merekomendasikan sanksi teguran kepada Ketua Dewan Pertimbangan Golkar Akbar Tandjung. Meski bersebrangan, Kubu Agung menilai hal itu berlebihan.
“Saya kaget mendengar pengumuman Pak Akbar hari ini ditegur. Saya kira ya silakan saja Pak Nurdin menegur, tapi menurut saya ini pernyataan berlebihan, terlalu sombong dan angkuh,” ucap Waketum Golkar kubu Ancol, Priyo Budi Santoso, di gedung DPR, Jakarta, Selasa (5/1/2015).
Priyo menyebut Akbar Tandjung adalah tokoh yang dihormati di Partai Golkar. Maka, tidak sepantasnya ditegur hanya karena menyuarakan perlunya Munas digelar tahun ini. “Atas alasan hukum apa? Menurut saya, berlebihan karena hari ini kita membutuhkan pikiran penyatuan Golkar seperti yang dilakukan Pak JK, Pak Akbar Tandjung, Pak Siswono, dan senior lain,” ujarnya.
“Semua orang tahu Pak Akbar, Pak JK adalah tokoh yang sangat dihormati. Mereka saat ini sedang berupaya menyelamatkan Golkar. Pernyataan seperti itu jelas jauh dari norma tata krama,” imbuh Priyo.
Priyo menyebut gagasan Wantim yang disuarakan Akbar Tandjung harusnya disambut baik, karena itu satu-satunya jalan damai rekonsiliasi Partai Golkar. Gagasan yang sama juga disuarakan Jusuf Kalla dan senior Golkar lain.
“Dalam situasi Golkar yang vakum, hanya orang yang menginginkan Golkar hancur dan rusak yang tidak menginginkan Munas bersama,” katanya. “Saya mengimbau Ketua DPD I dan II Golkar agar bersama-sama mendukung Munas bersama untuk menyelamatkan Golkar. Jangan mau didekte orang-orang yang ingin Golkar hancur,” pungkas Priyo.
Sebelumnya, Nurdin Halid mengatakan bahwa DPD I dalam konsolidasi nasional Senin (4/1) kemarin di Bali, merekomendasikan agar DPP menegur Akbar Tandjung. Hal itu menyusul pernyataan Akbar yang menginginkan Munas Golkar digelar pada 2016.