Oleh : Zulpikar, Komisioner bawaslu Kabupaten Tangerang
Mahkamah Konstitusi Diskualifikasi Pemenang Pemilukada
Dalam sejarahnya, Mahkamah Konstitusi pernah membuat putusan membatalkan kemenangan pasangan calon setelah paslon dimenangkan oleh KPU. Kasusnya adalah pemilihan kepala daerah, yaitu sengketa Pemilihan Kepala Daerah 2010 di Kotawaringin Barat atau Kobar.
Dilansir Liputan6.com, 14 Juni 2019 “Tahun 2010, MK Pernah Diskualifikasi Pemenang Pemilu” : pembatalan itu disahkan dikarenakan pemenang Pemilukada Kotawaringin Barat terbukti melakukan kecurangan terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
Sepanjang sejarah sengketa Pemilu, baru Pemilihan Umum Kepala Daerah Kotawaringin Barat yang dibatalkan kemenangannya oleh Mahkamah Konstitusi. Pada tahun 2010, Kotawaringin Barat (Kobar) menggelar pemilihan umum kepada daerah (Pemilukada) dengan dua pasangan calon, yaitu Sugianto-Eko Soemarno dengan nomor urut satu dan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto nomor urut dua.
Usai pelaksanaan pemungutan suara 5 Juni 2010, KPUD Kotawaringin Barat melakukan penghitungan suara atas dua pasangan calon itu. Hasilnya, pasangan petahana Sugianto-Eko Soemarno menang dengan perolehan suara lebih tinggi dibanding lawannya. Di mana pasangan Sugianto-Eko berhasil meraup 67.199 suara, sementara Ujang-Bambang hanya memperoleh 55.281 suara. Dengan hasil tersebut, KPUD menyatakan Sugianto-Eko memenangkan Pemilukada Kotawaringin Barat 2010.
Namun Ujang Iskandar-Bambang Purwanto tak puas dengan hasil dan kemenangan itu. Pasangan nomor urut dua itu mengajukan sengketa ke Mahkamah Konstitusi.
Sugianto-Eko dinilai melakukan pelanggaran yang sangat berat dan serius seperti adanya praktik politik uang. Dari 68 saksi yang dihadirkan di sidang Mahkamah Konstitusi, 65 di antaranya mengatakan telah terjadi praktik-praktik politik uang. Kejadian tersebut terjadi saat pembentukan sebuah relawan yang terdiri dari 78.238 orang atau 62,09 persen dari Daftar Pemilih Tetap. Pengorganisiran tersebut juga diiming-imingi sejumlah dana sebesar Rp150.000 hingga Rp200.000 per orang. Selain itu, adanya ancaman kekerasan terhadap para pemilih jika tak memilih petahana atau pasangan Sugianto-Eko.
Oleh karena itu, pasangan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto memohon agar Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi Sugianto-Eko sebagai pemenang Pilkada Kotawaringin Barat 2010. Mahkamah Konstitusi mengabulkan seluruh permohonan gugatan kasus Pemilihan kepala daerah Kabupaten Kotawaringin Barat yang diajukan pasangan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto. Dalam vonisnya Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 1 atas nama Sugianto-Eko Soemarno sebagai pemenang pemilihan kepala daerah Kotawaringin Barat.
Mahkamah Konstitusi juga membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kotawaringin Barat Nomor 62/Kpts-KPU-020.435792/2010 tanggal 12 Juni 2010 tentang penetapan hasil perolehan suara dalam ajang Pemilihan Kepala Daerah Kota Waringin Barat yang memenangkan pasangan petahana itu.
"Mendiskualifikasi Pasangan Calon Nomor Urut 1 atas nama, H. Sugianto dan H. Eko Soemarno, SH., sebagai Pemenang Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat," ujar Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, yang saat itu dijabat Mahfud MD, di Gedung MK Jakarta, Rabu (7/7/2010).
Majelis hakim mengabulkan seluruh permohonan lantaran pemenang terbukti melakukan pelanggaran yang sangat berat. Pemilukada Kotawaringin Barat 2010 tidak dilakukan pemungutan suara ulang karena pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif terjadi di seluruh wilayah kabupaten. Pelanggaran yang dilakukan petahana tidak bisa ditolerir. Sehingga Mahkamah Konstitusi memutuskan pemenang Pilkada Kotawaringin Barat 2010 adalah Ujang Iskandar-Bambang Purwanto.
Kasus Pemilukada Kotawaringin Barat 2010 merupakan satu-satunya putusan Mahkamah Konstitusi yang mendiskualifikasi pemenang pemilu yakni pasangan Sugianto-Eko Soemarno. Dan ini adalah satu-satunya kasus pembatalan hasil Pemilukada, putusan demikian hanya satu itu sepanjang sejarah Mahkamah Konstitusi. Putusan serupa bisa terjadi apabila penggugat dapat membuktikan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Pemilukada 2010 didominasi Politik Uang
Dalam wawancara dengan media Detik.com, Selasa 21 Desember 2010 Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan mengatakan : "Dari total 1.517 temuan, terjadi 1.053 kasus praktik pembagian uang secara langsung. Artinya praktik money politic masih sangat mendominasi,".
Selain itu juga modus penggunaan kebijakan keuangan daerah, ketika petahana maju. Misalnya penggunaan APBD untuk proses pemilukada. Lalu program pemerintah yang momentum pemberiannya digunakan untuk domain pemilukada. Sisi lain yang di temukan ICW adalah penggunaan fasilitas jabatan dan kekuasaan yang totalnya ada 504 kasus.
Penggunaan program populis dalam APBN yaitu 115 kasus, lalu pelibatan birokrasi atau pejabat ada 117 kasus. Ini menunjukkan di level kebijakan dan struktur birokrasi sangat rentan digunakan untuk penyimpangan.
Partai Pemenang Pemilukada 2010
Dikutip dari
Tempo.co Kamis, 20 Januari 2011 : Partai Golkar menjadi partai yang paling banyak memenangkan pemilihan umum kepala daerah tanpa koalisi, pada tahun 2010. Partai ini memenangkan 25 pemilukada atau 11,6 persen dari seluruh pemilukada yang digelar di 2010. Sementara PDI Perjuangan berada diperingkat kedua, yakni memenangkan 14 pemilukada.
Manajer PolMark Research Center, Eko Bambang Subiantoro dalam jumpa pers di Hotel Atlet Century, Kamis 20 Januari 2011, mengatakan : "Sedangkan partai politik berbasis Islam yang menang tanpa koalisi hanya satu, yaitu Partai Kebangkitan Bangsa, di pemilukada Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur,".
Kesimpulan tersebut didapat dari studi yang dilakukan PolMark Indonesia terhadap hasil pemilukada di tahun 2010. Dari studi tersebut juga diketahui persaingan partai politik dalam menggalang kekuatan di daerah semakin ketat. Kemenangan Partai Demokrat yang hampir merata di seluruh wilayah pada pemilu legislatif 2009, ternyata tidak bisa menjamin kemenangan kandidat yang diusung dalam pemilukada 2010. "Jika tanpa koalisi, Partai Demokrat hanya menang di 7 pemilukada," kata Bambang.
Juga berdasarkan hasil studi PolMark, tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilukada 2010 cukup tinggi, yakni sebesar 67,52 persen. Tingginya tingkat partisipasi masyarakat menunjukkan dua hal, yakni tumbuhnya kesadaran pemilih untuk menentukan pemimpin daerah dan keberhasilan penyelenggara dalam menyosialisasikan pemilukada.
Pemilukada 2010 juga menunjukkan bahwa sebagian besar kepala daerah incumbent tidak terpilih kembali menjadi kepala daerah baru. Dari total 210 calon incumbent yang bertarung, hampir separuhnya gagal merebut kembali tampuk kekuasaannya. "Artinya, masyarakat menginginkan perubahan, karena kepala daerah incumbent dianggap gagal menjalankan tugasnya," terang Bambang. (RMI/RAC)