Oleh : Gufroni
Pegiat Antikorupsi
Akademisi Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang
TANGERANGNEWS.com-Bukan hanya narkoba, korupsi juga dapat membunuh manusia. Parahnya, koruptor tak pernah menyadari akibat dari ulahnya. Berapa banyak di antara kita yang jadi korban karena kerakusan mereka. Jangan sampai kita menjadi Madaari yang melawan dengan caranya sendiri yakni menculik anak seorang menteri yang terlibat korupsi.
Pada pertengahan tahun 2016 lalu ada diputar sebuah film layar lebar yang menggugah jiwa berjudul Madaari diangkat berdasarkan kisah nyata. Mengisahkan seorang lelaki sederhana bernama Nirmal Kumar (Irrfan Khan) yang sedang bersedih karena kehilangan putra satu-satunya yang sangat disayangi tewas mengenaskan karena ambruknya jembatan Metro di Adheri, Mumbai India . Nirmal pada akhirnya tahu hal itu terjadi karena akibat korupsi. Maka untuk meluapkan dendam dan amarahnya, menculik anak menteri untuk mencari tahu siapa saja para pelaku korupsi yang terlibat dalam proyek jembatan yang ambruk itu.
Film yang berdurasi dua jam lebih tersebut, menyuguhkan adegan yang membuat kita pun terbawa emosi dan ikut marah betapa praktek korup itu sudah berlangsung lama dan melibatkan banyak pihak. Bayangkan untuk satu proyek saja, ada pihak-pihak yang ikut terlibat korupsi. Dari mulai perencana, konsultan, pemenang tender, pelaksana proyek, anggota dewan, pejabat pemerintah hingga menteri. Kasus jembatan ambruk adalah contoh yang tepat dimana mereka semua terlibat.
Meski itu hanya sebuah film adventure crime, tapi sesungguhnya suatu fakta yang terjadi tidak hanya di India tapi juga di Indonesia, negeri kita tercinta. Bahkan lebih parah dari negara lain. Korupsi di kita bukan hanya membunuh satu dua orang tapi bisa ribuan jumlahnya. Jalan-jalan yang cepat rusak dan berlubang menimbulkan kecelakaan bagi para pengendara. Ada yang luka biasa hingga cacat permanen. Ada yang mati seketika ada juga yang perlahan-lahan. Itu minim terjadi, bila pengerjaan proyek sesuai dengan speknya dan tidak dikorupsi.
Sering pula kita mendengar ada pengendara motor jatuh lalu tewas seketika karena tergilas ban mobil truk pengangkut tanah yang berseliweran siang malam seakan tanpa aturan. Banyak yang terpeleset jatuh karena licinnya jalan akibat tanah yang berceceran dari truk tanah itu.
Itu terjadi karena ada "simbiosis mutualisme" antara oknum aparat setempat dengan pengusaha truk tanah dengan cara pemberian suap. Juga menjamurnya waralaba-waralaba hingga ke pelosok kampung di duga ada permainan terkait pemberian ijin usahanya.
Ada indikasi korupsi berupa praktek suap kepada oknum pejabat di daerah. Siapa yang dirugikan dari praktek kotor itu, tentu saja pedagang warung kecil-kecilan di sekitar lokasi waralaba itu. Warungnya sepi dari pelanggan, karena orang lebih memilih belanja di waralaba yang ber AC dingin dengan aneka pilihan produk. Akhirnya karena kalah bersaing, banyak warung-warung rakyat mati perlahan-lahan.
Banyak kasus lainnya yang terjadi di negara kita. Yang paling teranyar tentu saja mega korupsi e-KTP yang merugikan keuangan negara trilyunan rupiah. Selain keuangan negara yang dirugikan juga masyarakat luas. Banyak warga negara dari Sabang sampai Merauke yang tidak memiliki e-KTP hingga berbulan-bulan lamanya karena ketiadaaan blangko. Lantaran belum punya e-KTP urusan administrasi yang lain jadi terganggu. Gara-gara tidak punya kartu identitas, sulit mengurus akte kelahiran, akta pernikahan, melanjutkan pendidikan dan sulit mendapat pekerjaan.
Warga negara yang tidak punya e-KTP berarti sama saja dengan tidak memiliki tanda identitas yang sah di negerinya sendiri. Selama menjadi penduduk ilegal di negara sendiri, tidak bisa bepergian ke luar kota/daerah menggunakan alat transportasi umum yang memerlukan e-KTP, seperti naik pesawat dan kereta api. Tidak bisa buka rekening bank, buat kartu BPJS dan segala macam kesengsaraan lainnya.
Apakah para korban dari praktek-praktek korup itu marah dan kecewa? Pastinya. Tapi ada juga yang tidak menyadarinya bahwa musibah atau masalah yang dihadapi karena ulah koruptor.
Ada yang marah tapi tak bisa berbuat apa-apa. Lebih baik mengalah dari pada timbul masalah baru. Dalam beberapa kasus ada juga kita dengar keluarga korban atau masyarakat yang berusaha melawan. Tapi tidak kepada pelaku koruptor, tetapi kepada sesama anak bangsa lainnya.
Justru yang menakutkan bagi kita adalah, kekhawatiran mewabahnya Madaari di negeri kita. Orang yang marah, punya rencana untuk membalas dendam dengan caranya sendiri. Tentu saja kita tak ingin hal itu terjadi. Akan timbul anarkisme massa yang sulit dibendung lagi. Hukum seakan tak berlaku lagi, aparat kepolisian tak ada wibawanya lagi.
Sejarah sudah mencatat bahwa anarkisme hanya melahirkan luka mendalam bagi para korban dan kerugian materi yang tak terhitung jumlahnya. Kerusuhan 1998 bisa jadi contohnya, selain dipicu persoalan politik di dalamnya juga karena sudah ada bibit-bibit kesenjangan ekonomi yang teramat lebar. Kesenjangan ekonomi karena penguasa berkongkalingkong dengan pengusaha tanpa mempedulikan nasib rakyat pada umumnya.
Upaya Korban Mengungkap Korupsi Korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, juga menimbulkan dampak sosial bagi masyarakat terutama korban. Untuk itu semestinya pemerintah tanggap melihat fenomena yang ada. Bila rakyat diam seribu bahasa bukan berarti tak ada masalah. Bisa jadi itu bom waktu yang siap meledak kapan saja bernama anarkisme massa. Bila rakyat bicara sembunyi-sembunyi maka ada sesuatu yang tak wajar yang akan terjadi. Amuk massa bisa saja terjadi. Maka cegahlah dengan membumi hanguskan praktek korup yang sudah sedemikian akut. Satunya jalan adalah penguasa yang anti korup dan sikap antikorupsi itu menjalar ke bawahannya.
Bagi siapapun yang menjadi korban baik langsung maupun tidak langsung sesungguhnya bisa mengungkap kasus korupsi yang terjadi. Sebagai korban tentu saja menjadi saksi "kunci" dimana para koruptor menggerogoti uang rakyat.
Maka diperlukan upaya melibas para koruptor dengan melaporkan ke instansi penegak hukum, utamanya ke KPK. Kumpulkan alat bukti sebanyak-banyaknya, baik berupa surat, rekaman, bukti SMS, saksi-saksi dan barang bukti atau apapun yang terkait. Saatnya kita tak boleh berdiam diri melihat kemungkaran. Fardhu ain hukumnya kita melawannya. Tentu dengan cara-cara hukum bukan dengan melakukan kekerasan apalagi menculik anak seorang pejabat yang korup.
Di saat bersamaaan, bagi korban dapat mencari keadilan dengan cara menggugat ke pengadilan secara perdata menuntut ganti kerugian baik materil maupun immateriil kepada pihak-pihak yang mengerjakan proyek pembangunan atau pengadaan barang yang bermasalah akibat dikorupsi. Bila mau jujur, kita adalah korban korupsi itu sendiri. Sebelum watak Madaari menjalar lebih jauh maka korupsi harus segera diamputasi. Saatnya bagi para korban secara berjamaah lawan korupsi.