TANGERANGNEWS.com- Pemerintah tengah mengupayakan transformasi pada Perum Bulog untuk mengembalikan perannya sebagai stabilisator pangan utama, serupa dengan fungsi strategisnya pada era Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Langkah ini diambil agar Bulog tidak lagi berorientasi pada keuntungan, melainkan lebih fokus pada stabilisasi pangan dan mendukung target swasembada pangan nasional yang ditargetkan tercapai pada 2027.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menjelaskan, perubahan struktur Bulog menjadi lembaga non-komersial sangat diperlukan untuk mengoptimalkan peran lembaga tersebut.
Saat ini, status Bulog sebagai badan usaha kerap menghadapi kendala dalam melakukan pembelian dari petani karena adanya pertimbangan untung-rugi.
"Fungsi Bulog harus kembali, harus transformasi lembaganya, nggak bisa komersial lagi. Kalau komersial nanti beli jagung rakyat, beli gabah itu kadang-kadang hitung-hitungan. Bulog ini untung apa rugi, kalau rugi diperiksa," ujar Zulkifli Hasan dikutip dari CNBC Indonesia, Sabtu, 23 November 2024.
Nantinya, status Bulog yang akan ditempatkan langsung di bawah Presiden. Menurut Zulkifli, perubahan struktur tersebut telah disepakati secara prinsip dan pembahasannya akan dilanjutkan secara intensif.
"Nah, ini sudah disepakati tadi, yang penting lembaganya akan ada perubahan," ungkapnya.
Meski begitu, saat ini Bulog masih berada di bawah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hingga ada keputusan resmi yang mengubah status tersebut.
Direktur Utama Perum Bulog Wahyu Suparyono mengatakan, transformasi ini akan membawa Bulog lebih dekat dengan petani. Pasalnya, dukungan anggaran dari APBN akan membuat Bulog lebih leluasa menyerap hasil panen petani tanpa terkendala kalkulasi bisnis.
"Konsepnya itu kita dapat APBN. Dengan APBN itu sebagai stabilisasi, ya kita bisa langsung stabilisasi. Beli dari petani, beli dari petani gula, petani jagung. Ini memperkuat fungsi kami sebagai stabilisator," jelas Wahyu.
Namun, ia menegaskan bahwa proses transformasi ini memerlukan waktu. Hingga 2025, Bulog masih akan menggunakan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) sebagai badan usaha. Nantinya, proses perubahan akan dipercepat melalui Keputusan Presiden (Keppres) untuk memastikan transisi berjalan mulus tanpa mengganggu tugas-tugas operasional Bulog saat ini.
"Kami berharap bisa lebih cepat, tapi ada banyak aspek yang harus diselesaikan, termasuk regulasi seperti PP 13 Tahun 2015 tentang Perum Bulog," bebernya.
Meski perubahan ini dianggap sebagai langkah positif, namun diprediksi akan terjadi pembagian tugas yang tumpang tindih antara Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Untuk itu, Wahyu menegaskan, pihaknya akan menyusun konsep yang jelas untuk menghindari konflik kewenangan tersebut.
"Kami hanya menyiapkan konsep, urgensinya, dan strukturnya untuk diusulkan ke presiden," katanya.