TANGERANG – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengusulkan agar Reklamasi di Pantai Utara Jakarta (Pantura) dihentikan sementara. Menurut Siti, reklamasi Teluk Jakarta itu harus menggunakan izin Amdal regional, sebab ada beberapa pulau yang berbatasan dengan daerah Banten dan Jawa Barat.
"Kalau kita lihat penataan ruang kawasan Pantura Jakarta, itu 17 pulau kalau dilihat batasnya ada yang kena ke Banten, jadi pulau A dan B sebetulnya itu Kabupaten Tangerang," ungkap Siti dalam rapat kerja dengan Komisi IV di Kompleks Senayan, Jakarta, Senin (18/4/2016).
Dari pengawasan Kementerian LHK, pulau yang masuk dalam teritori Tangerang pembangunannya sudah dilakukan yang luasnya mencapai 7.000 hektar lebih. Pulau yang masuk wilayah Tangerang itu yakni Pulau A dan B, yang berada di sisi barat.
"Pulau A 643 Ha, Pulau B 673 Ha, Pulau C 242 Ha, Pulau D 279 Ha, nah yang A dan B belum ada reklamasi memiliki izin lingkungan. Desember 2012, Pulau C disesuaikan oleh keputusan Gubernur tahun 2012, Pulau E 284 Ha, Pulau F 190 Ha," jelas Siti.
"Reklamasi telah dilakukan untuk C dan D, izin lingkungan dikeluarkan 18 Maret 2014. Pulau F belum ada reklamasi baru ada izin lingkungannya, Pulau G Amdalnya tahun '87, izin lingkungan 2013. Pulau H izin lingkungan 2015, Pulau I 2015, izin dari Pemprov DKI, tidak ada yang dari kami," sambungnya.
Disebut Siti, permasalahan reklamasi memang kompleks. Seperti untuk Pulau J yang disebutnya belum ada usulan kegiatan, namun Pulau K sudah memiliki izin lingkungan, dan Pulau L untuk penampungan lumpur.
"Pulau N agak berbeda karena pakai UU pelayaran, maka izin reklamasi dari menteri perhubungan, karena dia buat dermaga dan ini ada kaitan dengan pulau O, P, dan Q karena harus ditetapkan nasional apakah kepentingan nasional atau tidak, itu harus ditetapkan menteri kelautan," beber Siti.
Pulau N dikembangkan oleh PT Pelindo II untuk menjadi New Tanjung Priok. Menurut Siti, berdasarkan Keppres No.52 Tahun 1995, Pemprov DKI memang memiliki wewenang untuk mengeluarkan izin Amdal pulau-pulau buatan itu. Meskipun ada yang sudah dalam tahapan konstruksi, dan ada juga yang masih dalam perencanaan.
"Yang sedang konstruksi kami lakukan pengawasan, pakai UU No 32. Perpres No. 54 Tahun 2008 mengatur tata ruang, ada UU tata ruang, karena semua UU dipakai untuk menjustifikasi. UU Tata Ruang hasilkan Perda tata ruang DKI dan Pergub," kata dia.
"Pengertian Amdal per pulau karena oleh pemda masing-masing amdalnya dibuat satu pulau satu pulau, parsial. Itu kami tidak bisa mengatakan bahwa itu cukup untuk menjudge bahwa seluruh dimensi lingkungannya itu selesai," tambah Siti.
Siti pun menyatakan bahwa pihaknya sudah berinteraksi dengan daerah-daerah terkait dan saling menginformasikan data. Untuk reklamasi Teluk Jakarta ini menurutnya juga harus memperhatikan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
"Melihat pantai utara Jakarta tidak bisa hanya lihat Jakarta. Kita musti lihat juga Banten dan Jawa Barat. Ketika bicara pantura Jakarta, kalau lihat Amdal per pulaunya tidak cukup, tapi harus dilihat secara kewilayahan, kajian strategis juga secara kewilayahan juga," terang Siti.
Masalah lain yang ada yakni mengenai regulasi. Siti mengatakan bahwa reklamasi tidak hanya bisa melibatkan regulasi dari Pemprov DKI saja. Itu lah mengapa proyek ini dinilainya cukup kompleks.
"UU Tata Ruang hasilkan Perda tata ruang DKI dan Pergub. Kemudian UU pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil mengatur tata ruang, di situ ada perintah bahwa harus ada prosedur reklamasi, maka keluar Perpres No.122 Tahun 2012, harus ada prosedur reklamasi yang isinya harus ada Renstra, Zonasi, Rencana kelola dan rencan aksi kelola, maka baru bisa keluar izinnya," kata Siti.
"Tetapi ada UU Kelautan yang menyatakan ini juga ada kaitan dengan tata kelola ruang laut nasional. Jadi ini komplikasi regulasinya, nanti kita cari jalan menyelesaikannya. Kalau sudah begini, maka izin yang menjadi kewenangan DKI bisa sisanya, kewenangan KKP Pulau A, B, O, P, Q dan lainnya yang terkait Jawa Barat," imbuh dia.
Termasuk bagaimana penetapan kawasan nasional seperti di Pulau N yang harus mendapat izin dari menhub. KLH pun dikatakan Siti mulai memanggil pengembang-pengembang di tiap-tiap pulau buatan. Sebelumnya interaksi sempat terputus karena ada masalah gugatan di PTUN.
"Kami minta, panggil satu-satu, dokumen Amdal sudah kami dapatkan Jumat kemarin, itu sudah ada nama-nama pengembangnya, baik yang sudah selesai maupun dalam perencanaan. Kalau lihat seperti ini maka banyak kekurangan dari seluruh persoalan reklamasi," ujar Siti.
Adapun kekurangan yang dimaksud Siti adalah soal kajian kewilayahan, kajian strategis, dan KLHS. Termasuk soal renstra, zonasi, ruang kelola dan ruang aksi yang harus diatur dalam raperda oleh Pemprov DKI. Raperda itu yang kini masih dalam masalah dan akhirnya berujung pada kasus suap.
"Ini harus kita selesaikan. Jadi KLHS harus diselesaikan, keseluruhan wilayah harus dibuat. Kemudian dari KLHS muatannya diisi pada Raperda DKI yang sekarang bermasalah. Terlepas dari bermasalah atau tidak, substansi, Raperda DKI harus diselesaikan. Tata ruang laut nasional juga harus diselesaikan sebagai acuan," pinta Siti.
Dalam rapat kerja itu Siti juga menjelaskan langkah-langkah yang harus diambil dalam proyek Reklamasi Teluk Jakarta, yakni:
1. Kami mengusulkan penghentian sementara seluruh kegiatan reklamasi pantura Jakarta termasuk Bekasi dan Tangerang. Untuk penyempurnaan seluruh dokumen perencanaan.
2. Dokumen perencanaan yang harus segera dilaksanakan/diselesaikan:
a Rencana tata ruang laut nasional berikut KLHS
b. Penetapan status kawasan strategis nasional perairan (pertimbangan rencana pulau A, B, O, P dan Q) atau rencana tata ruang strategis provinsi Pantura DKI berikut KLHS-nya
c. Revisi rencana tata ruang KSN Jabodetabek Punjur (Puncak dan Cianjur) berikut KLHS-nya, Rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi DKI, provinsi Banten dan Jawa Barat berikut KLHS-nya
d. Agar KLHS koheren, maka AKLHS untuk provinsi DKI , Banten dan Jawa Barat harus dikaji dan dianalisis secara simultan dan dimuat dalam satu dokumen yang berlaku untuk 3 wilayah tersebut.
e. Penyelesaian Perda KSP dan Perda RZWP3K (Rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil) untuk keperluan perizinan
3. Memberikan rekomendasi pengehntian sementara implementasi/konstruksi
4. Menurut kebutuhan dapat dilakukan identifikasi lapangan selanjutnya untuk kepentingan penegakkan hukum
5. penghentian sementara seluruh kegiatan implementasi/konstruksi lapangan sampai dengan terpenuhinya seluruh perizinan dan persyaratan di dalamnya (izin lingkungan dan izin-izin lainnya)