Oleh : Ummu Nazry Pemerhati Generasi.
TANGERANGNEWS.com-Seluruh kamar sel di Blok C2 Lapas Kelas I Tangerang terkunci saat kebakaran terjadi dini hari tadi, Rabu 8 September 2021.
Akibatnya, 41 narapidana tewas dalam kebakaran itu.
Peneliti Imparsial Hussein Ahmad mengatakan, pemerintah setengah hati merevisi UU Narkotika. Padahal peraturan tersebut berpotensi menyebabkan lembaga pemasyarakatan (Lapas) over kapasitas karena dipenuhi narapidana.
Kelebihan penghuni di lembaga pemasyarakatan (Lapas) alias penjara sudah terjadi sejak lebih dari 15 tahun lalu di Tanah Air.
Pada April 2007, jumlah semua penghuni ada 3.700 orang, tergantung banyaknya napi dan tahanan titipan dari Kepolisian. Kapasitas lapas itu seharusnya hanya 800 orang, artinya penghuni lapas sudah lebih dari 463 persen dari kapasitas lapas.
Miris, kejadian kebakaran lapas kelas I Tangerang, menambah daftar masalah dan derita dinegeri ini. Belum lagi pandemi berakhir, masyarakat dikejutkan dengan berita yang mengenaskan.
Kejadian kebakaran inipun membuka tabir yang selama ini tertutup rapat, yaitu over capacity, atau kelebihan kapasitas tampung atau kelebihan muatan, yang menyebabkan sulitnya ruang gerak manusia didalamnya. Sehingga manusia sulit menyelamatkan diri saat terjadi kejadian naas yang membinasakan, kebakaran.
Kejadian kebakaran ini juga menunjukkann adanya ketidaktelitian dalam mengurus urusan lapas, hingga ke masalah penyediaan listrik dan penyesuaiannya dengan kebutuhan lapas, sebab diduga kebakaran berasal dari konsleting listrik.
Disisi lain, over capacity yang terjadi di lapas juga menunjukan kelemahan dalam mengurus lapas dan lemahnya dalam upaya penegakan hukum, dimana hukum yang diterapkan tidak membuat jera manusia, malah membuat manusia mudah dalam melakukan tindak kejahatan yang berujung bui. Sehingga manusia banyak menumpuk dipenjara akibat tindak pidana yang dibuatnya, yang selalu dihukumi dengan masuk bui. Mencuri masuk bui, korupsi masuk bui, membunuh masuk bui, narkoba masuk bui, semua tindak kejahatan apapun, besar ataupun kecil, sedikit ataupun banyak, imbalannya adalah masuk bui. Maka wajar saja jika penjara mengalami over capacity.
Kebakaran lapas, juga menunjukkan kepada kita tentang lemahnya perundang-undangan hukum perdata dan pidana di negeri ini, yang kesemuanya merupakan produk hukum warisan kolonial Belanda yang terbukti tidak memberikan kebaikan sedikitpun bagi kehidupan manusia dinegeri ini..
Ditambah lagi, banyaknya opini yang berkembang ditengah-tengah masyarakat bahwa hidup dipenjara masih lebih enak dibanding hidup diluar penjara. Dimana hidup dipenjara mendapatkan fasilitas hidup gratis tak berbayar, sedangkan hidup di luar penjara penuh dengan tekanan. Sebab sulitnya celah kehidupan yang harus dilakoni, utamanya mencari ladang pekerjaan yang bisa menghidupi, yang bisa memenuhi kebutuhan hidup sandang, pangan, papan. Akibatnya orang lebih memilih kembali masuk bui dibanding keluar bebas dari bui namun hidup penuh derita dan kesulitan.
Kebakaran lapas juga menunjukkan jika over capacity yang diderita lapas membuat para pesakitan semakin lihai berbuat kerusakan dimasyarakat. Terbukti dari banyaknya residivis yang keluar masuk penjara. Hingga timbul istilah dikalangan masyarakat, masuk sebab maling ayam, keluar pandai maling mobil, artinya terjadi "transfer ilmu" bagaimana menjadi maling yang lebih berkelas. Dan hal ini sangat berbahaya, mengingat maling adalah tindak kriminalitas. Artinya penjara bisa menjadi tempat efektif menularkan keburukan.
Inilah buah pahit dan beracun yang harus kita telan saat hidup berada dalam bayang-bayang kapitalisme disistem sekuler kapitalisme seperti saat ini. Sehingga apapun dilakukan berdasarkan hitungan untung rugi, bukan berdasarkan pelaksanaan hak dan kewajiban apalagi berdasarkan halal-haram
Karenanya, jika memperbaiki kapasitas tampung penjara atau bui dinilai tidak menguntungkan bagi para kapital, maka tidak akan dilakukan, walaupun sebuah penjara atau bui sudah tidak layak ditempati akibat terlalu penuh dengan penghuni. Sebab memperbaiki berarti harus mengeluarkan sejumlah dana yang bisa jadi tidak pernah terdaftarkan dalam daftar pengeluaran renovasi sarana dan prasarana. Alhasil, penjara penuh sesak dengan manusia bermasalah, akibat over capacity. Inilah buah pahit hidup disistem sekuler kapitalisme seperti saat ini.
Berbeda dengan sistem Islam, yang telah memerintahkan pada pemimpin untuk memperhatikan seluruh kebutuhan setiap warga negaranya, termasuk orang-orang yang terjerat dalam tindakan kriminalitas dan harus dibui.
Islam memerintahkan pemimpin negara untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang dibui, dalam semua aspek kehutuhannya. Sehingga mereka yang dibui, mampu menyesali kesalahannya dan bertaubat dari perbuatan maksiat yang telah dilakukannya.
Hukuman penjara dalam Islam pun tidaklah berlama-lama. Sebab tujuan dari dipenjarakannya seseorang yang telah berbuat kriminalitas adalah agar ia bertaubat dan kembali pada jalan yang benar, bukan sebagai tempat hidup dan menyembunyikan diri.
Orang-orang yang dipenjarakan dalam sistem Islam adalah bukan dengan kasus pencurian, pembunuhan, perzinaan, perampokan dan yang sejenisnya. Sebab untuk kasus tersebut, hukuman dalam Islam telah jelas dan telah Allah Swt tetapkan kadarnya. Sehingga penjara tidak akan dipenuhi oleh pelaku tindak kriminalitas tersebut.
Penjara hanya akan diisi oleh orang yang melakukan tindak kriminalitas berupa tindakan kesalahan yang hukumannya tidak ditetapkan langsung oleh Allah SWT. Namun diserahkan pada hasil ijtihad seorang pemimpin umat (khalifah). Sehingga orang yang ada didalamnya bukanlah orang-orang dengan tindak kriminalitas berat dan merugikan orang lain. Namun yang dipenjara hanyalah orang-orang yang mendzalimi diri sendiri, semisal seorang muslim yang tidak mau salat, maka ia akan dibui, dan diberikan waktu selama tiga hari untuk bertaubat.
Dan kasus-kasus yang semisal dengan hal tesebut. Sehingga seorang yang berbuat dosa sebab melanggar aturan yang telah ditetapkan akan terdorong untuk segera sadar akan perbuatan dosanya dan segera bertaubat dalam batas waktu yang telah ditetapkan, yaitu selama tiha hari. Dan tidak akan dibiarkan berlama-lama tinggal dipenjara.
Sehingga sangat kecil kemungkinan penjara mengalami over capasity dalam sistem Islam. Sebab setiap tindak kriminalitas selalu mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya dan hukuman yang diterapkan akan membuat efek jera bagi pelaku dan akan memiliki daya cegah yang luar biasa sehingga akan mampu mencegah orang lain berbuat tindakan yang serupa.
Sehingga hukuman dalam sistem Islam akan membuat penjara menjadi sebenar-benarnya tempat untuk bertaubat, bukan tempat untuk reuni apalagi tukar informasi dan tukar ilmu bagaimana cara berbuat tindak kriminalitas yang lebih besar.
Karenanya kebakaran lapas telah membuka tabir baik secara langsung ataupun tidak langsung, tentang kegagalan sistem sekuler kapitalisme saat ini, dalam memanusiakan orang-orang yang ingin bertaubat didalam lapas penjara. Dimana mereka diperlakukan tak semestinya sebab ketidakmampuan pelayanan yang selayaknya dan ketumpulan sistem hukum yang diterapkan.
Wallahualam.