TANGERANGNEWS.com-Peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) Reguler Dari Rumah Ke-75 UIN Walisongo Semarang.
Kami putra-putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia. Kami putra-putri Inodnesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Kami putra-putri Indonesia mengaku berbahasa satu, bahasa Indonesia (Sumpah Pemuda).
Pemuda menjadi fase emas dalam sejarah kehidupan manusia. Emas secara daya fikir, daya fisik, daya kretivitas, dan daya kritis. Karakteristik inilah yang menjadi keistimewaan pemuda yang tidak dimiliki dan dialami fase lainnya. Melalui keunggulan yang dimiliki pemuda akan banyak memberikan pengaruh besar dilingkungan tempat ia berpijak. Hal itulah yang menjadikan pemuda sebagai aset berharga bagi suatu negara.
Keberadaan pemuda disuatu negara melebihi kekayaan lainnya, seperti sumber daya alam, kecanggihan teknologi, dan kemegahan gedung. Maka, patut berbanggalah suatu negara yang berhasil membina dan memelihara potensi pemuda yang ada. Karena hal itu yang akan menjadikan negara menjadi kaya. Namun, sebaliknya binasalah suatu negara apabila gagal memanfaatkan potensi pemuda. Karena dapat dipastikan tidak akan berlangsung lama negara tersebut berada. Oleh karena itu, jika menginginkan kehancuran sutau negara, maka cukup hanya dengan merusak pemuda yang ada.
Tidak salah jika Bapak Proklamator Republik Indonesia, Ir. Soekarno mengatakan, “Berilah aku seribu orang tua, niscaya akan aku cabut semeru dari akarnya. Namun berilah aku sepuluh pemuda niscaya akan aku guncangkan dunia”. Melalui ungkapan tersebut, pemuda memiliki andil besar dalam menentukan maju dan mundurnya suatu bangsa. Banyak peran yang telah dilakukan pemuda dalam bingkai sejarah bangsa Indonesia, salah satunya menjadi gerakan pembangkit dan pemersatu bangsa, melalui peristiwa sumpah pemuda.
Peristiwa sumpah pemuda menjadi bukti nyata bahwa peran pemuda sangat mengkhawatirkan pasukan Belanda yang akan membawa perubahan besar. Sehingga, pemerintah Belanda melakukan strategi licik, dengan melarang para pemuda bangsa Indonesia untuk mengenyam pendidikan. Pasca kebijakan Trias Politika yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda, pemuda bangsa mulai mendapatkan pendidikan, walaupun terbatas hanya pada golongan tertentu dan dengan tujuan untuk mengisi pegawai pemerintah kolonial. Bagaikan api dalam tungku yang selalu berkobar dan menyala. Istilah tersebut tepat mengambarkan daya semangat dan kritis pemuda bangsa untuk memanfaatkan kesempatan sekolah untuk melawan penjajah.
Hadirlah pemuda bangsa seperti WR Supratman, Moehammad Yamin, Soegondo, Djoko Marsaid, Johannes Leimana, A.K Gani dan pemuda lainnya untuk menyatukan persepsi pasca kongres kedua pemuda yang dilaksanakan pada 27-28 Oktober 1928, yakni mengku bertanah air, berbangsa, dan berbahasa satu Indonesia. Inilah yang menjadi tonggak awal rasa persatuan antar suku, agama, dan budaya di bumi pertiwi yang dipelopori oleh pemuda.
Ada, Seperti Tidak Ada
Sudah hampir 92 tahun silam peristiwa sumpah pemuda dikumandangkan di tanah air. Proses regenerasi telah dilalui bangsa Indonesia Lalu, yang menjadi sebuah tolak ukur keabadian peristiwa sumpah pemuda. Apakah sejauh ini pemuda bangsa masih mengingat sumpah yang telah diikrarkan ?. Tentunya, pertanyaan tersebut akan bisa terjawab dengan melihat gambaran dan situasi pemuda bangsa saat ini.
Jika kita telaah lebih mendalam mengenai isi dari persitiwa sumpah pemuda dengan kondisi pemuda bangsa hari ini bisa kita bandingkan. Sudahkan, mencerminkan nilai-nilai yang termaktub dalam sumpah pemuda. Pertama, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Mengaku dapat diartikan memiliki rasa kebanggaan. Kebanggaan yang termaktub sumpah pertama ialah bangga dengan tanah air Indonesia. Selama ini pemuda bangsa nampaknya terlihat lebih bangga berkarir, menggunakan produk, dan bangga dengan budaya luar negeri dibandingkan di negeri sendiri.
Kedua. Mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Artinya memiliki rasa bangga dengan bangsa sendiri. Masih kita menemukan pemuda bangsa saat ini menganggap rendah antar kebudayaan bangsa, konflik antar sesama, bahkan merusak bangsanya sendiri dengan perilaku yang merugikan. Akibatnya, hilangnya rasa akan memiliki bangsanya sendiri akan terlihat dari kurangnya kontribusi pemuda bangsa saat ini.
Ketiga, Mengaku berbahasa yang satu, bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia menjadi bahasa yang menyatukan antar suku, etnis dan budaya. Sehingga, terjalin komunikasi yang baik antar elemen bangsa. Namun, hadirnya bahasa gaul atau populer sering kali mengikis penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sehingga, tidak jarang kita menemukan pemuda yang salah dalam menggunakan bahasa Indonesia.
Oleh karena ini momentum peringatan peristiwa sumpah pemuda menjadi refleksi untuk mengingatkan pemuda bangsa akan sumpahnya. Jangan sampai pemuda kehilangan arah, akibat perkembangan zaman yang mengikis nilai-nilai nasionalisme. Hal ini akan membahayakan nasib masa depan bangsa. Ketika perilaku pemuda hari ini bertolak belakang dengan sumpah yang telah diikrarkan, secara tidak langsung telah melakukan pengkhiatan. Wallahu A’lamu Bi Al-Shawab. (RED/RAC)