Oleh : Budi Usman , Pemerhati Konservasi yang juga Direktur Komunike Tangerang Utara
TANGERANGNews.com-Ketahanan pangan sektor strategis yang berdampak pada kesejahteraan rakyat. Sebagai negara agraria dan jumlah penduduk yang besar, Kita memiliki tantangan yang juga besar dalam mewujudkan ketahanan pangan.
Di sisi lain, ada permasalahan terhadap upaya perlindungan lahan pertaniannya, terutama lahan sawah. Ada kecenderungan perubahan yang relatif tinggi atas fungsi lahan sawah menjadi peruntukan lain, seperti untuk perumahan atau pun industri.
Dari kajian yang dilakukan Direktorat Penelitan dan Pengembangan (Litbang) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ada sekitar 60 ribu hektar sawah telah beralih fungsi setiap tahunnya di berbagai daerah di Indonesia.
“Jumlah tersebut setara dengan 300 ribu ton beras. Jumlah ini memprihatinkan dan harus menjadi perhatian kita semua. Padahal pemerintah sedang gencar-gencarnya mendorong upaya swasembada beras pada pangan, namun lahan untuk pertanian menyusut di berbagai daerah,” ujar Deputi Bidang Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan.
Menurut Pahala, seharusnya Undang-Undang No. 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) dapat mengakomodasi permasalahan ini. Namun, kata Pahala, UU tersebut tidak terasa gaungnya, dan tidak terlihat sejajar dengan target peningkatan produksi.
Dalam pasal 73 Undang-Undang No.41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menyebutkan, setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pengalihfungsian lahan pertanian pangan berkelanjutan tidak sesuai dengan ketentuan pidana dengan sanksi penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun. Sedangkan dendanya paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 5 miliar. ( Rmol , 14 Maret 2014 )
Tata ruang ditilik dari wujud struktur ruang dan pola ruang. Dimana struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarki memiliki hubungan fungsional. Sedangkan pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya, termasuk didalamnya adalah lahan pertanian (UU Nomor 26 Tahun 2007).
Nah, dalam penyusunan rencana tata ruang atau istilah kerennya zoning regulation, seharusnya ada estimasi dan analisa yang mendalam terkait alih fungsi lahan pertanian utamanya yang berada pada kawasan pedesaan yang seharusnya tetap dipertahankan dan dilindungi. Contohnya, seperti penerapan zoning regulation sebagai instrumen pengendalian perubahan pemanfaatan lahan pertanian tanaman pangan ke permukiman. Memang hal tersebut tidak dapat diwujudkan tanpa campur tangan berbagai pihak. Seperti Pemerintah Daerah sebagai pengawas pengendalian lahan pertanian tanaman pangan dan petani sebagai pelakunya.
Selanjutnya harus ada Peraturan Daerah sebagai instrumen pengendalian perubahan pemanfaatan lahan pertanian tanaman pangan agar kekuatannya lebih mengikat. Lalu sosialisasi pada masyarakat menjadi agenda penting dan hukumnya wajib, agar masyarakat tidak mengubah lahan pertaniannya menjadi lahan terbangun dan masyarakat tidak merasa tercurangi karena tidak tahu peraturan tersebut. Untuk kasus ini mustahil masyarakat dengan mudah menaatinya, maka perlu penerapan mekanisme disinsentif dan sanksi administratif sebagai bentuk instrumen pengendalian perubahan pemanfaatan lahan pertanian.
Kepala daerah diingatkan untuk hati-hati mengeluarkan keputusan soal alih fungsi lahan. Sebab, jika itu dilakukan sembarangan untuk kepentingan lain bakal terancam hukuman pidana dan denda. Undang-undangnya mengatakan seperti itu, karenanya bupati dan walikota tidak boleh sembarangan melakukan alih fungsi areal yang sudah ditetapkan sebagai lahan persawahan berkelanjutan .
Dalam pasal 73 Undang-Undang No.41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menyebutkan, setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pengalihfungsian lahan pertanian pangan berkelanjutan tidak sesuai dengan ketentuan pidana dengan sanksi penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun. Sedangkan dendanya paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 5 miliar. ( Rmol , 14 Maret 2014 )
Rencana Tata Ruang dan pertanian Kabupaten Tangerang
Lahan pertanian produktif berkurang seluas 70 hektare tiap tahun di kawasan Pantai Utara Kabupaten Tangerang, Banten. Lahan pertanian tergerus lantaran dijadikan kawasan perumahan dan pabrik ( Sekretaris Dinas Pertanian dan Peternakan Pemkab Tangerang, Mawardi Nasution 6/3 ). Lahan pertanian tersebar pada 29 kecamatan dengan luas mencapai 41 ribu hektare.
Pertanian merupakan suatu usaha memelihara tanaman atau binatang guna mendapatkan produk hayati di atas sebidang lahan tanpa merusak lahan tersebut untuk produksi selanjutnya. Pertanian juga merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja, basis perekonomian dan penyedia kesediaan pangan negara.
Setiap tahun luas lahan pertanian di Kabupaten Tangerang semakin menyusut. Hal itu seiring tidak adanya pengendalian alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan produktif menjadi bangunan perusahaan, kawasan pemukiman atau bangunan lainnya, harus dikendalikan. Pasalnya sejak beberapa tahun terakhir ini, penyusutan lahan produktif di Kabupaten tangerang r terus terjadi.
Alih fungsi lahan ini bukan hanya terjadi pada lahan pertanian kebun atau sawah saja, tetapi sudah merambah ke kawasan hutan lindung . Banyak hutan rakyat yang tadinya lestari menjadi gersang. Dari kejadian itu tidak heran jika hujan tiba airnya tidak terserap oleh lahan, dan jika musim kemarau tiba terjadi kekeri-ngan karena sama sekali tidak dapat menyerap air hujan.
Masalah pengendalian alih fungsi lahan, sudah diatur dalam UU No.41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, PP No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan ALih Fungsi Lahan. Penyediaan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dialihfungsikan harus diganti paling sedikit tiga kali luas lahan yang dialihfungsikan lahan beririgasi, sebagaimana dalam UU No.41 Tahun 2009 tentang Perlin-dungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. tetapi pada kenyataanya di Kabupaten tangerang masih banyak perusahaan-perusahaan yang pemba-ngunannya memakai lahan produktif belum melaksanakan penggantian.
Sementara masalah perizinan, Pemkab hanya mewajibkan si pemohon untuk membuat pernyataan penggantian lahan tersebut. Sampai saat ini yang kami belum tahu dan belum melihat secara faktual dan objektif di tentang transparansi “ perusahaan “ yang sudah mengganti lahan yang dialih fungsikan ?
Sedangkan sudah jelas bila ada pelanggaran mengenai alih fungsi lahan produktif diatur sangsi pidananya dalam UU No.41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Konversi juga bisa dilakukan selama ada rekomendasi yang dikeluarkan oleh dinas tekhnis yaitu Dinas Pertanian. Sebab dalam rekomendasi tekhnis tersebut, salah satu syaratnya adalah surat kesiapan menyediakan lahan pengganti terhadap lahan yang dikonmversi tersebut. Ingat, pasal 44, UU 41 tahun 2009
mengamanatkan, bahwa alih fungsi itu boleh dengan syarat adanya kajian kelayakan strategis, rencana alih fungsi lahan, adanya pembebasan kepada pemilik lahan, tersedianya lahan pengganti. Sementara banyak alih fungsi lahan pertanian yang tidak boleh dialuhfungsikan, sebagaimana amanat Keputusan Presiden Nomor 33 tahun 1990, bahwa pemberian ijin lokasi dan ijin pembebasan tanah bagi setiap perusahaan, dilakukan dengan ketentuan tidak mengurangi areal tanah pertanian.
'
Jika argumennya adalah karena belum ditetapkannya Perda tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, maka gunakan peraturan yang ada di atasnya, mulai dari UU sampai Permen. Jangan sampai, karena Perdanya belum selesai lantas berbuat semaunya saja.
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang selama ini masih diandalkan oleh Kabupaten Tangerang, Jika over alih fungsi lahan ini terus dibiarkan tanpa ada tindakan tegas dari pemerintah, maka krisis panganpun akan terjadi. Dengan demikian diharapkan kebijakan untuk sektor pertanian lebih diutamakan, namun setiap tahun untuk luas lahan pertanaian selalu mengalami alih fungsi lahan dari lahan sawah ke lahan non sawah, begitupun hutan rakyat. Bahkan hutan negara sekalipun selalu menjadi incaran para pengu-saha, ditambah lagi dengan penegak aturan yang selalu kalah dengan para pengusaha.
Namun sayang, kesuburan yang dimiliki tanah ini tidak diiringi dengan kesuburan semangat memelihara, memanfaatkan dan mengembangkannya. Padahal pertanian merupakan salah satu kebutuhan utama manusia. Ketika manusia masih ingin hidup, maka mereka membutuhkan oksigen dan makanan. Makanan yang dikonsumsi manusia sehari – hari merupakan bahan organik yang hanya dapat diproduksi oleh kegiatan pertanian. Dan apa jadinya jika pertanian ini tidak lagi menjadi prioritas pembangunan ?
Penutup
Dampak Konversi Lahan Pertanian Konversi lahan pertanian pada umumnya berdampak sangat besar pada bidang sosial dan ekonomi. Hal tersebut dapat terlihat salah satunya dari berubahnya fungsi lahan. Konversi lahan juga berdampak pada menurunnya porsi dan pendapatan sektor pertanian petani pelaku konversi dan menaikkan pendapatan dari sektor non - pertanian. Konversi lahan berimplikasi atau berdampak pada perubahan struktur agraria.
Semoga kajian yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi kita semua demi perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang lebih ekologis dan kapabel serta “Peraturan sehat buat warga kita kedepan generasi sekarang dan penerus yang selanjutnya".