TANGERANGNEWS.com-Dewi Rahayu, Nursepreneur yang juga tenaga kesehatan (nakes) di Rumah Sakit Hermina Tangerang menjelaskan sekitar 92 persen kanker serviks tidak menunjukkan gejala atau ciri-ciri.
Pada tahap awal, dokter dan perawat/bidan belum dapat mendeteksi dan mengetahui pasti jika seseorang dinyatakan kanker serviks.
“Karena itu perlu dilakukan skrining terlebih dahulu dengan penglihatan mata telanjang, biasanya saya menduga atau biasa disebut suspek,” ujarnya, Sabtu 12 November 2022.
Jika pasien sudah suspek ada masalah pada kesehatan organ kewanitaannya, pihaknya tidak akan melakukan IVA Test. Namun untuk aspek legalitas didiagnosa pasien diarahkan ke Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekolog.
Dijelaskannya, penyebab kanker serviks adalah virus Human papillomavirus (HPV) Type 16 dan 18. Meskipun secara umum kanker servis tidak memiliki gejala, namun di lapangan tidak sedikit ia menemukan perempuan yang suspek penyakit tersebut mengeluhkan keputihan yang berkepanjangan atau perdarahan di luar siklus haid.
Selain itu juga ada yang mengalami perdarahan setelah senggama dan nyeri perut bagian bawah saat senggama.
Dewi mengatakan, profesinya sebagai perawat bertanggung jawab serta membantu kebutuhan pasien. Ketika ia menemukan suatu kasus pada pasiennya, ia diharuskan berkolaborasi dengan dokter untuk mendapatkan diagnosa medis dan instruksi-instruksi lainnya sesuai legalitasnya.
“Setelah ada diagnosa dan instruksi, maka saya mengerjakan bagian saya sesuai dengan profesi saya,” ungkap Dewi.
Untuk kasus suspek kanker serviks, dokter akan menganjurkan untuk biopsi terlebih dahulu. Biopsi dilakukan sebagai penunjang medis untuk menegakkan diagnosa.
Setelah hasil biopsi keluar dan diagnosa medis memastikan bahwa pasien mengidap kanker serviks, selanjutnya akan di rujuk ke rumah sakit pusat dengan rujukan kanker.
“Biasanya ke RS Dharmais atau RSCM. Dalam hal rujukan, saya akan meminta tolong dengan kader untuk mengawal klien tersebut. Selama klien dikawal saat proses perujukan berlangsung dan ditangani di RS Pusat Rujukan Kanker, tetap akan saya monitoring perkembangannya,” kata Dewi.
Tak jarang pasien yang ia bantu, setelah melakukan tahap skrining, ternyata sudah mengarah ke lesi pra-kanker. Ia sangat menyayangkan karena banyak perempuan tidak menyadari keluhan-keluhan tersebut dan tidak langsung melakukan pemeriksaan.
Kendala bagi para perempuan saat merasakan tanda-tanda tersebut, mereka enggan melakukan pemeriksaan dengan alasan malu dan takut. Padahal itu bisa menjadi musuh utama mereka.
“Dari pengalaman skrining yang saya lakukan selama ini, bisa sekitar 70 persen perempuan mengalami masalah pada serviksnya,” ujarnya.
Klien yang sudah terdiagnosa kanker serviks, masa harapan hidup atau sembuh bergantung dari stadium. Semakin tinggi stadium kanker, akan semakin rendah harapan hidupnya.
"Namun semangat dari para pasien untuk sembuh terkadang dapat mempengaruhi kesehatan," terangnya.
Karena itu, Dewi pun kerap mengkampanyekan soal kanker serviks kepada para wanita untuk memberikan perhatian serta pengetahuan, melalui seminar maupun konten di media sosial.
Ia pun memberikan saran pencegahan guna menjaga kesehatan organ reproduksi kepada para perempuan, di antaranya:
1. Skrining
2. Melakukan vaksinasi HPV
3. Menjaga kebersihan pribadi (personal hygiene)
4. Setia pada pasangan atau tidak bergonta-ganti pasangan
5. Tidak melakukan seks di usia dini (kurang dari usia 20 tahun)
6. Menghindari paparan asap rokok (aktif dan pasif)